OTT Menteri KKP
Edhy Prabowo Curhat Ingin Bertemu Keluarga Secara Langsung, Ini Respons KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons permintaan eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang tidak bisa menemui keluarganya.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons permintaan eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang tidak bisa menemui keluarganya.
KPK menolak permintaan tersangka kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster atau benur itu untuk bertemu keluarga secara langsung.
Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan bahwa hal tersebut patut dilakukan demi mencegah penyebaran Covid-19 di lingkungan komisi antikorupsi.
Baca juga: Penyuap Edhy Prabowo Segera Jalani Sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta
"Perlu kami sampaikan tentu dalam situasi pandemi Covid-19 ini, kunjungan secara fisik telah dibatasi sejak Maret 2020 yang lalu," kata Ali dalam keterangannya, Jumat (22/1/2021).
Ali mengatakan kunjungan tahanan diganti dengan video call selama pandemi Covid-19.
Pihaknya khawatir penyebaran virus Covid-19 di dalam rutan tinggi bila ada pertemuan secara langsung.
"Ini adalah bagian dari upaya untuk menjaga keselamatan dan kesehatan bersama, baik itu para tahanan maupun penasihat hukum, petugas rutan, maupun pengawal tahanan," kata Ali.
Baca juga: Usai Diperiksa KPK, Edhy Prabowo Curhat Aturan Kunjungan Tahanan Daring
Ali menegaskan kebijakan ini bukan untuk membatasi hak tahanan bertemu keluarga.
Semua pihak diminta memahami situasi saat ini.
"Kami tegaskan prinsipnya hak-hak dari para tersangka maupun para penahanan di tingkat penyelidikan maupun penyidikan sama sekali tidak dibatasi oleh KPK," kata Ali.
Diwartakan sebelumnya, Edhy Prabowo meluapkan curahan hatinya usai menjalani pemeriksaan lanjutan pada Kamis (21/1/2021).
Edhy mengeluhkan mekanisme kunjungan tahanan secara daring yang ditetapkan KPK seiring mewabahnya pandemi Covid-19.
Ia meminta agar kunjungan keluarga secara tatap muka diizinkan.
Baca juga: KPK Periksa Pejabat KKP Terkait Kasus Suap Ekspor Benih Lobster Edhy Prabowo
"Kalau boleh untuk menguatkan ya boleh dijenguk langsung dengan aturan Covid-19. Kan boleh pakai masker, swab," ucap Edhy di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Edhy bahkan meminta kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk mengizinkan kunjungan keluarga di rutan.
Sebab, selama dua bulan terakhir dirinya belum bertemu dengan keluarga.
"Dalam kesempatan ini kalau bisa mohon kepada pihak yang berwenang kepada Menkumham diberikan kesempatan perizinan kunjungan keluarga. Walaupun covid saya tahu, kan Covid ada mekanisme," kata dia.
Edhy mengaku membutuhkan dukungan moral dari keluarga untuk menjalani proses hukum.
Ia juga berharap dapat bertemu dengan pengacara secara langsung untuk melakukan koordinasi.
"Sudah dua bulan bagi saya tidak mudah, saya butuh dukungan moral keluarga. Kalau bisa ya itu dijenguk langsung. Saya minta tolong walaupun terbatas enggak banyak-banyak, satu dua orang termasuk ketemu lawyer saya, karena saya butuh koordinasi," katanya.
Edhy mengatakan sudah menyampaikan permintaannya tersebut kepada penyidik.
"Sudah saya sampaikan, tapi belum surat. Saya sudah sampaikan lewat lawyer," katanya.
KPK Perpanjang Masa Penahanan Edhy Prabowo
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo serta tiga tersangka lain dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benih bening lobster atau benur.
Tiga tersangka lainnya yaitu staf khusus Edhy, Safri; pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; serta Ainul Faqih yang merupakan staf istri Edhy, Iis Rosita Dewi.
Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri menerangkan, keempatnya diperpanjang masa penahanannya selama 30 hari ke depan.
Dengan demikian, keempat tersangka penerima suap dari eksportir benur inj bakal mendekam di sel tahanan masing-masing setidaknya hingga 22 Februari 2020 mendatang.
Baca juga: Periksa Edhy Prabowo, KPK Dalami Aliran Uang dari Para Eksportir Benur
"Untuk melengkapi berkas perkara di tingkat penyidikan, tim penyidik KPK memperpanjang masa penahanan tersangka EP (Edhy Prabowo), SAF (Safri), SWD (Siswadi) dan AF (Ainul Faqih) masing-masing selama 30 hari berdasarkan penetapan pertama Ketua PN Jakarta Pusat, terhitung sejak 24 Januari sampai dengan 22 Februari 2021 di Rutan Merah Putih KPK," kata Ali dalam keterangannya, Jumat (22/1/2021).
Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang tersangka.
Enam orang sebagai penerima suap yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.
Baca juga: Usai Diperiksa KPK, Edhy Prabowo Curhat Aturan Kunjungan Tahanan Daring
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.
Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor.
Baca juga: KPK Konfirmasi Barang Sitaan Kasus Suap Benur ke Edhy Prabowo
Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.
Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.
PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp1.800 per ekor.
Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri.
Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020.
Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.
Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap.
Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.