Formappi Soroti Proses Pemilihan Pimpinan DPR RI, DPD RI, dan MPR RI
Peneliti Formappi, Lucius Karus, menyoroti proses pemilihan ketua di tiga lembaga legislatif, yaitu DPR RI, DPD RI, dan MPR RI.
Penulis:
Glery Lazuardi
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus, menyoroti proses pemilihan ketua di tiga lembaga legislatif, yaitu DPR RI, DPD RI, dan MPR RI.
Menurut dia, secara umum proses pemilihan dilakukan secara musyawarah dan mufakat.
Minimal ini pengakuan yang kerap diungkapkan di pidato ketua terpilih dari tiga pimpinan lembaga tersebut.
"DPR mungkin agak berbeda dari MPR dan DPD. Di DPR proses pemilihan nyaris tak ada karena pimpinan sudah dengan jelas menjadi jatah partai-partai yang mendapat ranking kursi terbanyak pertama sampai kelima di parlemen," kata Lucius Karus, saat dihubungi, Minggu (6/10/2019).
Baca: Pasangan Tanpa Busana Asyik Berpelukan Terekam Kamera Google Street View
Dia menjelaskan, aturan soal porsi kursi pimpinan DPR semestinya tidak layak dikatakan sebagai pemilihan pimpinan.
Mereka lebih tepat disebut penunjukan.
"Jadi pimpinan DPR itu sama sekali bukan pemimpin hasil pilihan, tetapi hasil penunjukan (partai,-red). Sebagai hasil penunjukan, maka tak ada proses demokrasi dalam melahirkan pimpinan DPR terpilih," kata dia.
Ukuran siapa yang akan menempati kursi ketua DPR RI, kata dia, ditentukan selera ketua partai.
Dengan demikian, dia menegaskan pimpinan DPR sesungguhnya wajah parpol yang hadir langsung dan menggawangi parlemen.
Baca: Hasil Survei LSI: 76,3 Persen Publik Setuju Presiden Jokowi Terbitkan Perppu KPK
Karena itu, dari segi independensi, pimpinan DPR tak bisa begitu independen sebagai lembaga perwakilan.
Kursi pimpinan yang diraih dari hasil penunjukan atau penugasan partai, ketika bekerja, akan selaku terarah atau bergantung pada keinginan partai.
"Sebagai jabatan yang diperoleh dari penugasan partai, pimpinan DPR akan lebih banyak menjadi pekerja partai ketimbang pekerja rakyat yang telah memilih mereka," ujarnya.
Sementara itu, untuk pimpinan MPR, dia menilai, sebagai kursi rujuk semua partai plus DPD RI.
Kursi pimpinan MPR adalah "simbol kompromi" tingkat tinggi yang melibatkan semua parpol parlemen plus DPD.
Dia mengungkapkan, proses pemilihan ketua MPR RI memang agak alot karena untuk mencapai kompromi tentu banyak hal ditukar gulingkan.
Baca: Alasan Raisa Bersedia Manggung di Batik Music Festival Candi Prambanan
"Ada yang berdagang kepentingan, ada pula yang membeli. Hasilnya Ketua MPR terpilih adalah orang yang berhasil membeli semua dagangan kepentingan yang dipasarkan pada proses lobby. Dagangan dengan nilai terbesar dan menentukan adalah amandemen UUD. Dagangan ini mengerdilkan makna UUD yang harusnya menyangkut nasib seluruh bangsa, tetapi menjadi semacam komoditas politik oleh MPR," ujarnya.
Adapun, kursi pimpinan MPR yang gemuk dinilai merusak nilai kebangsaan lembaga tersebut.
Bagaimana disebut sebagai rumah kebangsaan jika untuk menentukan pimpinan dan ketua, transaksi kepentingan dilakukan.
Terakhir, untuk pimpinan DPD RI, dia menambahkan, pimpinan seharusnya yang paling kerdil, karena itu tidak begitu berpengaruh bagi rancang bangun kelembagaan parlemen.
Baca: Polisi Duga Pria Ini sudah Rencanakan Perkosa Istri Teman Sendiri
"Proses pemilihan pimpinan yang sejak awal didesign sedemikian rupa untuk melapangkan jalan bagi kelompok atau figur tertentu akhirnya memang menghasilkan komposisi pimpinan yang tak cukup menjanjikan untuk mengangkat DPD dari keterperosokannya sebagai lembaga tak berfungsi," kata dia.
Dia menambahkan, ketua DPD RI yang mempunyai catatan perjalanan tak luput dari jepitan kasus, rasanya susah bagi lembaga DPD untuk menghasilkan terobosan, baik bagi lembaga dan bangsa.
"Lembaga DPD kian tersingkir dari pusaran kelompok berpengaruh di pusat dengan kehadiran figur-figur yang nampaknya tak sedang berjuang untuk DPD, tetapi sedang berupaya memanfaatkan DPD untuk kepentingan pribadinya dan kelompok ataupun parpol asal mereka. Lengkap sudah narasi DPD sebagai lembaga merana," katanya.