Jumat, 5 September 2025

Fraksi PPP Tolak Rencana Kebijakan Sekolah Lima Hari

Fraksi PPP DPR menolak rencana kebijakan penerapan jam sekolah delapan jam dalam sehari.

Editor: Sanusi
TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
UJIAN SEKOLAH - Siswa kelas VI mengerjakan soal mata pelajaran bahasa Indonesia saat mengikuti Ujian Sekolah/Madrasah Tahun Pelajaran 2016/2017 tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), di SD Negeri Rancamanyar III, Jalan Cilebak, Desa Rancamanyar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Senin (15/5/2017). Ujian yang digelar serentak di seluruh Indonesia itu akan berlangsung hingga 17 Mei dengan mengujikan mata pelajaran bahasa Indonesia, matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Fraksi PPP DPR menolak rencana kebijakan penerapan jam sekolah delapan jam dalam sehari.

Pasalnya, belum dilakukan kajian yang mendalam atas dampak penerapan tersebut baik dampak pada siswa, guru maupun kesiapan sekolah.

Kebijakan tersebut juga berpotensi berbenturan dengan eksistensi lembaga pendidikan non formal seperti madrasah diniyah (madin) yang telah eksis bersama kehidupan masyarakat Islam Indonesia.

"Rencana Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan yang akan memberlakukan jam belajar selama 8 jam sehari dan 5 hari sekolah (Senin-Jumat) pada tahun ajaran baru Juli 2017 mendatang hakikatnya adalah program full day school yang akhir tahun lalu telah menimbulkan polemik di publik," kata Ketua Fraksi PPP Reni Marlinawati dalam keterangan tertulis, Minggu (11/6/2017).

Padahal, kata Reni, sejak awal pemerintah berkomitmen untuk melakukan kajian secara komprehensif soal rencana tersebut. Ia menilai rencana tersebut dipastikan bakal menimbulkan polemik dan kegaduhan baru di tengah masyarakat, karena sampai saat ini publik belum mendapatkan kajian atas rencana penerapan program tersebut.

Reni pun mengungkapkan persoal yang muncul akibat penerapan jam belajar selama delapan jam dalam sehari. Pertama, persoalan ketersediaan infrastuktur sekolah yang tidak memadai. "Masih banyak dalam satu sekolah dibuat dua gelombang jam sekolah, pagi dan sore karena keterbatasan lokal sekolah," kata Reni.

Kedua, kebijakan tersebut bakal menggerus eksistensi pendidikan non-formal keagamaan maupun kursus lainnya di luar jam sekolah seperti madrasah diniyah (madin) yang telah inherent dalam praktik pendidikan bagi anak-anak usia sekolah.

"Waktu belajar Madin yang dilakukan usai salat ashar setiap harinya dipastikan secara pelan tapi pasti akan hilang di tengah masyarakat. Waktu anak-anak usia sekolah akan habis waktunya di bangku sekolah," ujar Anggota Komisi X DPR itu.

Ketiga, pendidikan keagamaan melalui jalur madrasah diniyah akan semakin minim diterima anak didik, padahal di sisi lain kebijakan full day school sama sekali tidak memberikan alokasi penambahan materi pendidikan keagamaan kepada anak didik.

Oleh karenanya, PPP meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy melakukan klarifikasi secara komprehensif tentang rencana tersebut dan melakukan kajian secara komprehensif terhadap dampak penerapan kebijakan tersebut. Jangan sampai masalah ini menambah kebingungan masyarakat.

"Saat ini masyarakat khususnya wali murid tengah berkonsentrasi menyiapkan tahun ajaran baru, daftar ulang anak sekolah, dan persoalan lainnya. Rencana penambahan jam belajar tersebut jelas akan menambah persoalan yang saat ini dihdapi oleh masyarakat," kata Reni.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan