Budayawan Mohamad Sobary Dukung Ahok Semprot Aktivis Anti-Tembakau
"Sikap Ahok ini harus didukung. Beliau tokoh nasiolis yang tegas melindungi bangsanya."
Penulis:
Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM JAKARTA- Budayawan Mohamad Sobary menilai, sikap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang melabrak aktivis antirokok termasuk mahasiswa dan media asing yang arogan minta membubarkan penyelenggaraan World Tobacco Process and Machinery (WTPM) sudah tepat.
Ajang WTPM sendiri rencananya akan berlangsung dua hari di Jakarta, mulai 27 sampai 28 April 2016.
"Sikap Ahok ini harus didukung. Beliau tokoh nasiolis yang tegas melindungi bangsanya. Kita dukung," kata Sobary saat dihubungi wartawan, Kamis (7/4/2016).
Seperti diketahui, Kamis (7/4/2016) lalu, Ahok menceramahi aktivis antirokok dengan menyebut mereka tak pernah mengkritisi sepak terjang industri farmasi selama ini di Indonesia.
Kemarahan Ahok muncul ketika para aktivis antirokok berniat menyerahkan sebuah kotak berisi petisi penolakan penyelenggaraan WTPM di Jakarta yang ditandatangani melalui situs Change.org.
Para aktivis antirokok sebagian besar terdiri dari mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Kepada mereka, Ahok mengatakan dikrinya tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan WTPM. Sebab, ia menyebut penyelenggaraan WTPM berlangsung di Kemayoran yang dimiliki Sekretariat Negara, bukan lahan Pemerintah Provinsi DKI.
"Tugas saya adalah mengadministrasi keadilan sosial. Kalian kan mahasiswa, harus tahu berapa banyak petani tembakau. Kan ada yang bilang pemasukan pajak tembakau tidak seimbang dengan biaya pengobatan orang yang kena kanker paru-paru karena rokok," kata Ahok.sepet
"Anda harus hitung dulu yang benar. Efek kerjanya berapa banyak. Jangan sampai orang kehilangan kerja, lho. Kita harus duduk sama-sama. Anda masukin semua produk farmasi, rokok-rokok sintetis, pernah teliti enggak itu bisa bikin kanker apa enggak. Asing jangan atur-atur Indonesia," lanjut Ahok.
Sikap Ahok semacam menurut Kang Sobary sudah tepat. Ini karena Pemerintah Indonesia menyatakan rokok bukan produk ilegal. Apalagi selama ini rokok ikut berkontribusi besar pada perekonomian dan ikut menghidupi jutaan petani tembakau.
"Sebaiknya kalangan anti rokok lebih banyak lagi membaca tidak asal bicara," tegas Sobary.
Sobary menambahkan, jika mereka tetap memaksakan penutupan pameran WTPM, itu artinya kalangan antirokok akan berhadapan dengan aparat penegak hukum.
"Terserah mereka kalau mau benturan dengan polisi," tandas Sobary seraya menyatakan bahwa kegiatan WTPM sudah memperoleh izin dari polisi.
Sobary mewanti-wanti agar aktivis antirokok untuk tidak memaksakan kehendak karena regulasi yang selama ini berlaku juga untuk tujuan keadilan sosial, tidak hanya demi kepentingan satu kelompok.
Menurut Sobary, masalah ancaman gangguan kesehatan tidak bisa dijadikan alasan melarang penyelenggaraan kegiatan semacam WTPM.
Penyakit kanker, salah satu penyakit akibat rokok, lebih berpotensi dari makanan berbahaya dibandingkan rokok. Pasalnya, kanker gara-gara makan makanan formalin lebih banyak daripada yang merokok.
Sobary menilai, selama ini banyak kalangan yang tidak mampu melihat sisi positif sektor tembakau.
Hal tersebut terjadi karena mereka umumnya sudah dipengaruhi kepentingan lobi-lobi asing.
"Kapitalis dan kaum lobbyst sudah masuk. Pemerintah masuk ke dalam blok persaingan dalam hal industri farmasi. Keberpihakan pemerintah pada mereka menunjukkan suksesnya kerja para pelobi itu," tegasnya.
Dia berharap para pengkritik industri di sektor tembakau bisa berpikir lebih jernih. Menurutnya, di balik asap rokok kretek yang mengepul, ada ideologi dan nasionalisme yang didengungkan para petani untuk untuk membela kehidupan bangsa.
Menurut Sobary, ada begitu banyak regulasi mengenai kesehatan di Indonesia yang sudah disusupi kepentingan kapitalis asing. Misalnya, ketentuan tentangFramework Convention on Tobacco Control (FCTC) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menurutnya sangat merugikan para petani tembakau.
"Campur tangan kepentingan asing yang sangat merugikan kepentingan bangsa kita, ternyata ada saja orang Indonesia yang tidak bersedia memihak kepentingan Indonesia," kata Sobary.