Korupsi KTP Elektronik
Pemuda Muhammadiyah: Demi Kemaslahatan Bersama, Posisi Setnov Sebagai Ketua DPR Diganti
Untuk itu Pimpinan Pemuda Muhammadiyah menilai sudah waktunya kursi Ketua DPR diganti dari tangan Setya Novanto.
Penulis:
Srihandriatmo Malau
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menghilangnya Ketua DPR RI Setya Novanto saat Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentu akan sangat mengganggu kerja-kerja institusi tinggi tersebut.
Apalagi Setya Novanto berada di pucuk pimpinan di lembaga legislatif dan wakil rakyat yang punya peran penting dalam negara ini bersama pemerintah.
Untuk itu Pimpinan Pemuda Muhammadiyah menilai sudah waktunya kursi Ketua DPR diganti dari tangan Setya Novanto.
"Dalam ketidakjelasan keberadaan tersebut, tentu akan mengganggu kerja kerja kenegaraan, mengingat posisi Setya Novanto sebagai Ketua DPR," ujar Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Virgo Sulianto Gohardi kepada Tribunnews.com, Kamis (16/11/2017).
"Demi kemaslahatan bersama, sudah semestinya posisi Ketua DPR diganti," tegas Direktur Madrasah Anti Korupsi ini lebih lanjut.
Baca: Prabowo Subianto Keluhkan Prestasi Olahraga Indonesia
Senada dengan itu Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing, secara otomatis membuat kursi Ketua DPR dan Ketua Umum Golkar kosong.
"Karena itu, bukankah jabatan SN sebagai Ketua DPR-RI dan Ketua Umum di Gokar, menjadi "kosong"?" ujar Emrus Sihombing kepada Tribunnews.com, Kamis (16/11/2017).
Untuk itu, menurut Emrus Sihombing, sangat mendesak bagi DPR untuk menyelenggarakan sidang istimewa, yang khusus untuk memilih dan menentukan Ketua DPR-RI menggantikan Setya Novanto.
Hal yang sama sejatinya kata dia, Golkar sesegera mungkin melakukan Munaslub khusus memilih dan menetapkan nakhoda baru Golkar untuk menggantikan posisi Setya Novanto.
"Menggati jabatan Setya Novanto sebagai Ketua DPR-RI dan Ketua Umum Golkar sangat penting," tegasnya.
Sebab, menghilangnya Setya Novanto setidaknya menunjukkan bahwa yang bersangkutan bukan pemimpin yang siap menghadapi seberat apapun persoalan, tidak menghormati proses hukum, merendahkan institusi hukum, khususnya KPK.
Dengan itu juga Setya Novanto tidak memberikan keteladanan sebagai pimpinan lembaga legislatif, tidak memberikan pendidikan politik yang baik.
Tak kalah pentingnya adalah sikap Setya Novanto ini sangat berpotensi menggerus citra dan elektabilitas Golkar serta dapat memperburuk penilaian publik terhadap lembaga legislatif.
"Untuk meminimalisasi kemungkinan tujuh dampak buruk tersebut, saya meyarankan, Setya Novanto segera menyerahkan diri dengan diantar pengacaranya ke KPK," ucapnya.