Pawang Monyet Tolak Ganti Rugi dari Jokowi
Pawang monyet menolak rencana Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang berniat memberikan uang pengganti Rp 1 juta
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pawang monyet menolak rencana Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang berniat memberikan uang pengganti Rp 1 juta. Hal itu dilakukan Joko Widodo untuk menghapus topeng monyet di Jakarta.
Sejumlah pengusaha topeng monyet yang berada di kawasan Cipinang Besar Selatan, Jatinegara, Jakarta Timur, atau yang sering disebut kampung Monyet, menganggap nilai tersebut tak wajar.
"Kami belum tahu berapa ganti ruginya? Katanya Rp 1 juta. Itu tidak bakal cukup. Modal kami lebih. Saya beli monyet Rp 700 ribu, beli alat musik sama peralatan Rp 800 ribu. Kalau buka tambal ban saja modalnya Rp 3 juta," kata Gofur seorang pawang monyet, Kamis (24/10/2013) malam.
Gofur yang menjadi pawang topeng monyet sejak dua tahun lalu di Lapangan Monas, menyebutkan dirinya hanya berharap diberikan uang kerohiman yang layak. Atau diberikan pekerjaan juga modal.
Dirinya mengaku bingung kemana harus mencari nafkah bila usahanya dilarang. Gofur merasa sudah nyaman dengan profesi itu. Dengan membuat atraksi topeng monyet keliling kampung, dia mendapat penghasilan Rp 50 ribu per hari.
Sebelumnya, untuk mewujudkan rencana tersebut Pemprov DKI Jakarta berencana membeli seluruh monyet milik pengamen topeng monyet untuk dirawat di Taman Margasatwa Ragunan, sementara pengamennya dibina dan diberi pelatihan agar beralih ke usaha yang lain.
Jokowi beralasan, monyet adalah binatang yang harus dilindungi dan dikembalikan ke habitatnya atau masuk ke kawasan konservasi. Tidak boleh ada pihak-pihak yang menyiksa monyet untuk melakukan atraksi demi mendapatkan uang. Keberadaan topeng monyet di jalan juga dianggap mengganggu ketertiban umum. Selain itu, dikhawatirkan monyet-monyet tersebut rentan dengan penularan penyakit.
Suku Dinas Peternakan dan Perikanan yang ada di lima wilayah Ibukota dibantu Satpol PP segera menyisir dan merazia para pengamen topeng monyet ke berbagai titik terutama perempatan jalan utama yang sering dijadikan sebagai 'panggung' untuk mengeksploitasi binatang primata tersebut.