Pilgub DKI Jakarta
Pramono-Rano Karno Tak Bisa Dipandang Remeh, Rido Bisa Kalah, Jokowi Buktinya
Prano akan menghadapi Rido (Ridwan Kamil-Suswono) di Pilkada Jakarta yang juga telah mendaftar ke KPUD Jakarta kemarin.
Editor:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Pramono Anung-Rano Karno (Prano) telah mendaftar ke KPUD Jakarta, Rabu (28/8/2024) sebagai peserta Pilkada Jakarta 2024.
Prano akan menghadapi Rido (Ridwan Kamil-Suswono) di Pilkada Jakarta yang juga telah mendaftar ke KPUD Jakarta kemarin.
Pasangan Prano yang diusung PDIP ini di luar prediksi banyak pihak.
Baca juga: Alasan Ridwan Kamil-Suswono Pakai Singkatan RIDO di Pilgub Jakarta
Terutama karena elektabilitas Pramono Anung yang sangat rendah dibandingkan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Anies Baswedan.
Seperti diketahui Anies dan Ahok dalam beberapa hari sebelumnya disebut-sebut akan diusung PDIP.
Jangan Dianggap Remeh
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, mengatakan Pramono-Rano Karno tak bisa dipandang sebelah mata.
Burhanuddin berpendapat Pramono Anung memiliki modal untuk maju di Pilkada Jakarta jika mau bekerja maksimal dan pesimisme sebagian orang tentang pasangan itu bisa terbantah.
“Kalau misalnya mau bekerja maksimal, saya kira pesimisme itu bisa dibantah, paling tidak itu tidak sepesimis hasil yang banyak disampaikan oleh netizen, dan Mas Pram punya modal untuk itu,” ucapnya dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Rabu (28/8/2024).
“Memang hitung-hitungan di atas kertas sekarang, jauh sekali elektabilitas Mas Pram sama Ahok, Ahok jauh lebih elektabel,” katanya.
Belajar dari Pilkada Jakarta sebelumnya
Burhanuddin kemudian mengingatkan pada Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.
Saat itu Anies Baswedan baru muncul sebagai calon kuat hanya empat bulan menjelang putaran pertama.
“Tapi kalau kita lihat ke belakang, Anies baru muncul sebagai calon kuat di 2017 itu Bulan November 2016, hanya empat bulan sebelum pilkada putaran pertama,” katanya.
“Kemudian Jokowi saat maju di pilkada 2012. Itu lima bulan sebelum pilkada itu elektabilitasnya cuma lima persen lho,” imbuhnya.
Artinya, menurut dia, jangan langsung melihat bahwa pengusungan Pramono-Rano ini merupakan gerakan dari kalangan elite dan seolah-olah PDI Perjuangan mengalah di Pilkada Jakarta serta langsung menyerahkan pada Ridwan Kamil.
“Kasih kesempatan untuk Mas Pram dan PDI Perjuangan untuk membukitkan bahwa calon yang mereka usung ini calon yang layak untuk dipilih,” ucapnya.
“Ridwan Kamil ataupun Suswono tidak boleh memandang sebelah mata,” ujarnya.
Posisi Pramono Strategis
Burhanuddin tidak membantah bahwa Pramono Anung bisa dikatakan sangat dekat dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Tapi di sisi lain, Pramono juga memiliki kinerja yang baik dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Kondisi itu membuat posisinya sangat strategis.
“Memang Mas Pramono Anung ini punya posisi yang sangat strategis dan secara personal bukan seorang figur yang konfliktual, beliau lebih banyak bekerja di belakang layar,” katanya.
“Jadi bayangkan, di situasi ketika hubungan kedua tokoh ini sedang tidak baik-baik saja, Mas Pram bisa menjadi jembatan, dan bisa diterima juga oleh Pak Prabowo, oleh Mbak Puan, jadi ini figur yang menurut saya lebih menyatukan,” bebernya.
Alasan PDIP Tunjuk Pramono
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto mengungkap sejumlah alasan PDIP akhirnya memilih mengusung Pramono ketimbang Anies.
Hasto menyebut, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sengaja tidak menyebut nama Pramono-Rano Karno.
Hasto pun menyinggung pengalaman mumpuni Pranomo selama berkarier di dunia politik.
“Ini sebagai bentuk elemen surprise, bagaimana mas Pramono Anung punya pengalaman luas sebagai politisi dan negarawan di Partai, legislatif, dan Menteri maka Mas Pram solusi terbaik untuk masyarakat Jakarta,” ujar Hasto, Rabu (28/8/2024).
Pengamat: PDIP Pilih Jalan Mengalah
Direktur Lingkar Madani (LIMA) Indonesia, Ray Rangkuti, menilai PDIP seolah memilih mengalah dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang mengusung Ridwan Kamil (RK)-Suswono.
Sebab, menurut Ray pasangan Pramono-Rano Karno memiliki elektabilitas yang jauh lebih rendah ketimbang pasangan yang dijagokan KIM Plus.
“Mengapa PDIP seperti linglung? Entah. Tetiba terlihat kehilangan taji dan tanduk untuk menyeruduk. Tak biasa. Di Banten, mereka mampu dengan manis, akhirnya, menarik Golkar bergabung," ucap Ray, dikutip dari Wartakotalive.com, Rabu.
"Itu, karena langkah yang diambil rasional. Mendukung cagub yang elektabilitasnya tinggi."
Ray berpendapat, PDIP seharusnya mengusung calon yang bisa menyaingi pasangan KIM Plus.
Ia memprediksi Pramono-Rano Karno bakal kalah telak dari Ridwan Kamil-Suswono.
“Dan Pramono sendiri, kader senior PDIP. Entah apa lagi yang hendak dicari. Berkali-kali jadi anggota DPR, lalu dua periode jadi menteri, kini mengincar jabatan gubernur Jakarta," paparnya.
"Seperti tak ada selesainya. Saat yang sama, seolah PDIP kekurangan kader. Defisit kader. Sehingga memajukan orang yang itu-itu saja. Ke mana Ahok, ke mana Ibu Risma?"
Hal itulah yang membuat Ray beranggapan bahwa PDIP kali ini seolah mengalah daripada memberikan perlawanan kepada KIM Plus.
“Entah, PDIP di Jakarta, nampaknya lebih memilih jalan mengalah dari pada melawan,” tandasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.