Sabtu, 16 Agustus 2025

Pilpres 2019

Massa Masuk ke Jakarta Jelang 22 Mei, Pakai Nama 'Tur Jihad' hingga Temuan Bambu Runcing

Sementara, gerakan massa yang mungkin terjadi pada 22 Mei, disebut bukan bentuk mobilisasi dari pihak tertentu.

Editor: Hasanudin Aco
Wartakota/Henry Lopulalan
KAWAT DURI - Pagar kawat beduri sudah dipasang di depan KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng Jakarta Pusat, Selasa (14/5/2019). Polisi memperketat keamanan dengan pagar berduri dan memperbanyak petugas keamanan berjaga untuk mempersiapkan pengumuman hasil Pemilu pada tanggal 22 Mei 2019. (Warta Kota/Henry Lopulalan) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) Eva Kusuma Sundari mengungkapkan, ada tokoh yang sengaja mengumpulkan massa jelang pengumuman hasil Pemilu 2019, Rabu (22/5/2019) lusa.

Namun, tokoh tersebut tidak bertanggung jawab akan keamanan dan ketertiban, bila massa yang dikumpulkan tersebut onar.

"Upaya mobilisasi ada. Ada tokoh yang memang dengan sengaja melakukan pengumpulan massa, walaupun tokohnya itu tidak bertanggung jawab dalam keamanan. Hanya inisiasi saja, tidak fair," katanya saat dihubungi, Senin (20/5/2019).

Mobilisasi massa yang dilakukan, menurut Eva, dilakukan dengan beragam cara.

Ada yang berkedok tur jihad, ada juga yang melalui media sosial.

"Iya, dari sosmed yang munculkan memang ada mobilisasi. Bahkan tokoh Mbak Titiek aja malah menyuruh untuk datang, jangan khawatir,‎" katanya.

"Modusnya bukan hanya tur jihad. Bahkan yang dari Banten sudah datang jalan kaki. Kemudian dari Surabaya tanpa nama tur jihad," paparnya.

"Itu hanya salah satu modus, tapi mobilisasi memang secara langsung banyak. Bahkan, mobil pribadi jalan untuk menghindari sweeping di terminal dan kereta," sambung Eva.

Eva Sundari
Eva Sundari (YouTube)

Oleh karena itu, Eva mengaku mendukung langkah kepolisian yang melakukan sejumlah tindakan menjelang pengumuman hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei mendatang.

Kepolisian menindak sejumlah orang karena diduga akan memprovokasi unjuk rasa 22 Mei itu.

"Polisi adalah pihak yang paling expert dalam dua hal. Satu, penegakkan hukum. Dua, mereka menjaga kantibmas," ucapnya.

"Jadi, menurutku dalam dua portofolio itu polisi berhak melakukan apa saja. Dan tentu dia kan ahlinya untuk tahu jangan sampai ada problem ketertiban dan chaos," papar Eva.

Baca: Heboh! Tur Jihad ke Jakarta, Ada Bendahara, Pembuat Akun Medsos, dan 36 Orang Telah Mendaftar

Baca: Eva: Ada Tokoh yang Sengaja Galang Massa 22 Mei, Modusnya ada Tour Jihad

Eva mengatakan, harus fair dalam menilai tindakan yang dilakukan kepolisian sekarang ini.

Harus percaya bahwa kepolisian mampu menanggulanginya.

Ia juga mengatakan bahwa unjuk rasa 22 Mei tersebut tidak dapat dicegah, namun dapat diminimalisir agar tidak chaos.

"Menurutku enggak disetop. Mungkin dikurangi dan tindak preventif. Demokrasi enggak diganggu, tapi polisi sudah menunjukkan I Have done something untuk prevent chaos," tuturnya.

Bambu runcing

Sementara itu, ‎Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko di kantornya, Senin (20/5/2019) mengatakan razia dilakukan aparat terhadap warga yang hendak masuk Jakarta.

Yang dirazia oleh anggota Polri ialah pihak-pihak yang membawa perlengkapan yang dilarang.

"Karena kan ada anjuran membawa bambu diikat bendera merah putih. Bambunya kan bambu runcing itu. Yang seperti itu tidak boleh, untuk apa itu? Kan begitu," imbuh Moeldoko.

Ketua Harian Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Moeldoko saat sukuran kemenangan Jokowi-Ma'ruf di kantor DPP Projo, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (22/4/2019) malam.
Ketua Harian Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Moeldoko saat sukuran kemenangan Jokowi-Ma'ruf di kantor DPP Projo, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (22/4/2019) malam. (Fransiskus Adhiyuda/tribunnews.com)

Lanjut untuk yang membawa senjata tajam menurutnya hal tersebut sangat tidak ada relevansinya dengan aksi demo.

"Kalau sekedar hanya berkumpul seperti yang sudah-sudah tidak ada masalah sepanjang punya niat baik dan tidak ada kelompok yang memanfaatkan," tambah dia.

Bukan mobilisasi massa

Sementara, gerakan massa yang mungkin terjadi pada 22 Mei, disebut bukan bentuk mobilisasi dari pihak tertentu.

Melainkan, murni kesadaran rakyat untuk menjaga pemilu langsung, bersih, jujur, dan adil.

"Itu rakyat yang ingin pemilu jangan sampai curang. Ini rakyat yang bergerak, bukan kita lagi," kata CEO Sekretaris Nasional Prabowo-Sandi M Taufik, di Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin (20/5/2019).

Taufik juga menyebut, tidak ada pengerahan massa secara khusus dari Seknas Prabowo-Sandi.

Masyarakat, menurutnya, sudah sadar akan gerakan nasional kedaulatan rakyat mengawal suara mereka sampai ke tingkat teratas, di depan kantor KPU dan Bawaslu.

Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan saat menemui para rombongan dari Pamekasan Madura yang diduga akan berangkat ke Jakarta dan diamankan di Jembatan Suramadu, Senin (20/5/2019).
Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan saat menemui para rombongan dari Pamekasan Madura yang diduga akan berangkat ke Jakarta dan diamankan di Jembatan Suramadu, Senin (20/5/2019). (TRIBUNMADURA/LUHUR PAMBUDI)

Meski tidak ada pengerahan massa secara khusus, Taufik mengaku pihaknya akan tetap menerima masyarakat yang mau singgah di Kantor Seknas Prabowo-Sandi, di Jalan HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat.

"Seknas memang enggak pernah mobilisasi. Mereka datang sendiri. (Tapi) Semua orang diterima. Kami pasti terima," cetusnya.

Soal kemungkinan dirinya hadir, Taufik sedikit menekankan, bahwa gerakan kedaulatan rakyat, berasal dari rakyat, tanpa perlu dimobilisasi pihak tertentu.

"Besok kita lihat. Saya kan rakyat juga," ucapnya.

32 Ribu Aparat

Sekitar 32 ribu pasukan gabungan TNI-Polri bakal diterjunkan untuk pengamanan pengumuman hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei mendatang.

Pihak TNI-Polri hari ini mengadakan gelar pengamanan pasukan di kawasan Monas, Jakarta Pusat.

TNI-Polri mengadakan rapat koordinasi untuk menyamakan cara bertindak di lapangan.

"Jumlah pasukan saat ini sudah lebih dari 32 ribu, hampir mencapai 34 ribu pasukan TNI-Polri," ungkap Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (20/5/2019).

"Dengan jumlah pasukan sebesar itu, memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat Jakarta khususnya," sambungnya.

Puluhan orang dari sejumlah elemen di Jember menggelar aksi di depan kantor KPU Jember, Senin (20/5/2019).
Puluhan orang dari sejumlah elemen di Jember menggelar aksi di depan kantor KPU Jember, Senin (20/5/2019). (TRIBUNJATIM.COM)

Meski begitu, Mabes Polri telah menyiagakan anggotanya Polda Jawa Barat dan Polda Banten, untuk bantuan kekuatan jika dibutuhkan.

Saat ini, pihaknya menunggu laporan dan analisis dari intelijen terkait perkembangan situasi keamanan.

Dedi mengungkapkan, sejauh ini pihaknya memantau kondisi keamanan masih kondusif.

Pihak intelijen juga telah memantau pergerakan massa dari setiap wilayah.

"Dari setiap wilayah sudah mendatakan mulai dari Aceh, Jawa, sampai dengan Sulawesi, Kalimantan. Semua sudah mendatakan," tutur Dedi.

Dedi Prasetyo mengatakan, pihaknya telah mengimbau para koordinator lapangan aksi, untuk tidak memobilisasi massa dalam jumlah besar saat pengumuman hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei.

"Kami mengimbau, kita sudah komunikasi dengan koordinator lapangan untuk tidak perlu memobilisasi massa dalam jumlah besar," ujar Dedi.

Dedi mengatakan, berkat imbauan tersebut, akhirnya kelompok itu hanya mengirimkan perwakilan dari setiap daerah.

Dirinya mengingatkan agar massa melakukan aksi sesuai norma hukum. Dedi menegaskan, massa yang membawa senjata tajam bakal mendapatkan tindakan tegas.

"Sifatnya lebih ke imbauan kepada seluruh massa yang akan ke Jakarta, untuk istilahnya tetap pada koridor yang konstitusional. Jika ditemukan masyarakat bawa senjata tajam, bawa benda membahayakan, akan diproses," tegas Dedi.

Sekjen PPP Arsul Sani menilai, pengamanan yang dilakukan TNI-Polri saat pengumuman hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei, tidak akan mengurangi hak warga untuk menyampaikan aspirasinya.

Hal itu disampaikan Arsul menanggapi banyaknya personel kepolisian dari luar Jakarta yang membantu pengamanan Ibu Kota di hari pengumuman hasil Pemilu 2019.

"Saya yakin TNI dan Polri itu tidak akan mengurangi hak warga negara untuk berekspresi, berunjuk rasa, sepanjang semuanya masih dalam koridor aturan," ujar Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/5/2019).

Arsul juga memprediksi massa dari luar Jakarta akan meramaikan aksi 22 Mei.

Menurut Arsul, juga tak tertutup kemungkinan aksi itu disusupi kelompok radikal.

"Kami kebetulan yang di Komisi III (DPR) kan juga mendengar bahwa tidak tertutup kemungkin ada kelompok-kelompok yang katakanlah terafiliasi dengan organisasi atau gerakan terorisme itu akan melakukan aksi," paparnya.

Karena itu, menurut Arsul, TNI-Polri harus melakukan pengamanan guna mengantisipasi hal-hal tak diinginkan, yang bisa mengancam keselamatan masyarakat.

"Saya kira kita sudah bisa merasakan juga, bahwa dalam konteks kegiatan itu saja sudah cukup meningkat," ucapnya.

Sementara, Wakil Ketua Umum PAN Bara Hasibuan mengimbau para kadernya tak mengikuti aksi 22 Mei yang digelar di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Hal itu disampaikan Bara meski partainya bagian dari pendukung pasangan Prabowo-Sandiaga yang menolak hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 karena dugaan kecurangan.

"Saya pikir bagaimana masing-masing partai memberikan imbauan kepada para anggotanya untuk tidak ikut-ikutan gerakan apa pun itu namanya. People power atau apa sudah berganti nama," beber Bara di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/5/2019).

Selain itu, Bara menilai aksi tersebut akan menimbulkan keresahan di tengah masyakarat.

Bara menambahkan, aksi tersebut berpotensi merusak demokrasi yang dibangun pasca-reformasi.

"Pada akhirnya akan menimbulkan setback besar bagi demokrasi ya. Itu adalah tanggung jawab partai masing-masing," tuturnya.

Lebih lanjut, Bara menekankan konsep people power yang menolak hasil pemilu sangat berbahaya seandainya gerakan itu berkembang.

Berbagai pihak telah menyatakan menolak keras ajakan gerakan ini.

"Yang berbahaya ini menimbulkan delegitimasi. Menimbulkan distrust kepada lembaga demokrasi resmi yang justru sedang bekerja keras menyelesaikan proses ini," terang Bara. (Taufik Ismail/Danang Triatmojo/Fahdi Fahlevi/Chaerul Umam/Theresia).

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan