Puluhan Pengungsi Afghanistan dan Sudan Jadi Gelandangan di Jakarta, Padati Trotoar dan Musala
Lebih dari 70 orang dewasa dan anak-anak asal Afghanistan dan Sudan memadati trotoar dan musala warga sekitar Rumah Detensi Kantor Imigrasi Jakarta.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lebih dari 70 orang dewasa dan anak-anak asal Afghanistan dan Sudan memadati trotoar dan musala warga sekitar Rumah Detensi Kantor Imigrasi Jakarta Barat, Jalan Peta Selatan, Jakbar, Sabtu (20/1/2018) siang.
Mereka merupakan pengungsi pencari suaka asal Afghanistan dan Sudan yang lebih sebulan tak mendapat tempat tinggal.
Mereka meninggalkan negara asalnya untuk mencari suaka ke Indonesia karena tempat kelahirannya dilanda perang.
Sebagian besar dari mereka mengaku terpaksa hidup di tepi jalan bak gelandangan karena tak lagi memiliki uang untuk menyewa tempat tinggal.
Semula mereka berharap mendapat tempat tinggal di rumah detensi imigrasi tersebut.
Tapi, tempat yang dikhususkan untuk Warga Negara Asing (WNA) pelanggar keimigrasian itu tak mampu lagi menampung para pengungsi.
Baca: Bom Perang Dunia Ditemukan, 2.500 Penduduk Kota Naha Jepang Terpaksa Diungsikan
Ada sekitar 30 orang yang memadati sepanjang 50 meter jalur trotoar depan Rumah Detensi Kantor Imigrasi Jakbar.
Dan lebih dari 40 orang yang didominasi wanita dan anak-anak tinggal di musala warga dekat rumah detensi tersebut.
Sebagian dari mereka mengenakan pakaian lusuh dengan sejumlah bungkusan kantong plastik, tas, kardus hingga gembolan di sampingnya.
Hanya lembaran kardus dan tikar menjadi alas tempat mereka duduk hingga beristirahat. Terpal dan langit menjadi atap mereka.
Sabtu siang itu, sejumlah warga dan pengguna jalan berdatangan dan memberikan bantuan kepada para pengungsi tersebut.
Selain makanan, mereka juga mendapat bantuan berupa pakaian dan selimut.
Beberapa pengungsi berlari kecil dan berteduh di tepi ruko saat hujan mulai turun di wilayah tersebut.
Puluhan pengungsi lainnya bertahan di trotoar, seperti dilakukan oleh pengungsi asal Sudan, Idrus (32) dan kedua anaknya.
Baca: Di Jalan Sini, ya Cuma Bambang Soesatyo yang Punya Mobil-mobil Keren
Di trotoar yang mulai diguyur hujan itu, Idrus terlihat sibuk mengenakan jas hujan berbahan plastik kepada kedua anaknya, Salim (4) dan Ahmad (5).
Jas hujan tersebut didapatkan dari pemberian warga sekitar.
Sementara, Idrus dan istrinya tak mengenakan jas hujan.
Idrus mengaku bersyukur dan beruntung karena kedua anaknya mendapat jas hujan meski berkualitas rendah.
Jas hujan tersebut dapat membantu anaknya terhindar dari sakit karena guyuran hujan.
Apalagi, lebih sepekan ini wilayah Kalideres diguyur hujan.
Idrus menceritakan, ia dan keluarganya bersama puluhan orang lainnya berangkat datang dari Sudan dengan pesawat dan tiba di Jakarta sejak pertengahan Desember tahun lalu.

Itu dilakukan karena negara asalnya tengah dilanda perang.
Dan Rumah Detensi Kantor Imigrasi Jakbar menjadi pilihan tujuannya atas saran dari temannya.
Semula, ia dan keluarganya berharap bisa mendapat tempat tinggal di dalam rumah detensi tersebut.
Namun, ia dan keluarganya terpaksa tinggal di trotoar karena rumah detensi tersebut tak lagi mampu menampung para pengungsi.
Nasib buruk juga dialami pengungsi asal Afghanistan, Yakub Hussein dan istrinya. Keduanya belum mendapatkan atap terpal dan jas hujan.
Guyuran hujan dalam sepekan terakhir membuat istri Yakub jatuh sakit.
"Istri saya sudah dua hari sakit. Karena hujan dan mungkin kelelahan," ujar Yakub dengan bahasa Inggris yang cukup fasih.
Ia juga mengaku jauh-jauh dari Afghanistan ke Indonesia karena kehidupan yang lebih baik.
Ia menceritakan, hingga saat ini masih terjadi perang antara Sudan dan Sudan Selatan.
"Saya datang kesini berharap bisa mendapatkan tempat tinggal yang layak," ucapnya lirih.
Kepala Rumah Detensi Kantor Imigrasi Jakarta Barat, Morina Harahap mengatakan, pihaknya belum bisa mengizinkan puluhan pengungsi tersebut untuk tinggal di dalam tempatnya karena rumah penampungan masih kelebihan kapasitas.
"Tempat kami sudah over kapasitas. Yang sekarang datang lagi belum ada tempat yang kosong. Ya kami tidak dapat menampung," ujarnya.
Morina mengungkapkan, rumah detensi yang dipimpinnya memiliki 51 kamar dengan kapasitas 85 sampai 102 orang.
Namun saat ini seluruh kamar tersebut sudah terisi 429 orang.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 212 orang merupakan pelanggar imigrasi dan sisanya adalah pengungsi.
Menurut Morina, lebih 70 orang asal Afghanistan dan Sudan yang saat ini tinggal di sekitar rumah detensi merupakan gelombang pengungsi kelima sejak Agustus 2017 lalu.
Sebagian gelombang pengungsi tersebut ditampung di Rumah Detensi Kantor Imigrasi Jakbar dan sebagian ditampung oleh International Organization Migrant (Organisasi Internasional untuk Migrasi/IOM).
Namun sejak pertengahan Desember, IOM pun tidak punya lagi tempat untuk menampung sehingga para pengungsi tetap tertahan di trotoar depan kantornya.
Ia mengungkapkan, banyak dari pengungsi itu merupakan bayi dan balita.
Sementara, rumah detensi tidak dirancang untuk mereka sehingga dapat berdampak pada fisik dan psikis anak-anak tersebut.
"Dari segi kemanusiaan, bayi dibawa berkerumun dengan manusia dewasa bisa berakibat fatal," ujarnya. (Tribun Network/Fahdi Fahlevi/Coz)