Kamis, 21 Agustus 2025

Muktamar Nahdlatul Ulama

PPP: NU Harus di Atas dan Untuk Semua Golongan

Jangan sampai menjadi jargon yang justru ditumpangi kepentingan liberalisme, pluralisme, dan relativisme, agama.

Penulis: Hendra Gunawan
TRIBUN/AHMAD ZAIMUL HAQ
Dari kiri: Bupati Jombang, Nyono Suharli, Ketua Umum PBNU Said Agil Siradj, Ketua Steering Committee Panitia Muktamar NU ke-33 Slamet Effendy Yusuf, Sekretaris Steering Committee, Yahya Cholil Staquf dan Ketua Pelaksana Daerah, Saifullah Yusuf (Gus Ipul) di sela jumpa pers jelang pembukaan Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang, Jumat (31/7). Muktamar NU ke-33 akan dibuka Presiden RI, Joko Widodo. SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyerukan lima hal terkait dengan digelarnya Muktamar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jombang, Jawa Timur.

M. Romahurmuziy, Ketua Umum DPP PPP dalam rilisnya yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (1/8/2015) menyerukan lima suara yaitu:

1. Dapat tercipta pelaksanaan musyawarah yang aspiratif, sejuk dan tertib.

2. Konsep pemilihan pimpinan PBNU, baik rais 'aam maupun ketua umum tanfidziyah, hendaknya didasarkan atas aspirasi mayoritas muktamirin, mengingat muktamar sesuai ad/art NU, adalah forum tertinggi kedaulatan anggota. Pemaksaan konsep tertentu, apakah ahlul halli wal 'aqdi (ahwa) atau lainnya, hanya akan menjauhkan muktamar dari semangat kedaulatan muktamirin.

3. Pimpinan PBNU ke depan, hendaknya adalah figur yg mampu berdiri di atas dan untuk semua golongan. Khittah NU 1926 yg ditegaskan dalam Muktamar NU di Situbondo (1984) dan Lirboyo (2009) harus teguh dijadikan pedoman, untuk tidak membuat NU turun pangkat menjadi milik golongan atau kekuatan politik tertentu. Dengan besaran jumlah pengikut dan moderasinya, NU tidak sepatutnya direduksi menjadi hanya alat, bahkan 'onderbouw' kekuatan politik atau golongan tertentu. Pemimpin NU ke depan harus mampu meletakkan dirinya imparsial dalam menjawab tantangan global, bukan mereduksi diri pada kepentingan primordial, taktis, bahkan, partisan.

4. Jargon "Islam Nusantara" yang diniatkan mewadahi moderasi dan kesemestaan hadirnya Islam, hendaknya merupakan cerminan ideal Islam yang merupakan salah satu pilar peradaban. Jangan sampai menjadi jargon yang justru ditumpangi kepentingan liberalisme, pluralisme, dan relativisme, agama.

5. NU ke depan, adalah NU yg mengayomi seluruh agama, seluruh ormas Islam, seluruh partai politik, seluruh lembaga negara, seluruh lapisan sosial masyarakat, seluruh bangsa Indonesia, dan ... seluruh dunia.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan