Ini Pendapat Berbeda Hakim Anwar Terkait Putusan Mantan Dirut Pertamina
Menurut dia, upaya PT Pertamina (Persero), melakukan investasi participating interest (PI) di Blok BMG Australia pada 2009 merupakan keputusan kolekti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Anwar mempunyai pendapat berbeda atau dissenting opinion pada saat majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta membacakan vonis untuk terdakwa mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Galeila Agustiawan.
"Menyatakan terdakwa Karen Agustiawan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan dakwaan primer dan subsdier," kata Anwar, saat membacakan pendapat pribadi di sidang pembacaan putusan untuk terdakwa Karen, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (10/6/2019).
Menurut dia, upaya PT Pertamina (Persero), melakukan investasi participating interest (PI) di Blok BMG Australia pada 2009 merupakan keputusan kolektif kolegial.
Di persidangan, terungkap sebelum terdakwa Karen bersama-sama dengan jajaran direksi PT Pertamina menyetujui mengakusisi, terlebih dulu meminta persetujuan dewan komisaris melalui diterbitkan surat memorandum pada 2 April 2009.
Namun, belakangan diketahui, komisaris mengatakan tidak membolehkan akusisi berdasarkan memorandum karena pengoperasian Blok BMG tidak optimal dan tidak akan menguntungkan.
Anwar melihat perbedaan pendapat antara Karen dan jajaran pihak komisaris selama proses akisisi Blog BMG di satu sisi terdakwa dan direksi berkeinginan untuk mengembangkan Pertamina dengan cara akusisi dan semata-mata untuk menambah cadangan minyak Pertamina
"Dimana terdakwa mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan yang tepat guna menjadi perbedaan pendapat tersebut tidak dapat dikatakan perbuatan menyalahgunakan hukum dan kewenangan. Karena pembuatan keptuusan yang tepat guna adalah direksi bukan di komisaris," kata Anwar.

Baca: Dissenting Opinion, Majelis Hakim Vonis 8 Tahun Penjara Mantan Dirut Pertamina
Anwar melihat bisnis minyak dan gas (migas) penuh ketidakpastian karena tidak ada yang bisa menentukan cadangan minyak di tengah laut. Meskipun sudah berhati-hati, kata dia, tetap tidak ada kepastian cadangan minyak di bawah laut.
Untuk adanya dugaan kerugian negara yang disebabkan dari aksi bisnis itu, Anwar berpendapat karena tidak serta merta kerugian itu merupakan kerugian negara karena tidak digukanan untuk kepentingan terdakwa.
Dia melihat upaya Karen bersama-sama dengan eks Direktur Keuangan Pertamina Ferederick S.T Siahaan, eks Manager Merger dan Akuisisi Pertamina Bayu Kristanto serta Legal Consul dan Compliance Pertamina, Genades Panjaitan, untuk kepentingan bisnis.
"Kepentingan bisnis akusisi BMG Australia dan transfer jelas lewat bank Australia, karena Karen belum terbukti memperkaya diri sendiri," kata dia.
Untuk melihat adanya dugaan kerugian negara sekitar Rp 568 Miliar, kata dia, harus dibuktikan apakah ada persengkongkolan antara terdakwa dan direksi pertamina lain. Hai ini dapat dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan Roc Oil Company Limited (ROC).
Namun, selama persidangan, pihak ROC tidak pernah dihadirkan ke 'meja hijau'.
Sehingga, Anwar menegaskan, perbuatan Karen bersama dengan jajaran direksi lainnya tidak dapat merugikan keuangan negara.
Baca: Polisi Tetapkan 36 Tersangka dalam Kasus Bentrok Antar Desa di Buton
"Karena tedakwa dan jajaran direksi lain dalam rangka melakukan bisnis dan usaha Pertamina. Namanya bisnis ada risiko dan ruginya. Namanya risiko bisnis sehingga kerugian tidak serta merta kerugian negara," tegasnya.
Apalagi, keputusan Karen selaku direktur PT Pertamina (Persero) dan direksi lain sudah mendapat release dan discharge pada tahun 2010 sehinga tidak perlu dipertanyakan lagi proses akusisi tersebut.
"Berdasarkan uraian terdakwa, terdakwa Karen tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer dan subsider," tambah Anwar.

Sebelumnya, Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Galeila Agustiawan, divonis 8 tahun penjara, dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan. Hakim menyatakan Karen terbukti bersalah melakukan korupsi investasi blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia.
Namun, sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Senin (10/6/2019) diwarnai dissenting opinion atau perbedaan pendapat salah satu dari lima majelis hakim yang menyidangkan perkara.
Anggota majelis hakim tiga, Anwar, mempunyai pendapat berbeda dengan empat hakim lainnya.
"Dalam putusan ada anggota majelis tiga, Anwar, berbeda pendapat dengan kami (hakim,-red) berempat," kata Emilia Djaja Subagja, hakim ketua persidangan, saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Senin (10/6/2019).
Setelah mendengarkan pendapat dari Anwar, Emilia Djaja kembali meneruskan pembacaan putusan.
"Menyatakan terdakwa Karen Agustiawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama," kata Emilia.
Pada pembacaan putusan, Emilia menyebut Karen melakukan tindak pidana bersama-sama dengan eks Direktur Keuangan Pertamina Ferederick S.T Siahaan, eks Manager Merger dan Akuisisi Pertamina Bayu Kristanto serta Legal Consul dan Compliance Pertamina, Genades Panjaitan.

Baca: Sofyan Jacob Dilaporkan Kasus Makar Bersama Eggi Sudjana dan Kivlan Zen
Hakim menyakini, Karen telah menyalahgunakan jabatan untuk melakukan investasi. Upaya investasi participating interest (PI) di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian. Selain itu, investasi itu tanpa persetujuan bagian legal dan dewan komisaris PT Pertamina.
Hakim menjelaskan, setelah SPA (Sale Purchase Agreement) ditantangani, Dewan Komisaris mengirimkan surat memorandum kepada Dewan Direksi perihal laporan rencana investasi.
"Dalam memorandum tersebut, kekecewaan Dewan Komisaris karena SPA ditandatangani tanpa persetujuan Dewan Komisaris terlebih dahulu, sehingga melanggar anggaran dasar Pertamina," urai hakim.
Selain itu, hakim menyatakan, Pertamina tidak memperoleh keuntungan secara ekonomis melalui investasi di Blok BMG. Sebab sejak 20 Agustus 2010 ROC selaku operator di blok BMG menghentikan produksi dengan alasan lapangan tersebut tidak ekonomis lagi.
Perbuatan Karen itu memperkaya Roc Oil Company Limited (ROC) Australia. Atas perbuatan itu, negara mengalami kerugian sekitar Rp 568 miliar.
Hakim menyebut, pada 20 Agustus 2010, ROC telah menghentikan produksi di Blok BMG, tetapi berdasarkan SPA (Sale Purchase Agreement) antara PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dengan ROC, PT PHE wajib membayar kewajiban biaya operasional (cash call) dari blok BMG Australia sampai dengan tahun 2012.
"Dalam hal ini menambah beban kerugian bagi PT Pertamina. Maka unsur menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi terpenuhi dan ada dalam perbuatan terdakwa," tambah hakim.
Dalam pertimbangan, hakim menilai perbuatan Karen tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Hakim menilai korupsi adalah kejahatan luar biasa.
Atas perbuatan itu, Karen dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina 2009-2014 Karen Galaila Agustiawan dituntut 15 tahun penjara dan uang pengganti Rp 284 miliar. Karen Agustiawan dinilai terbukti mengabaikan prosedur investasi di Pertamina dalam "participating interest" (PI) atas blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.