Pilpres 2024
Ganjar Sebut Banyak Tekanan Terhadap Kepala Desa Soal Pilihan Politik yang Kini Dijadikan Meme
Ganjar Pranowo menyindir perihal banyaknya meme atau candaan yang berisi tentang intimidasi dan tekanan terhadap kepala desa.
Penulis:
Fahmi Ramadhan
Editor:
Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon presiden nomor urut 03, Ganjar Pranowo menyindir perihal banyaknya meme atau candaan yang berisi tentang intimidasi dan tekanan terhadap kepala desa untuk memilih pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden tertentu di Pemilu 2024.
Ganjar mengungkapkan bahwa saat ini banyak bertebaran meme atau candaan di sosial media yang menyebut seorang kepala desa memilih paslon tertentu karena merasa terancam dengan persoalan hukum yang menjerat mereka.
"Sekarang memenya menjadi sangat lucu. 'Kenapa kamu mendukung kami? ya karena kami ada masalah di penegak hukum', 'kenapa anda mendukung kami? ya Pak kantor kami digeledah KPK," ucap Ganjar saat sampaikan orasi politik di acara 'Pesan Cinta untuk Ganjar-Mahfud' dari Alumni Kampus se-Jawa Barat di Hotel Grand Sahid, Jakarta Pusat, Jum'at (9/2/2024).
Kemudian Ganjar pun menyinggung bahwa terdapat satu pejabat yang kantornya pernah digeledah KPK kemudian tak lama mengarahkan dukungan ke paslon tertentu.
Namun saat itu Ganjar tak menyebut siapa sosok pejabat yang ia maksud, dirinya hanya menuturkan bahwa pejabat itu sempat tak diketahui keberadaanya namun tak lama kemudian justru berkampanye untuk salah satu paslon.
Baca juga: Kampanye Akbar Penutup 10 Februari: Anies-Cak Imin di JIS, Prabowo-Gibran GBK, Ganjar-Mahfud ke Solo
"Maka tiba-tiba ada salah seorang pejabat yang kantornya digeledah KPK dicari gak ketemu begitu ketemu langsung kampanye ke sana," tuturnya.
Ganjar pun mengatakan bahwa cara-cara itu seperti pengulangan yang pernah dilakukan pada masa kekuasaan orde baru yang menekan seseorang dalam menentukan arah politiknya.
Baca juga: Di Hajatan Rakyat Banyuwangi, Ganjar-Mahfud Komitmen Sikat KKN
Hanya saja yang membedakan orde baru dan era reformasi seperti saat ini para pejabat ditekan dengan kasus korupsi untuk kepentingan dukungan politik.
"Ketika kami mengalami situasi itu orde baru itu dulu menekan para aktivis itu ceritanya hanya satu saja, subversif. Hari ini mau mengganggu bapak ibu hadir ceritanya diganti dengan korupsi," pungkasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.