Umar Patek Tertangkap
Kewarganegaraan Istri Umar Patek Dipermasalahkan di Sidang
Jaksa Penuntut Umum (JPU) bersikukuh bahwa Ruqoyyah binti Husein Huseno alias Fatimah Zahra, istri dari salah seorang pelaku teror
Editor:
Anwar Sadat Guna

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmalia Rekso P
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) bersikukuh bahwa Ruqoyyah binti Husein Huseno alias Fatimah Zahra, istri dari salah seorang pelaku teror Bom Bali 1 Umar Patek, adalah warga negara Filipina.
JPU, Mayasari, saat pembacaan tanggapan atas pembelaan Ruqoyyah di Pengadilan Negri Jakarta Timur, Kamis (10/11/2011), mengatakan bahwa hal itu sesuai dengan berkas yang dimiliki kantor Kedubes Filipina.
Pada persidangan sebelumnya, kuasa hukum terdakwa, Asludin Hatjani, dalam pembelaan kliennya menyebutkan bahwa dakwaan JPU adalah kabur, karena menyebut terdakwa sebagai warga negara Filipina, namun saat ditanya hakim, Ruqqoyah mengaku berkewarganegaraan Indonesia.
Asludin juga menuturkan bahwa Ruqoyyah dan Umar Patek sudah 13 tahun lebih menjalin hubungan suami istri, sehingga tidak mungkin bahtera rumah tangga mereka bertahan belasan tahun jika berbeda kewarganegaraan.
Mayasari mengatakan bahwa walaupun sudah 13 menikah, bukan berarti membuat Ruqqayah serta merta menjadi warga negara Indonesia.
"Dia tetap harus mengurus status kewarganegaraannya," kata JPU, Mayasari.
Sidang kemudian ditunda Kamis (17/11/2011) pekan depan, dengan agenda pembacaan putusan sela dari majelis hakim diketuai Suharsono.
Ruqqoyah terseret ke meja hijau karena didakwa telah melakukan pemalsuan dokumen, saat mengurus permohonan paspor dari kantor Imigrasi Jakarta Timur, bersama suaminya dan dibantu oleh seseorang bernama Heri kuncoro pada Juli 2009 lalu.
Paspor tersebut kemudian berhasil didapatkan pasangan suami istri itu, dan kemudian digunakan untuk pergi ke Pakistan, dimana keduanya diamankan pada beberapa bulan lalu.
Jaksa mendakwa Ruqqoyah dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 266 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 (1) KUHP dan Pasal 266 ayat 2 KUHP jo pasal 55 ayat.
Terdakwa juga dikenai dakwaan alternatif Pasal 263 ayat 2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 (1) KUHP, atau Pasal 55 huruf c (3) Undang-undang No 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian jo Pasal 55 ayat 1 (1), atau Pasal 55 ayat 1 Undang-undang No 9 tahun 1992.