Pilpres 2019
Pengamat Nilai 2 Paslon Capres-Cawapres Lebih Baik Ketimbang 3 Paslon Di Pilpres 2019
Bahkan, menurut Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner, bila perlu dibatalkan dan tidak produktif diwacanakan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai agar keinginan membentuk tiga Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pilpres 2019 diurungkan.
Bahkan, menurut Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner, bila perlu dibatalkan dan tidak produktif diwacanakan.
Emrus melihat lebih baik upaya komunikasi politik diarahkan mempertemukan berbagai kepentingan para aktor dan partai politik.
Sehingga, sampai pada titik kompromi politik untuk mengusung dua Paslon pada Pilpres 2019.
Baca: Rizal Ramli Minta KPK Tak Hanya Panggil Ahli Pro Pemerintah untuk Tuntaskan Kasus Bank Century
Memang kata dia, dari aspek normatif, membentuk tiga pasangan Balon, bisa saja dilakukan.
Namun, dari aspek demokrasi yang berlaku di Indonesia, dua atau tiga Paslon tidak ada bedanya.
"Sebab, pemenang pada putaran pertama, tidak otomatis menjadi Presiden dan Wakil Presiden, tidak seperti pada seluruh Pilkada di Indonesia, kecuali DKI Jakarta," ujar Emrus kepada Tribunnews.com, Senin (23/4/2018).
Karena, katanya, pemenang pertama dan kedua masuk pada putaran kedua untuk menentukan pemenang. Dengan demikian, tetap berujung pada dua Paslon.
Oleh karena itu, menurut dia, ada dua persoalan besar bila terjadi dua putaran karena ada tiga Paslon.
Yakni pertama, dipastikan akan menyedot dana APBN yang luar biasa.
Penyelenggaraan Pilpres menjadi dua (putaran) kali merupakan pemborosan yang luar biasa hanya karena memenuhi keinginan politik beberapa partai tertentu yang ingin membentuk poros baru bertujuan membentuk pasangan Paslon ketiga.
Padahal, beberapa waktu ke depan kita harus membayar bunga dan angsuran utang luar negeri ratusan trilyun rupiah.
Kedua, paslon yang kalah pada putaran pertama dan para partai pengusungnya sebagai subyek politik, sangat terbuka kemungkinan mengarahkan kader, simpatisan dan suara pemilihnya ke Paslon tertentu.
Karena itu, terbuka peluang bagi Paslon urutan kedua pada putaran pertama menjadi pemenang pada putaran kedua.
"Artinya, paslon yang kalah pada putaran pertama dapat menjadi penentu pemenang pada putaran kedua," tegasnya.
Emrus menjelaskan, dari aspek pertukaran sosial dan politik, dukungan yang diberikan Paslon yang kalah pada putaran pertama dipastikan mendapat imbalan politik, dalam bentuk perolehan kekuasaan lima tahun ke depan.
Baca: Pemerintah Pastikan TKA Pekerja Kasar Dilarang Masuk ke Indonesia
Sebab, ada proposisi ilmiah dalam bidang Ilmu Politik yang sudah teruji dan tak terbantahkan hingga kini, "Tidak ada makan siang yang gratis" dalam dunia politik.
"Merujuk pada uraian di atas, menurut hemat saya, agar keinginan membentuk tiga Paslon pada Pilpres 2019, sebaiknya diurungkan, bila perlu dibatalkan dan tidak produktif diwacanakan," jelasnya.
"Lebih baik upaya komunikasi politik diarahkan mempertemukan berbagai kepentingan para aktor dan partai politik, sehingga sampai pada titik kompromi politik untuk mengusung dua Paslon pada Pilpres 2019," sarannya.
Sejauh ini juga baru dua Calon Presiden mendeklarasikan akan maju dalam Pilpres 2019, yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto.