Sabtu, 20 September 2025

Korupsi KTP Elektronik

Miryam Stres Jadi Buronan KPK

Tersangka kasus korupsi proyek KTP Elektronik (e-KTP), Miryam S Haryani, belum diketahui persembunyiannya setelah dinyatakan buron oleh KPK.

Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Dewi Agustina
KOMPAS IMAGES
Miryam S Haryani 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersangka kasus korupsi proyek KTP Elektronik (e-KTP), Miryam S Haryani, belum diketahui persembunyiannya setelah dinyatakan buron oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Namun penasihat hukum anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Hanura itu menyebut kliennya mengalami stres.

"Secara psikis klien saya pasti stres masuk dalam DPO (daftar pencarian orang/buron)," ujar Aga Khan, penasihat hukum Miryam, di Jakarta, Jumat (28/4/2017).

Menurutnya, Miryam tidak layak diberi status sebagai buron.

"Padahal kami selalu mengirimkan surat tertulis dan ada buktinya. Ini semua bukti kami kooperatif," tambahnya.

Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Miryam merupakan sosok kunci dalam kasus megakorupsi yang mengakibatkan erugian negara Rp 2,3 triliun tersebut.

Miryam juga membuat kehebohan ketika menjadi saksi perkara e-KTP yang melibatkan terdakwa Irman (mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kemendagri) dan Sugiharto (mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan, Kemendagri).

Dalam persidangan ia mencabut seluruh isi berita acara pemeriksaan (BAP) yang disusun KPK, alasannya saat penyidikan merasa tertekan.

Aga Khan minta KPK tidak membedakan kasus yang sedang menjerat kliennya dengan kasus lain.

Menurutnya, KPK seharusnya menunggu hingga ada putusan praperadilan yang diajukan Miryam terhadap KPK. Melalui praperadilan, Miryam mempersoalkan penetapan dirinya sebagai tersangka.

"Mengapa dalam kasus lain, pemeriksaan terhadap tersangka yang mengajukan praperadilan, dapat ditunda oleh KPK. Contoh, kasus Suryadharma (mantan Menteri Agama), Budi Gunawan (kepala Badan Intelijen Negara), dan Hadi Purnomo (mantan Ketua BPK)," kata Aga.

Menurutnya, sampai saat ini tim penasihat hukum belum menerima pemberitahuan mengenai status DPO Miryam S Haryani.

"Kami, penasihat hukum tidak pernah diinfokan melalui surat maupun telepon soal DPO Miryam," tambahnya.

Ketika disingngung keberadaan kliennya saat ini, Aga Khan menegaskan masih berada di Indonesia. "Iya, masih di Indonesia," katanya.

Ia menegaskan, Miryam siap menghadiri panggilan KPK sebagai saksi di kasus proyek e-KTP.

"Kita siap hadir, tetapi dipanggil sebagai saksi e-KTP. Kalau tersangka, kan jelas kami sedang praperadilan. Jadwal sidang sudah ada. Jadi hargai hak klien saya," tambahnya.

KPK sudah mengirimkan surat kepada Polri dan National Central Biro (NCB) Interpol di Indonesia, pada Kamis (27/4/2017), untuk memburu Miryam.

KPK menetapkan Miryam sebagai buron karena ia tidak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan.

Fahri Ikut Teken
Kehebohan menyangkut Miryam ini membuat sekolompok anggota DPR mengajukan usulan hak angket (hak penyelidikan) yang kemudian disetujui melalui sidang paripurna.

Pimpinan sidang paripurna, Fahri Hamzah (Wakil Ketua DPR), langsung mengetuk palu tanda persetujuan meski sejumlah anggota DPR mengajukan interupsi dan minta waktu untuk dilakukan lobi para ketua fraksi.

Fahri tercatat sebagai satu di antara inisiator hak angket, dalam kapasitas sebagai anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), padahal partainya menolak penggunaan hak tersebut.

Fahri saat ini juga tengah bersengketa dengan partainya di pengadilan, setelah dirinya dipecat dari PKS.

Fahri memenangkan sengketa dengan PKS di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun PKS mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, sehingga sengketa itu belum memperoleh putusan bersifat tetap.

"Saya PKS juga, saya neken (tanda tangan). Saya nggak tahu tapi saya teken," ujar Fahri.

Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, menyatakan sikap tegas menolak pengguliran hak angket terhadap KPK, namun tidak melarang anggotanya menandatangani usulan angket.

"Sesuai kajian fraksi dan arahan DPP, Fraksi PKS memutuskan tidak ikut menandatangani hak angket agar tidak terkesan mengganggu KPK dalam menegakkan hukum," ujar Jazuli.

Fraksi Gerindra, PKB, dan Partai Demokrat, menolak usulan hak angket.

Beragam alasan yang jadi dasar usulan hak angket dari Komisi III DPR, mulai dari penolakan KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani, hingga urusan anggaran belanja.

Wakil pengusul hak angket KPK, Taufiqulhadi membeberkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) kepatuhan KPK tahun 2015 mengenai tata kelola anggaran.

Dalam LHP KPK tahun 2015, ada 7 indikasi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Selain terkait tata kelola anggaran, Komisi III juga mendapatkan masukan serta informasi terkait tata kelola dokumentasi dalam proses hukum penindakan dugaan korupsi.

Seperti terjadi pembocoran dokumen dalam proses hukum (BAP, sprindik, dan surat cekal).

"Terdapat dugaan ketidakcermatan dan ketidakhati-hatian dalam penyampaian keterangan dalam proses hukum maupun komunikasi publik, termasuk dugaan pembocoran informasi ke media tertentu sehingga beredar nama yang kebenarannya belum dikonfirmasikan kepada yang bersangkutan," jelas Taufiqulhadi. (tribunnetwork/jar/fer)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan