37 Tahun Pak Sadi Setia Menjual Jasa Reparasi Payung Keliling di Ibu Kota
Biasanya, Pak Sadi berkeliling ke permukiman warga di sekitar Lenteng Agung, Srengseng Sawah, Depok, Citayam, hingga Bogor.
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak tahun 1982, Sadi (60) berkeliling perkampungan seraya menawarkan jasa reparasi payung setiap musim hujan tiba, pekerjaan yang dilakoninya itu sudah hampir jarang di Ibu Kota.
Sengatan terik matahari siang itu tak menyurutkan langkah Sadi untuk menjelajah gang-gang sempit sambil memanggul payung-payung bekas.
Saat berjalan mencari pelanggan, seorang perempuan meminta Sadi mereparasi payung jualan yang rusak.
Perempuan itu kemudian mengeluarkan sebuah payung warna-warni yang berukuran cukup besar dari dalam rumahnya. Payung itu bukan payung biasa karena merupakan payung yang biasa digunakan perempuan tersebut sebagai peneduh saat berjualan.
Seusai melihat bagian yang rusak, tangan Sadi langsung membetulkan payung jualan itu.
Membetulkan payung berukuran besar sebenarnya jarang dilakukan Sadi.

"Biasanya saya membetulkan payung kecil. Untuk payung jualan seperti ini jarang. Paling satu tahun sekali baru rusak," ujarnya sambil membetulkan payung itu di depan rumah pelanggannya, Sabtu (9/11/2019).
Menurut Sadi, payung tersebut rusak karena kawat di dalam bagian payung itu rusak dan berkarat sehingga harus diganti dengan kawat baru.
Setiap berkeliling, Sadi juga membawa tas berisi perkakas untuk membetulkan payung.
Biasanya, Pak Sadi berkeliling ke permukiman warga di sekitar Lenteng Agung, Srengseng Sawah, Depok, Citayam, hingga Bogor.
Rezeki di Musim Hujan
Sadi, Tukang Reparasi Payung di kawasan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada Sabtu (9/11/2019). (TribunJakarta/Satrio Sarwo Trengginas)
Sadi mereparasi payung hanya pada waktu tertentu saja.
Sebab, banyak orang memerlukan jasanya ketika musim hujan tiba.
Bila musim kemarau, Sadi mencari pekerjaan lain untuk sesuap nasi.
"Ya kalau enggak musim hujan, biasanya saya di kampung, di sawah. Ikut sama orang usaha rongsokan," terangnya.
Dalam sehari berkeliling menjual jasa reparasi payung, Sadi bisa meraup sekira Rp 50 sampai Rp 100 ribu.
Namun, pulang dengan tangan kosong pun tak jarang dialaminya.
Upah membetulkan payung jualan di atas upah rata-rata membetulkan payung kecil, yang biasa ia reparasi.
"Kalau ini bisa Rp 20 ribu biaya servisnya," ungkapnya.
Bantu Istri di Kampung
Penghasilan sebagai tukang reparasi payung sehari-hari diberikan kepada istri di kampungnya, di Cirebon.
Beberapa bulan sekali, Sadi pulang menggunakan bus menuju kampung halaman untuk bertemu istrinya.
Di Jakarta, ia tinggal di sebuah warung nasi milik kenalannya.
"Kalau ada rezeki pulang ke kampung. Kadang-kadang sebulan atau dua bulan sekali," terangnya.
Sadi juga pernah mengalami nasib sial saat berada di bus.
Pasalnya, payung dan perkakas yang dibawanya raib diambil orang.
Ia menyadari saat turun di Terminal Kampung Rambutan.
"Saat saya minta ganti ke kondekturnya, dia enggak mau ganti. Yaudah akhirnya saya beli lagi. Ngumpulin lagi biayanya Rp 300 ribu," tambahnya.
Sebenarnya bila ada modal, Sadi ingin berdagang.
Namun, ia belum punya cukup uang untuk mewujudkan keinginannya itu.
"Kalau ada modal lebih enak jualan. Ternak ayam atau bebek. Beli di Pasar Prumpung Jakarta Timur," terangnya.
Artikel ini tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Musim Hujan, Sadi Berkeliling Jual Jasa Reparasi Payung di Ibu Kota, Berkeliling Sejak 1982
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas