ICW Desak KPK Usut Tuntas Skandal Pajak
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas kasus skandal perpajakan.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas kasus skandal perpajakan.
Desakan ini menyusul langkah KPK menyidik kasus dugaan suap bernilai puluhan miliar rupiah terkait penurunan nilai pajak di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
ICW menyebut dalam kasus itu, KPK telah menjerat Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Angin Prayitno Aji dan Kepala Subdirektorat 1 Kerja Sama Dukungan Pemeriksaan Dadan Ramdani.
Baca juga: KPK Panggil Komisaris Moun Cino Terkait Kasus Korupsi Bansos Juliari Batubara
Angin diduga menerima suap agar dapat merekayasa surat ketetapan pajak (SKP) dari tiga perusahaan besar, yaitu PT Jhonlin Baratama, PT Bank Pan Indonesia Tbk atau Panin Bank, dan PT Gunung Madu Plantations.
Angin dan Dadan ditetapkan sebagai tersangka bersama empat konsultan pajak selaku pemberi suap.
Nilai suapnya disebut ditenggarai mencapai Rp50 miliar.
"Penetapan tersangka sepatutnya menjadi momentum untuk menuntaskan skandal-skandal perpajakan," kata Peneliti ICW Eghi Primayogha melalui keterangannya, Senin (8/3/2021).
Egi menyatakan, skandal perpajakan termasuk yang menjerat Angin dan Dadan semakin menguatkan adanya kongkalikong antara aparat perpajakan dan wajib pajak.
Praktik lancung itu telah menjadi rahasia umum, namun proses hukum kerap tak serius untuk menuntaskan hingga ke aktor utamanya.
Baca juga: ICW: Djoko Tjandra Bisa Dihukum Seumur Hidup
ICW sendiri mencatat sepanjang 2005-2019 sedikitnya terdapat 13 kasus korupsi perpajakan yang menunjukan kongkalikong antara pihak pemerintah dan swasta.
Beberapa di antaranya, kasus yang menjerat Gayus Tambunan, pegawai negeri sipil di DJP yang diketahui menerima suap dan gratifikasi hingga Rp925 juta, 659,800 dolar AS, dan 9,6 juta dolar Singapura, serta melakukan pencucian uang.
Kasus lainnya, yakni kasus yang menjerat mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII Ditjen Pajak Kemenkeu Bahasyim Assifie yang terbukti menerima suap senilai Rp1 miliar dan terbukti melakukan pencucian uang.
Ketiga, kasus yang menjerat Dhana Widyatmika, pegawai di Ditjen Pajak yang terbukti menerima gratifikasi dengan total nilai Rp2,5 miliar, melakukan pemerasan, dan melakukan pencucian uang.
"Dari seluruh kasus tersebut, terdapat 24 orang pegawai pajak yang terlibat. Modus umum dalam praktik korupsi pajak adalah suap menyuap. Total nilai suap dari keseluruhan kasus tersebut mencapai Rp160 miliar. Ini tentu belum dihitung nilai kerugian negara akibat berkurangnya pembayaran pajak oleh wajib pajak korporasi," kata Eghi.
Untuk mengusut tuntas kasus suap pajak yang menjerat Angin, ICW meminta KPK melakukan sejumlah langkah.
ICW meminta KPK mengusut aktor-aktor lain dalam perusahaan penyuap para tersangka dan mengejar para pegawai pajak lain yang mungkin terlibat.
"Mengingat Angin merupakan pejabat tinggi di Dirjen Pajak sehingga pihak yang ditengarai terlibat berpotensi lebih luas," katanya.
Selain itu, ICW juga meminta KPK terus memeriksa perusahaan-perusahaan lain yang diduga memberi suap.
Terdapat 165 perusahaan yang teridentifikasi sebagai pungutan pajak berpotensi tinggi, namun baru tiga yang diusut, yaitu PT Jhonlin Baratama, Panin Bank, dan PT Gunung Madu Plantations.
PT Jhonlin Baratama diketahui dimiliki oleh salah seorang pengusaha besar pertambangan, yaitu Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam.
KPK juga diminta menelusuri dugaan pencucian uang dan memeriksa pihak-pihak yang namanya tercatat dalam transaksi mencurigakan pada rekening Angin.
"Kasus-kasus korupsi yang menjerat Gayus, Bahasyim Assifie, maupun Dhana Widyatmika, adalah puncak dari gunung es permasalahan korupsi pajak di Indonesia. Kini, Angin Prayitno Aji juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan suap untuk merekayasa SKP. Belajar dari ketiga kasus tersebut, sudah sepantasnya penyidik segera menelusuri juga dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh Angin Prayitno Aji," katanya.
Skandal perpajakan, kata Eghi, perlu menjadi perhatian serius seluruh pihak mengingat skandal pajak telah berulang kali terjadi dan melibatkan pejabat pajak.
Katanya, dengan berulangnya kasus serupa, sistem pengawasan internal yang berjalan saat ini gagal mencegah penyelewengan.
"Maka pada tataran tata kelola di Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani perlu me-review kembali dan membenahi sistem pengawasan internal di DJP Kementerian Keuangan agar wilayah rawan suap di lingkungan DJP dapat dipetakan dan dibenahi," katanya.
Menurut Egi, sektor pajak telah menjadi 'mainan' banyak pihak.
Bahkan terdapat pihak yang diduga membajak kebijakan guna mencari keuntungan.
Egi mencurigai, penurunan tarif pajak penghasilan bagi Wajib Pajak Badan (PPh Badan) yang tercantum dalam UU Nomor 2 tahun 2020 tentang Penanganan Covid-19 sebagai upaya pihak-pihak tertentu untuk mendapat keuntungan.
"Pengaturan tersebut telah diusulkan dalam Omnibus Law cluster Perpajakan. Namun kemudian ketentuan itu 'disisipkan' dalam UU no 2/2020 ketika pandemi muncul. Omnibus Law cluster Perpajakan sendiri urung disahkan tanpa alasan yang jelas. Ini memunculkan dugaan kuat adanya upaya sistematis dari sejumlah pihak, dan semakin kuatnya pengaruh mereka dalam pengambilan kebijakan. Jika praktik ini dapat disebut bagian dari upaya mafia perpajakan, maka skandal perpajakan dan praktik mafia perpajakan mesti dibongkar seluruhnya," katanya.