Korupsi KTP Elektronik
Yorrys Sebut Golkar Sudah Punya Strategi Jika Setya Novanto Ditetapkan Tersangka
Juru Bicara Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, Nurul Arifin menegaskan tidak akan ada Musyawarah Nasional Luar Biasa (Partai Golkar.
Penulis:
Ferdinand Waskita
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, Nurul Arifin menegaskan tidak akan ada Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar.
Meski Novanto sudah dicekal terkait kasus dugaan korupsi KTP elektronik Partai Golkar tetap solid menyokong Setya Novanto sebagai Ketua Umum.
"Tidak ada munaslub. Semua solid di belakang Ketua Umum Setya Novanto. Jangan menghakimi sebelum ada keputusan apapun," ujar Nurul.
Pernyataan Nurul tersebut merespon adanya gejolak di internal partai berlambang pohon beringin yang menghendaki konsolidasi mengarah ke Munaslub apabila KPK menetapkan Setya Novanto menjadi tersangka kasus dugaan korupsi E-KTP.
Terlebih lagi kata Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Partai Golkar Yorrys Raweyai, elektabilitas Partai Golkar tergerus akibat sang Ketua Umum Setya Novanto terseret kasus dugaan korupsi e-KTP.
Ia menuturkan elektabilitas partainya stabil di kisaran 9 persen usai pemilihan presiden tahun 2014.
Kemudian, elektabilitas tersebut naik saat partai Golkar memutuskan memberikan dukungan kepada Presiden Joko Widodo.
Baca: Sang Istri Pasrah Nyawa Indrayadi Tak Tertolong
"Setelah Munaslub 14-16 Mei 2016 dengan memberikan dukungan kepada Jokowi untuk 2019 maka elektabilitas Golkar dalam waktu ke waktu naik cukup signifikan," kata Yorrys.
Elektabilitas Golkar mencapai 15 persen saat mendukung Jokowi di 2019. Namun, elektabilitas itu kemudian menurun setelah mencuat kasus e-KTP.
Kasus yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu menyeret nama Setya Novanto.
"Tetapi dengan berbagai macam kejadian akhir-akhir ini seperti kasus e-KTP. Elektabilitas relatif stagnan dan menurun," kata Yorrys.
Yorrys menilai Partai Golkar harus mengambil langkah-langkah untuk mengembalikan elektabilitas partai jelang Pilkada 2018, Pilpres, dan Pileg 2019 mendatang.
Sebab posisi Ketua Umum nantinya akan sangat terasa saat verifikasi faktual partai pada Agustus 2017 mendatang.
"Kalau memang ada gerakan di situ tidak bisa melakukan faktual kita akan di diskualifikasi, ini menjadi masalah tersendiri," kata Yorrys.
Yorrys meyakinkan partai berlambang beringin itu sudah punya strategi seandainya Novanto ditetapkan menjadi tersangka. Namun, dia enggan membeberkannya.
"Sekarang sudah dicekal, persidangan masih terus. Kita itu berbicara ada landasan hukum, AD/ART sudah kita wacanakan. Kalau bicara ini, ada kalender politik yang mengatakan Juni sudah ada Pilkada, nanti Agustus itu verifikasi faktual, ada penahapan penjaringan calon-calon legislatif. Apa yang harus kira lakukan kalau misal sampai terjadi ini," ujar Yorrys.
"Banyak opsi tapi tidak untuk publik. Kalau dia jadi tersangka, masa kita diam? Pasti ada implikasi terhadap Partai Golkar. Skenario, masa bicara ke kalian, masa cerita ke kalian (wartawan), kan internal," sambungnya.
Golkar pun sudah melakukan upaya konsolidasi agar tetap solid. Namun Golkar tak ingin terlalu reaktif saat ini.
"Kita lebih bagus responsif daripada reaktif. Artinya, proses hukum sudah ada dari biasa dia jadi saksi dan dia dicekal, prosesnya masih berjalan. Sebagai suatu jalan parpol maka perlu ada konsolidasi jadi mengantisipasi berbagai opsi-opsi apabila ada sesuatu, jangan terkesan reaktif akhirnya nanti ribut kiri kanan," kata Yorrys.
KPK Periksa Farhat
Sementara itu penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan ulang pemeriksaan pengacara Farhat Abbas hari ini.
Penjadwalan ulang dilakukan karena pada pemeriksaan Jumat (21/4/2017) lalu, Farhat yang seharusnya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka pemberian keterangan tidak benar terkait sidang korupsi e-KTP, Miryam S Haryani (MSH), berhalangan hadir.
"Saksi Farhat Abbas kami jadwal ulang pemeriksaan pada Rabu (26/4/2017) dengan agenda pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka MSH," ucap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Febri mengatakan pemeriksaan Farhat Abbas masih ada kaitannya dengan pemeriksaan pada saksi lainnya yang juga pengacara, Elza Syarif pada Senin (17/4/2017) lalu.
Sayangnya Febri enggan membocorkan soal materi apa saja yang akan dikonfirmasi ke Farhat Abbas.
Diungkapkan Febri, Farhat Abbas turut diperiksa lantaran diduga mengetahui soal kasus yang menyeret Miryam sebagai tersangka.
"Dia (Farhat Abbas) diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi, dalam hal ini sebagai pengacara, sama seperti saksi sebelumnya yang juga pengacara," terang Febri.
Dikonfirmasi apakah pemeriksaan pada Farhat Abbas, yang juga anak mantan Hakim Agung tidak akan mempengaruhi pemeriksaan, Febri menjawab hal itu tidak akan berpengaruh.
"Siapapun saksi yang kami pandang relevan dengan kasus pasti diperiksa. KPK sudah pernah periksa berbagai kalangan baik dari Pemerintah Pusat, daerah, swasta dan lainnya. Posisi jabatan sama sekali tidak mempengaruhi," tegas Febri. (fer/ter/wly)