Bentrok di Bima
FPPP Minta Bupati Meninjau Ulang Izin Pertambangan di Bima
Arwani meminta Bupati Bima Ferry Zulkarnaen meninjau ulang izin operasi PT Indo Mineral Persada dan PT Sumber Mineral Nusantara di Sambu dan Sape
Editor:
Anwar Sadat Guna
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) menilai reformasi di institusi Polri gagal, menyusul banyak terjadi kekerasan aparat kepolisian terhadap warga sipil. Tindakan represif polisi di Bima semakin menambah daftar gagalnya reformasi di internal Polri.
“Bukan kali ini saja polisi gagal menjadi pengaman dan pengayom warga. Artinya, tujuan polisi dikeluarkan dari institusi militer agar lebih merakyat, belum tercapai,” ujar Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP), Arwani Thomafi dalam siaran persnya kepada wartawan, Senin (26/12/2011).
Menurut Arwani, Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo juga harus bertanggungjawab atas rentetan kejadian tersebut. Minimal, Kapolri memberikan sanksi kepada jajarannya yang terbukti lalai sehingga terjadi kerusuhan. Meminta polisi mengedepankan langkah persuasif dalam menyelesaikan persoalan.
“Janganlah mengedepankan tindakan represif. Tidak ada salahnya polri mengintensifkan komunikasi dengan simpul-simpul masyarakat. Polisi itu dibayar menggunakan uang rakyat, jadi tidak logis kalau polisi justru menghajar rakyat,” tegas Arwani.
FPPP lanjut Arwani juga meminta Komnas HAM turun ke Bima untuk menginvestigasi kasus kekerasan tersebut. “Investigasi dari Komnas HAM akan ketahuan seperti apa kekerasan itu bisa terjadi,” jelasnya.
Mengenai izin pertambangan, Arwani meminta Bupati Bima Ferry Zulkarnaen meninjau ulang izin operasi PT Indo Mineral Persada dan PT Sumber Mineral Nusantara di Sambu dan Sape.
"Bupati harus duduk bersama dengan semua pihak untuk menyelesaikan persoalan ini. Jangan gara-gara mengejar pendapatan, justru warga yang dikorbankan," pungkasnya.