Kamis, 13 November 2025

Ledakan di Jakarta Utara

Kasus ABH Pelaku Ledakan SMAN 72 Dinilai Bisa Lebih Berbahaya dari Terorisme karena Sulit Dideteksi

Mantan Kapolri Jenderal (Purn) Da’i Bachtiar menilai kasus ABH pelaku peledakan SMAN 72 bisa lebih berbahaya dibanding ancaman terorisme konvensional

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
BARANG BUKTI LEDAKAN - Petugas kepolisian menunjukkan barang bukti saat konferensi pers penanganan kasus ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (11/11/2025). Polda Metro Jaya menetapkan satu tersangka yang merupakan siswa dalam insiden ledakan yang terjadi di SMA Negeri 72 Jakarta dan dan mengamankan barang bukti seperti tas, peledak, senjata mainan dan gambar TKP. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN. Mantan Kapolri Jenderal (Purn) Da’i Bachtiar menilai kasus ABH pelaku peledakan SMAN 72 bisa lebih berbahaya dibanding ancaman terorisme konvensional karena sulit dideteksi. 

Ringkasan Berita:
  • Mantan Kapolri Jenderal (Purn) Da’i Bachtiar memiliki pandangan berbeda terkait kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta, pada Jumat (7/11/2025).
  • Da’i Bachtiar menilai, adanya pelaku anak dibawah umur dalam kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta ini bisa jadi ancaman berbahaya dibanding kasus terorisme konvensional.
  • Aksi terorisme akan lebih mudah dibongkar melalui organisasi atau jaringan yang diikuti pelaku, berbeda dengan aksi pengeboman oleh anak dibawah umur yang motif dan tujuannya sulit dideteksi.

 

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Kapolri Jenderal (Purn.) Da’i Bachtiar ikut menanggapi kasus ledakan yang terjadi di di SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Jumat (7/11/2025) kemarin.

Kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta langsung menjadi sorotan publik karena pelakunya adalah seorang siswa berusia di bawah 18 tahun atau masih tergolong anak di bawah umur.

Da’i Bachtiar menilai adanya pelaku anak di bawah umur dalam kasus ini bisa menjadi ancaman yang lebih berbahaya dibandingkan dengan kasus ancaman terorisme konvensional.

Pasalnya, menurut Da’i Bachtiar, dalam ancaman terorisme, pelaku bisa diidentifikasi melalui organisasi dan jaringan yang diikutinya.

Melalui organisasi dan jaringan itu, juga bisa diketahui tujuan ancaman terorisme.

Namun, hal itu berbeda dengan kasus ledakan di SMAN 72 yang pelakunya masih di bawah umur dan cenderung lebih sulit dimengerti sikapnya.

Aksi seperti itu juga bisa dilakukannya di berbagai tempat dan kapan saja, tanpa bisa diprediksi sehingga sulit untuk dideteksi.

"Kalau teroris jelas organisasinya kita bisa membongkar, bisa tahu. Kalau yang ngebom anak-anak kita sendiri, yang tidak punya motivasi apa-apa."

"Akan bisa dilakukan berbagai tempat dan kapan bisa terjadi, itu yang paling bahaya," kata Da'i Bachtiar, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (12/11/2025), dilansir Kompas.com.

Untuk itu Da’i Bachtiar mengingatkan kasus ledakan di SMAN 72 harus menjadi pelajaran penting bagi semua pihak.

Penanganannya juga tak cukup dengan diserahkan kepada aparat penegak hukum atau pemerintah saja.

Baca juga: Suasana Terkini SMAN 72 Jakarta Pasca-Ledakan, Gerbang Ditutup dan Dijaga Aparat TNI

Perlu juga keterlibatan lingkungan sekitar dan keluarga untuk menanganinya.

"Itu menjadi tantangan bukan hanya aparat negara, bukan hanya pemerintah yang menyelesaikan, tapi kita semua terpanggil untuk menyelesaikan karena bahaya itu ada lingkungan keluarga kita sendiri," kata Da'i Bachtiar.

Lebih lanjut, Da'i Bachtiar menuturkan Indonesia memang memiliki pengalaman panjang menghadapi aksi teror, mulai dari bom di tempat ibadah, kantor pemerintahan, hingga tragedi bom Bali.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved