Korupsi KTP Elektronik
Praperadilan Terancam Gugur, Pihak Setnov Ngotot Lanjut Terus
Kusno menanyakan urgensi pihak pemohon untuk melanjutkan sidang ini hingga selesai.
Penulis:
Fahdi Fahlevi
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim tunggal Kusno yang memimpin praperadilan jilid II Setya Novanto menawarkan pihak pemohon untuk melanjutkan atau menghentikan persidangan.
Penawaran ini ditanyakan Kusno mengingat praperadilan akan gugur otomatis setelah sidang perdana perkara pokok kasus korupsi e-KTP akan segera dilaksanakan pada Rabu (13/12/2017) pekan depan.
"Yang perlu dipertimbangkan adalah mengenai sudah adanya pelimpahan perkara dan telah ditetapkannya sidang tanggal 13 Desember. Apa yang saya sampaikan bukan perintah tapi saran," ujar Kusno dalam persidangan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jln Ampera Raya, Jakarta Selatan, Jumat (8/12/2017).
Kusno menanyakan urgensi pihak pemohon untuk melanjutkan sidang ini hingga selesai.
Mengingat perkara ini akan gugur jika pada Rabu pekan depan belum juga usai.
"Apa kira-kira ada gunanya perkara ini dilanjutkan sampai tanggal 14 Desember 2017," ujar Kusno.
Namun pihak pemohon yang diwakili oleh kuasa hukumnya, Ketut Mulya Arsana, bersikukuh untuk melanjutkan persidangan.
Dirinya berkeyakinan bahwa sidang praperadilan ini bisa diselesaikan dalam waktu yang cepat atau sebelum sidang pokok perkara korupsi e-KTP
"Karena ini menyangkut hak asasi klien. kami harus dilanjutkan sampai pada tahap akhir," ujar Ketut.
Ketut berkeyakinan bahwa sidang pemeriksaan saksi sudah bisa dilaksanakan pada hari Selasa.
Sehingga pada Rabu, sidang Praperadilan sudah bisa diambil kesimpulan dan putusan.
Ketua Pengadilan juga telah menetapkan hari sidang pembacaan surat dakwaan, yakni pada Rabu 13 Desember 2017.
Berdasarkan surat yang diterima, Ketua PN Jakpus memerintahkan jaksa penuntut KPK untuk menghadirkan Setya Novanto sebagai terdakwa.
Selain itu, sesuai ketentuan putusan Mahkamah Konstitusi, perkara yang telah dilimpahkan ke pengadilan pokok perkara, bukan lagi termasuk dalam lingkup praperadilan.
Dengan demikian, hakim tunggal tidak lagi mempunyai kewenangan untuk memeriksa sah atau tidaknya penetapan tersangka.