Penjelasan BMKG Soal Cuaca Panas yang Terjadi di Pertengahan Ramadan
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan panasnya cuaca akhir-akhir ini di sejumlah daerah di Indonesia.
TRIBUNNEWS.COM - Memasuki pertengahan bulan Ramadan ini sejumlah wilayah di Indonesia memiliki cuaca yang cukup panas.
Banyak masyarakat yang mengeluh panasnya suhu di siang hari dan suasana yang cenderung gerah.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan menganai hal ini.
Kasubid Peringatan Dini Cuaca BMKG, Agie Wandala Putra menyebut kondisi panas ini tidak dirasakan oleh seluruh wilayah Indonesia.
"Kalau melihat dari distribusinya sebetulnya tidak semua daerah di indonesia sedang dilanda kondisi udara yang relatif panas. Sumatra masih banyak hujan. hanya memang Jawa, Bali, Nusa Tenggara sedang dalam kondisi kering," ungkapnya kepada Tribunnews.com melalui WhatsApp, Jumat (8/5/2020).
Agie mengungkapkan suasana terik umumnya disebabkan oleh suhu udara yang tinggi dan disertai oleh kelembapan udara yang rendah.
"Terutama terjadi pada kondisi langit cerah dan kurangnya awan, sehingga pancaran sinar matahari langsung lebih banyak diteruskan ke permukaan bumi," ujarnya.
Baca: Prakiraan Cuaca BMKG 34 Kota, Jumat 8 Mei 2020: Mataram Hujan Petir, Semarang Cerah Berawan Seharian
Baca: BMKG Prakiraan Cuaca Jumat, 8 Mei 2020: Wilayah Banda Aceh Diprediksi Hujan Lebat Malam Hari
Berkurangnya tutupan awan terutama di wilayah Indonesia bagian selatan pada bulan-bulan ini disebabkan wilayah ini tengah berada pada masa transisi dari musim hujan menuju musim kemarau.
"Sebagaimana diprediksikan BMKG sebelumnya, seiring dengan pergerakan semu matahari dari posisi di atas khatulistiwa menuju Belahan Bumi Utara," jelas Agie.
Transisi musim ditandai mulai berhembusnya angin timuran dari Benua Australia (monsun Australia) terutama di wilayah bagian selatan Indonesia.
Angin monsun Australia ini bersifat kering kurang membawa uap air, sehingga menghambat pertumbuhan awan.
"Kombinasi antara kurangnya tutupan awan serta suhu udara yang tinggi dan cenderung berkurang kelembapannya inilah yang menyebabkan suasana terik yang dirasakan masyarakat," jelasnya.
Agie juga memberi penjelasan, secara klimatologis bulan April hingga Juni memang tercatat sebagai bulan-bulan dimana suhu maksimum mengalami puncaknya di Jakarta, selain Oktober dan November.
"Pola tersebut mirp dengan pola suhu maksimum di Surabaya, sementara di Semarang dan Jogjakarta, pola suhu maksimum akan terus naik secara gradual pada bulan April dan mencapai puncaknya pada bulan September-Oktober," ungkapnya.
BMKG memberi catatan meskipun tingginya suhu maksimum hari-hari ini tidak dapat dikatakan dipicu secara langsung oleh perubahan iklim.
"Namun dalam analisis perubahan iklim oleh Peneliti BMKG dengan menggunakan data yang panjang sejak tahun 1866," ujarnya.
Diketahui tren suhu maksimum di Jakarta telah meningkat signifikan sebesar 2,12 derajat celcius per 100 tahun, (Siswanto et al, 2016, International Journal of Climatology).
Demikian pula yang tercatat pada lebih dari 80 stasiun BMKG untuk pengamatan suhu udara di Indonesia dalam periode 30 tahun terakhir (Supari et al, 2017, International Journal of Climatology).
Baca: Update Virus Corona Global 8 Mei 2020: Total 3,9 Juta Orang Terinfeksi, 1,3 Juta Orang Telah Sembuh
Tak Hanya di Indonesia
Sementara itu tren suhu udara yang terus meningkat itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak tempat di dunia.
"Yang kemudian kita kenal sebagai fenomena pemanasan global," ungkapnya.
Pemantauan suhu rata-rata secara global menunjukkan hampir tiap tahun tercatat rekor baru suhu tertinggi dunia.
Badan Meteorologi Dunia (WMO) dalam rilisnya tanggal 15 Januari 2020 menyatakan bahwa tahun 2019 adalah tahun terpanas ke-2 sejak tahun 1850, setelah tahun 2016.
Analisis BMKG menunjukkan hal serupa untuk suhu rata-rata di wilayah Indonesia dimana tahun 2019 juga merupakan tahun terpanas ke-2 setelah tahun 2016.
Suhu rata-rata tahun 2019 lebih hangat 0,95 derajat celcius dibandingkan suhu rata-rata klimatologis periode 1901-2000.
Lebih lanjut Agie menjelaskan fenomena suhu udara tinggi yg terjadi saat ini tampaknya lebih dikontrol oleh pengaruh posisi gerak semu matahari dan mulai bertiupnya angin monsun kering dari benua Autralia.
"Yang berdampak pada kurangnya tutupan awan di atas wilayah Indonesia, sehingga sinar matahari langsung mencapai permukaan bumi tanpa adanya penghalang awan," ungkapnya.
Prediksi Indeks Ultraviolet (UV)
Sementara itu, BMKG mengungkapkan indeks UV berbahaya tinggi pada hari ini 8 Mei 2020 terjadi pada pukul 10.00 WIB hingga 13.00 WIB.
Terutama di wilayah Jabodetabek.
Pukul 08.00 WIB hingga 09.00 WIB memiliki Indeks UV 0-2 (risiko bahaya rendah) hingga bahaya sedang.
Pukul 10.00 WIB memiliki indeks UV bahaya tinggi.
Pukul 11.00 hingga 13.00 WIB memiliki indeks UV bahaya tinggi hingga sangat tinggi.
Pukul 14.00 hingga 15.00 WIB memiliki indeks bahaya rendah hingga sedang.
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang P)