Fajrul Falaakh Tidak Memanfaatkan Kedekataannya Dengan Gus Dur
Gus Dur berharap Fajrul mau menggantikan sang ibunda, namun ahli hukum tata negara dari UGM itu menolak tawaran Gus Dur.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebelum mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdurrahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur sempat menyambangi ibunda Fajrul Falaakh, yakni Umroh Machfudzoh, yang saat itu menjabat sebagai anggota DPR.
Muhammad Romahurmuziy atau yang akrab dipanggil Romi, adik Fajrul dalam acara Tahlil Kenegaraan "Konsisten Mengawal Konstitusi Mengenang Almarhum Fajrul Falaakh," di kantor Komisi Hukum Nasional, Jakarta Pusat, (18/2/2014), mengingat saat itu Gus Dur berharap sang ibunda yang merupakan keturunan KH Wahab Chasbullah mau bergabung mengembangkan partai yang bisa menjadi wadah untuk warga Nahdatul Ulama (NU).
Sang ibunda pun ikut sebagai pendiri PKB, hingga suatu saat karena faktor usia istri Prof KH Tholchah Mansoer itu memutuskan untuk berhenti berpolitik.
Gus Dur berharap Fajrul mau menggantikan sang ibunda, namun ahli hukum tata negara dari Universitas Gajah Mada (UGM) itu menolak tawaran Gus Dur.
Walau pun demikian Fajrul ikut menemani Gus Dur untuk berkonsolidasi dengan sejumlah pihak, untuk memenangkan pemilihan umum 1999.
Bahkan Fajrul juga ikut merumuskan Deklarasi Ciganjur pada 1998, yang juga ditandatangani oleh Megawati Sukarnoputri dan Amien Rais.
Pada pemilu 1999, Gus Dur pun terpilih jadi presiden. Romi mengingat banyak pihak yang berharap Fajrul mendapat potongan kue kekuasaan. Namun Fajrul memilih untuk tetap mengabdikan diri pada keilmuan.
"Saya tanya kenapa tidak jadi mentri, dia bilang di dalam (Istana) banyak yang minta kursi, akhirnya dia (Fajrul) keluar," katanya.