OTT Menteri KKP
Sespri Edhy Prabowo Dicecar KPK Soal Pihak Lain yang Kecipratan Uang Izin Ekspor Benur
KPK terus telusuri aliran dana kasus suap izin ekspor benih lobster dan pihak lain yang kecipratan aliran dananya.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri aliran dana dari kasus suap izin ekspor benih lobster atau benur yang menjerat Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan.
Termasuk mengenai pihak-pihak lain yang kecipratan aliran dana dari rasuah tersebut.
Hal tersebut didalami penyidik saat memeriksa dua sekretaris pribadi (sespri) Edhy Prabowo, Fidya Yusri dan Anggia Putri, Jumat (11/12/2020).
Baca juga: Gerindra Bantah Kekalahan Pilkada di Sumbar dan Tangsel karena Pudarnya Elektabilitas Prabowo
Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, tim penyidik mencecar Fidya Yusri dan Anggia Putri mengenai aliran dana dari Edhy Prabowo dan staf khususnya Andreau Pribadi Misata kepada pihak lain.
Sumber aliran dana itu diduga berasal dari suap izin ekspor benur.
"Para saksi diperiksa penyidik seputar pengetahuan saksi mengenai dugaan adanya aliran uang yang diterima tersangka APM (Andreau Pribadi Misata) dan EP (Edhy Prabowo) kepada pihak lain yang diduga bersumber dari perizinan ekspor benur di KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan)," kata Ali dalam keterangannya, Senin (14/12/2020).
Selain aliran uang kepada pihak lain, tim penyidik juga menelusuri para eksportir yang diduga memberikan suap kepada Edhy.
Aliran uang yang diterima Edhy itu didalami penyidik saat memeriksa Amiril Mukminin dalam kapasitasnya sebagai saksi.
"Saksi AM (Amiril Mukminin) dikonfirmasi penyidik terkait pengetahuan saksi soal dugaan penerimaan uang yang diterima tersangka EP dari pihak-pihak yang berhubungan dengan perizinan ekspor benih lobster," kata Ali.
Baca juga: Kasus Edhy Prabowo, KPK Dalami Aktivitas PT ACK Dalam Pengajuan Izin Ekspor Benur di KKP
Pada hari yang sama, tim penyidik juga memeriksa Andreau.
Terhadap Andreau tim penyidik mencecarnya mengenai tugas tim uji tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.
Andreau dan stafsus Edhy lainnya Safri ditunjuk Edhy sebagai Ketua dan Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas.
Keduanya juga telah menyandang status tersangka.
"APM dikonfirmasi penyidik terkait pengetahuannya tentang pelaksanaan tugas tim uji tuntas KKP terkait ekspor benur lobster," kata Ali.
Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.
Enam orang sebagai penerima suap yakni Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misata; Pengurus PT ACK, Siswadi; staf istri Menteri KP, Ainul Faqih; dan Amiril Mukminin (swasta).
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.
Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor, satu di antaranya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.
Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.
Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo, seperti untuk keperluan saat ia berada di Hawaii, Amerika Serikat.
Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya.
Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap.
Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.