Polemik Ratna Sarumpaet
Rekam Jejak Ratna Sarumpaet, Dulu Suarakan Keadilan untuk Marsinah, Kini Jadi Tersangka Penebar Hoax
Bukan hanya sekali Ratna berurusan dengan pihak berwajib. Rekam jejaknya di dunia aktivis membuatnya pernah mengakrabi penjara.
TRIBUNNEWS.COM - Kabar Ratna Sarumpaet, mulia dipukuli kemudian pengakuannya telah berbohong soal wajahnya yang lebam karena operasi plastik hingga penangkapannya cukup menggemparkan beberapa hari terakhir.
Ratna Sarumpaet ditetapkan sebagai tersangka, polisi menangkap dan membawa yang bersangkutan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya.
Polisi menetapkan Ratna menjadi tersangka lantaran menyiarkan berita atau pemberitahuan berita bohong. Maka dari itu, yang bersangkutan dijerat Pasal 14 UU Nomor 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
"Tersangka kita kenakan pasal 14 Undang-undang Nomor 1 Tahun 46 tentang peraturan hukum pidana di situ," ujar Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (4/10/2018) malam.
Selain itu, Argo juga mengatakan Ratna juga disangkakan UU No 11/2008 pasal 28 jo pasal 45 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Baca: Reaksi Berbeda Atiqah Hasiholan dan Rio Dewanto Pada Kasus Ratna Sarumpaet, Lihat Instagramnya
`Bukan hanya sekali Ratna berurusan dengan pihak berwajib. Rekam jejaknya di dunia aktivis membuatnya pernah mengakrabi penjara.
Mengutip intisari Ratna Sarumpaet sejatinya seorang akvitis sosial yang sangat vokal--bahkan sejak Orde Baru berkuasa.
Pembunuhan Marsinah, aktivis buruh yang tewas pada 1993, adalah salah satu kasus yang mendorongnya untuk aktif secara politik.
Ratna kemudian mulai menulis naskah pementasan orisinal pertamanya dengan judul "Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah" pada 1994.
Naskah teater itu ditulisnya selama satu tahun dengan gambaran jalan cerita yang lebih universal.
Tidak spesifik menyoroti Marsinah, namun mengenai nasib orang-orang yang diberlakukan tidak adil yang menuntut hak pada pihak berkuasa.
Pertunjukan teater Marsinah dipentaskan di Teater Arena, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, 16-19 September 1994.
Drama sepanjang dua jam itu mengambil setting di alam barzakh.

"Siapa yang peduli keadilan, selain korban ketidakadilan. Mereka jarang dibela," ucap Ratna Sarumpaet, sang penulis, sutradara, dan sekaligus pemeran roh wanita di atas panggung, kepada Tabloid Nova edisi September 1994.
Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah ditulis sedemikian rupa sebagai ungkapan kegelisahan Ratna terhadap kasus-kasus semacam Marsinah.
Itulah sebabnya, tidak ada kemunculan tokoh Marsinah dalam pertunjukkan.
Sebaliknya, Ratna hanya menampilkan esensi penderitaan yang dialami Marsinah.
Dan itu bisa menimpa siapa saja, termasuk pada kaum lelaki sekalipun.
Selain penulisannya yang memakan waktu lama, latihan untuk pentas itu pun membutuhkan waktu 5 bulan.
Sebelum berlatih, Ratna dan teman-temannya bahkan menyempatkan diri ke Nganjuk, Jawa Timur, untuk berziarah dan mengunjungi keluarga Marsinah untuk meminta izin atas pemakaian nama Marsinah.
Setelah berlarut-larut, atas kasus pembunuhan Marsinah, pada September 1997, Kepala Kepolisian RI menutup kasus itu dengan alasan bahwa DNA Marsinah dalam penyelidikan telah terkontaminasi.

Segera setelah penutupan kasus, Ratna menulis monolog "Marsinah Menggugat" untuk dipentaskan dalam sebuah tur ke sebelas kota di Jawa dan Sumatera.
Monolog ini kemudian dianggap sebagai karya provokatif dan tak jarang dibubarkan oleh pasukan anti huru-hara di beberapa kota saat dipentaskan.
Hal itu membuat rumah Ratna terus diawasi intel.
Semakin kecewa dengan tindakan otokratik Orde Baru Soeharto, selama pemilihan umum 1997 Sarumpaet dan kelompoknya memimpin protes pro-demokrasi.
Hingga akhirnya, pada Maret 1998, Ratna Sarumpaet ditangkap atas salah satu aksinya untuk kemudian dijebloskan ke penjara. Ia menjadi aktivis terakhir yang dipenjara Orde Baru sebelum Soeharto lengeser pada Mei 1998.
Setelah 70 hari dalam kurungan, sehari sebelum Suharto resmi lengser, barulah Ratna Sarumpaet dibebaskan.