Kontroversi Irshad Manji
Setara Institute: Toleransi Atas Perbedaan Semakin Menipis
Diskusi yang menghadirkan Irshad Manji sebagai pembicara kembali mendapat penolakan
Penulis:
Yulis Sulistyawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Diskusi yang menghadirkan Irshad Manji sebagai pembicara kembali mendapat penolakan. Kali ini, pelarangan dilakukan oleh pihak Universitas Gajah Mada (UGM).
Melalui Direktur Pascasarjana UGM, Rektor UGM memerintahkan agar diskusi yang sedianya akan dilaksanakan pada Rabu (9/5/2012) tersebut dibatalkan.
Penolakan Irshad Manji, selain dilakukan atas dasar prasangka bahwa yang bersangkutan menyebarkan pemikiran yang kontroversial, juga merupakan cermin bahwa toleransi di tengah masyarakat kita semakin menipis. Bahkan toleransi atas perbedaan pemikiran sekalipun.
Sikap intoleran ini bukan hanya didominasi oleh organisasi-organisasi radikal yang selama ini mempromosikan politik penyeragaman atas nama agama dan moralitas, tetapi juga menjangkiti kalangan perguruan tinggi.
“Amat disayangkan, kalau perguruan tinggi membatalkan kegiatan akademik, semacam diskusi.” kata Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos dalam siaran persnya kepada Tribunnews.com, Rabu(9/5/2012).
Penolakan diskusi Irshad Manji yang dilakukan oleh anggota Front Pembela Islam (FPI) di Komunitas Salihara, Tebet, Jakarta (4/5/2012) kata Bonar telah menularkan virus intoleransi atas perbedaan pemikiran. Negara yang seharusnya memberikan jaminan kebebasan berekspresi, kebebasan berpikir, kebebasan berkumpul, melalui aparat Polri justru berada di garis depan melakukan pembatasan.
“Sekali lagi, seluruh pembatasan itu menggunakan dalil bahwa masyarakat tidak menghendaki kehadirannya. Tidak bisa dipungkiri, baik kepolisian dalam Diskusi Salihara maupun pihak UGM dalam pembatalan diskusi hari ini, bertindak atas tekanan kelompok-kelompok pengusung aspirasi intoleran.” katanya.
Perlu penyikapan sungguh-sungguh atas fakta-fakta menguatnya intoleransi di tengah masyarakat kita. Karena kunci utama membangun sebuah bangsa yang plural adalah menghargai perbedaan, bukan mendorong politik penyeragaman atas nama mayoritas.