Pembantaian Rohingya di Myanmar
MUI Kutuk Pembantaian Rohingya
Majelis Ulama Indonesia (MUI), mengutuk keras tindakan kekerasan yang dilakukan aparatur Myanmar terhadap etnis muslim Rohingya.
Editor:
Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Samuel Febriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI), mengutuk keras tindakan kekerasan yang dilakukan aparatur Myanmar terhadap etnis muslim Rohingya.
"Mengutuk segala bentuk tindakan pembantaian, pengusiran, penindasan, penyiksaan, pemerkosaan, perampasan, penangkapan, dan sejumlah tindakan tidak berprikemanusiaan lainnya yang dilakukan oleh tentara Myanmar," ujar Ketua Dewan Pimpinan MUI, Maruf Amin, dalam jumpa pers yang digelar di Jakarta, Rabu (25/7/2012).
Menurutnya, tindakan Pemerintah Myanmar itu telah menyesah hak-hak kemanusiaan umat Rohingya, sehingga tidak dapat ditolerir atas nama apapun. "Tindakan yang dilakukan oleh tentara Myanmar ini tidak dapat ditolerir atas nama apapun," katanya.
Klaim Presiden Myanmar Thak Sin, yang menyatakan bahwa suku Rohingya bukan merupakan bagian dari negara Myanmar, juga dibantai oleh MUI. Menurut Sekretaris Jendral MUI, Ichwan Sam, suku Rohingya merupakan bagian dari negara Myanmar karena mereka sudah berada di sana, sebelum Myanmar merdeka.
"Mereka dibawa oleh kolonial Inggris untuk bekerja di Myanmar dari Bangladesh sebelum Myanmar merdeka," jelasnya.
Untuk itu MUI mendesak kepada Pemerintah Myanmar segera mengakui keberadaan etnis Rohingya sebagai warga negara Myanmar, dan memberikan hak yang sama seperti warga negara lainnya.
"Menuntut Pemerintah Myanmar untuk segera mengakui etnis Rohingya sebagai warga negara Myanmar dan memberikan hak-hak mereka tanpa perlakuan diskriminatif," seru Maruf.
Sejak kerusuhan di antara umat Budha, dan umat muslim Rohingya pecah di provinsi Rakhine, Pemerintah Myanmar mengambil sikap untuk mengintimidasi, mengusir, dan menyerang orang-orang Rohingya.
Menurut data MUI, sudah enam ribu orang tewas akibat tindakan represif terhadap suku Rohingya.