Soal Kunjungan Prabowo ke Luar Negeri, Mardani Ungkit Pesan Jokowi untuk Menhan hingga Contohkan AS
Soal kunjungan Prabowo ke luar negeri yang dibela oleh Jokowi, Mardani Ali Sera PKS ungkit pesan Jokowi soal anggaran dan contohkan Amerika Serikat.
Penulis:
Ifa Nabila
Editor:
Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera angkat bicara terkait kunjungan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ke tujuh negara dalam waktu tiga bulan di awal jabatannya.
Mardani mengungkit pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk Prabowo soal penggelembungan anggaran atau mark-up hingga harapkan Prabowo contoh Amerika Serikat.
Dilansir Tribunnews.com, hal ini diungkapkan Mardani dalam telewicara PRIME TALK unggahan YouTube metrotvnews, Kamis (23/1/2020).
Sebelumnya, Mardani memberi saran kepada Prabowo agar mengutamakan persoalan internal Kemenhan.
Sementara, kunjungan ke luar negeri bisa didelegasikan kepada jajarannya.
Ketika ditanya soal merapikan internal Kemenhan, Mardani menyebutkan contoh tindak pidana korupsi yang pernah terjadi dalam tubuh Kemenhan.
Pembawa acara Rory Asyari sempat menyebutkan beberapa contoh seperti korupsi pengadaan alutsista oleh Brigjen Teddy Hernayadi yang divonis semur hidup.
Lalu mark-up anggaran helikopter yang merugikan negara Rp 224 miliar dengan tersangka 5 kalangan militer dan 1 pengusaha.
Hingga dua peristiwa korupsi pengadaan pesawat sukoi di masa pemerintahan presiden sebelumnya.
Mardani menyebut Jokowi sebenarnya sudah mewanti-wanti Prabowo dengan berkaca dari peristiwa yang lalu.
"Tadi Rory sudah menyebutkan beberapa kasus korupsi, Pak Jokowi sudah menyatakan (jangan) mark-up, mark-up, dan mark-up," ujar Mardani.

Selain itu, Mardani memberikan contoh di Amerika Serikat yang bisa menyerang Iran hanya dengan drone tanpa perlu menyerang dengan pasukan besar.
"Kita juga tahu sekarang ini bahwa dunia di dalam pertahanan sudah sangat berubah," kata Mardani.
"Amerika kemarin mampu dalam tanda kutip menghentikan Qassem Soleimani tidak dengan pesawat tempur, tetapi dengan drone," tuturnya.
Mardani menyebut ada perubahan sistem kemiliteran AS yang dianggap lebih baik dengan cara memperbaiki kualitas internal.
"Jumlah pesawat tempur di Amerika berkurang drastis, tetapi pasukan drone-nya demikian banyak, ada non-state actor," terang Mardani.
Petinggi PKS ini berharap Prabowo bisa mencontoh militer AS dengan memperbaiki kualitas internal.
Diharapkan nantinya kekuatan pertahanan Indonesia pun bisa turut maju.
"Dan keseluruhannya dalam pandangan saya akan sangat baik pada tahap awal konsolidasi ke dalam," ujar Mardani.
"Karena ketika kita ingin membangun postur kekuatan pertahanan kita yang baik, itu sebetulnya bukan ketemu pihak luar," tuturnya.
"Apalagi kita sudah punya Komite Industri Strategis Nasional."
"Menurut saya, akan lebih baik ke dalam lebih dulu agar kokoh, yang lain bisa didelegasikan," pesannya.
Kritikan Mardani
Sebelumnya, Mardani sempat membeberkan kritikannya terhadap Prabowo soal frekuensi kunjungannya ke luar negeri.
Diketahui, tujuh negara yang dikunjungi Prabowo adalah Prancis, Turki, China, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Jepang.
Prabowo menyebut tujuan kunjungannya itu untuk diplomasi pertahanan serta penjajakan persenjataan atau alutsista sebelum nanti membelinya.
Mardani sempat menyindir kunjungan Prabowo itu dengan menyandingkan pesan Jokowi untuk jajarannya agar meminimalkan kunjungan ke luar negeri.
Meski dulu sempat berkoalisi menjadi oposisi, kini Mardani merasa berhak mengkritik tindakan Prabowo.
"Yang pertama saya ingin menegaskan bahwa Pak Prabowo adalah guru saya ketika di Gerindra dengan PKS kami sangat akrab," ujar Mardani.
"Tetapi ketika Beliau sebagai Menteri Pertahanan, sebagai anggota legislatif, kita punya tugas untuk melakukan controlling, pengawasan anggaran dan lain-lain," terangnya.
Mardani mengingatkan Prabowo bahwa sebagai menteri, sepatutnya peka dengan mengamati kondisi dalam kementeriannya sendiri.
"Dalam pikiran saya, akan sangat baik pada masa-masa awal semua menteri itu mencermati kondisi internal kementerian," pesan Mardani.
"Bagaiamana posturnya, bagaimana hubungan antar staf, bagaimana roadmap-nya, lima tahun ke depan seperti apa," tuturnya.
Mardani sebenarnya enggan untuk mengkritisi Prabowo lantaran ia belum genap 100 hari menjabat.
Nantinya Mardani yakin setelah genap 100 hari maka semakin tampak bagaimana kinerja kementerian tersebut.
"Saya ditanya beberapa wartawan terkait dengan kinerja beberapa menteri, saya bilang 'Tunggu 100 hari'," ungkap Mardani.
"Setelah 100 hari kita akan tahu seperti apa roadmap menteri dan kementerian," sambungnya.
Soal kunjungan ke luar negeri itu, Mardani menyarankan Prabowo untuk memperhatikan kondisi internal kementeriannya dulu.
Sedangkan, kunjungan ke luar negeri mungkin bisa tetap dilakukan namun dengan mendelegasikan jajarannya.
"Kalau saya berpikir bagaimana merapikan di dalam terlebih dahulu, karena yang lain bisa saya delegasikan," kata Mardani.
Mardani menyebut kondisi internal kementerian lebih penting untuk diperhatikan lantaran berkaitan dengan visi misi pemerintah.
"Yang utama bagaimana pasukan di dalam ini jelas visinya mau ke mana, roadmap-nya seperti apa, bagaimana target masing-masing," papar Mardani.
"Kalau perlu ada pendekatan personal, karena good corporate governance itu tidak bisa jalan kecuali kita memang berinteraksi," sambungnya.
Pembelaan Jokowi
Sebelumnya, Jokowi sempat menanggapi sindiran berbagai pihak kepada Prabowo.
Jokowi dalam sambutan rapat Kementerian Pertahanan 2020, Kamis (23/1/2020), menyebut kunjungan Prabowo bertujuan untuk diplomasi pertahanan.
"Kalau ada yang mempertanyakan Pak Menhan pergi ke sebuah negara, itu adalah dalam rangka diplomasi pertahanan kita, bukan yang lain-lain," tegas Jokowi, dikutip dari Kompas.com.
Selain itu, Jokowi juga menjelaskan Prabowo perlu berkunjung langsung untuk mengecek alutsista yang akan dibeli Indonesia.
"Bagus atau tidak bagus. Benar atau tidak benar. Bisa digunakan atau tidak bisa digunakan, semua dicek secara detail," terang Jokowi.
"Dan itu sudah kami diskusikan dengan Pak Menhan, tidak sekali dua kali. Banyak yang enggak tahu."
(Tribunnews.com/ Ifa Nabila)