Korupsi KTP Elektronik
Takut Kalah di Pengadilan, ICW: KPK Hati-hati Tangani Korupsi e-KTP
Tama S Langkun berpendapat penyidik KPK menerapkan prinsip kehati-hatian.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus mega korupsi berupa proyek pengadaan e-KTP yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun saat ini baru menghasilkan dua terdakwa yang sudah disidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Banyak pihak meyakini kasus ini akan menjerat nama-nama besar dari beragam kalangan.
Hal ini makin dikuatkan dengan pernyataan dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo.
Di Istana Negara, Agus Rahardjo menyatakan kasus ini akan menyeret banyak nama besar.
Dia berharap kasus e-KTP tidak menimbulkan kegaduhan politik.
Menanggapi hal ini, Peneliti Investigasi Indonesian Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun berpendapat penyidik KPK menerapkan prinsip kehati-hatian.
Ini berkaca pada kekalahan KPK saat putusan Pengadilan Tipikor, Pekanbaru yang menjatuhkan vonis bebas pada mantan anggota DPRD Riau, Suparman.
Dalam putusannya, majelis hakim yang dipimpin oleh Rinaldi Triandiko menyatakan Suparman yang adalah Bupati Rokan Hulu non-aktif dinyatakan tidak terbukti menerima suap dari mantan Gubernur Riau, Anas Ma'mun soal pengesahan R-APBDP Riau tahun anggaran 2014 dan RAPBD Riau 2015.
Terlebih sebelum putusan Suparman, ada terdakwa lain yang telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman.
Diantaranya mantan anggota DPRD Riau, Ahmad Kirjauhari yang dijatuhi hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan penjara.
Dalam putusan pada Kirjauhari, ada nama Suparman dan mantan Ketua DPRD Riau, Johar Firdaus sebagai pihak yang bersama-sama menerima suap dari Annas Ma'mun.
Pengadilan Tipikor Pekanbaru juga menjatuhkan hukuman lima tahun dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan penjara pada Johar Firdaus.
Padahal Suparman dan Johar diajukan sebagai terdakwa dalam surat dakwaan yang sama.
"Saat KPK kalah dari Bupati nonaktif Rokanhulu itu jadi refleksi KPK. Makanya KPK hati-hati kenapa baru menjadikan dua nama sebagai tersangka dan terdakwa," tegas Tama S Langkun.
Tama S Langkun menyatakan saat ini KPK masih menyusun konstruksi untuk memastikan ada kegiatan secara bersama-sama agar tidak lagi kalah di pengadilan.
"KPK saya yakin masih menyusun konstruksi pasti. Nanti ini akan jadi modal tambahan bagi KPK saat keputusan inkrah," katanya.