Kasus BLBI
Pemerintah Bentuk Satgas BLBI, ICW: Semacam Proses Cuci Tangan atas Revisi UU KPK
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pembentukan Satgas tagih dana BLBI sebagai proses cuci tangan pemerintah atas revisi UU KPK.
Penulis:
Shella Latifa A
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo melihat pembentukan Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara (Satgas) Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebagai proses cuci tangan pemerintah.
Pemerintah dinilai membersihkan tangan atas dampak dari revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi ( UU KPK).
Menurut Adnan, satgas ini dihadirkan sebagai usaha pemerintah mengembalikan kepercayaan masyarakat.
"Seolah-olah ada situasi di mana mereka (pemerintah) ingin mencoba untuk mengembalikan lagi trust masyarakat kepada negara mengenai perkara-perkara pelik, seperti BLBI dengan pendekatan yang lain."
"Semacam ada proses mencuci tangan dari kesalahan-kesalahan masa lalu ketika menyusun revisi Undang-Undang KPK," ucap Adnan, dikutip dari program Satu Meja The Forum di YouTube Kompas TV, Rabu (14/4/2021).
Baca juga: Yasonna Laoly Yakin Satgas BLBI Bekerja Optimal Tagih Aset Senilai Rp110 Triliun
Baca juga: Mahfud MD: Ada 48 Obligor BLBI Dengan 12 Macam Jaminan yang Problematik
Adnan tak terlalu yakin pembentukan satgas yang tertuang dalam keputusan presiden itu akan rampung menagih dana BLBI.
"Usia Kepres ini sangat singkat sampai tahun 2023, saya tidak terlalu yakin dalam kurun waktu 2 tahun pemerintah sudah bisa meng-cover Rp 110 triliun, dana yang dianggap sebagai hak yang bisa ditagih pemerintah hari ini," jelasnya.
Lebih lanjut, kata Adnan, banyak problematika penegakan hukum atas kasus korupsi yang bermunculan akibat dari revisi UU KPK.
Satu di antaranya, pelemahan KPK yang berujung terbitnya surat perintah penghentian penyidikan atau SP3 pada kasus BLBI yang menyeret Sjamsul Nursalim.

Baca juga: Pemerintah Akan Bentuk Tim Intelijen Untuk Buru Uang Negara dari Para Obligor BLBI
Baca juga: Pimpinan DPR Dukung Presiden Bentuk Satgas BLBI
Selain itu, Adnan mengatakan, banyak permasalahan yang menghambat pemerintah menangani kasus korupsi dana BLBI.
Satu contoh masalah tersebut, yakni oknum penegak hukum yang tidak serius dengan isu antikorupsi dan integritasnya.
"Pemerintah dari sejak awal upaya penanganan perkara korupsi kasus BLBI ini kan terhambat selalu dengan berbagai macam komplikasi dari penegakan hukum yang dilakukan," lanjutnya.
Masalah lainnya, adalahkedekatan obligitor BLBI dengan pejabat pemerintah.
"Kita tahu bahwa sebagian besar mereka-mereka yang menjadi obligor BLBI juga punya relasi dan hubungan yang cukup dekat dengan para elite pemerintah," kata Adnan.
Sehingga, SP3 menjadi langkah yang diambil KPK dalam menghadapi berbagai problematika tersebut.
Baca juga: KPK Buka Peluang Kembali Jerat Sjamsul dan Itjih Nursalim di Kasus BLBI, Ini Syaratnya
Baca juga: Mahfud MD Minta KPK dan Masyarakat Awasi Kerja Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI
Alasan Dibentuknya Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD membeberkan alasan dibentuknya Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI berdasarkan Keppres nomor 6 tahun 2021.
Mahfud mengatakan Keppres tersebut keluar karena dana BLBI selama ini baru berupa jaminan surat, jaminan uang, jaminan deposito dan sebagainya.
Dana tersebut, kata Mahfud, selama ini belum dieksekusi karena masih menunggu putusan Mahkamah Agung (MA).
"Karena dana BLBI itu selama ini baru berupa jaminan surat, jaminan uang, jaminan deposito dan sebagainya belum dieksekusi karena menunggu putusan MA."
"Apakah di dalam penanganannya itu sudah benar atau tidak? MA sekarang sudah membuat putusan yang itu tidak bisa kita tolak."
"Itu urusan MA," kata Mahfud dalam keterangan video dari Tim Humas Kemenko Polhukam pada Senin (12/4/2021).

Bahwa ada masyarakat masih mempersoalkan hal tersebut, kata Mahfud, silahkan lapor ke MA.
Namun, kata dia, bagi pemerintah kebijakan BLBI tahun 1998 sudah selesai dan sudah dianggap benar meskipun negara rugi karena waktu itu situasinya menghendaki itu.
"Kemudian RD, release dan discharge, pada tahun 2004 juga menurut keputusan MA juga sudah selesai."
"Oleh sebab itu, sekarang hak perdatanya kita tagih. Karena semula ini kan perjanjian perdata."
"Sudah pidananya tidak ada kata MA, maka ya kita kembali ke perdata, kita tagih sekarang," kata Mahfud.
Diberitakan sebelumnya Mahfud menegaskan pemerintah akan menagih dan memburu aset-aset terkait kasus BLBI yang mencapai Rp108 triliun.
Baca juga: Besok Mahfud MD ke KPK Minta Data Pelengkap Kasus BLBI

Hal itu menanggapi surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi terkait BLBI yang melunturkan status tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim.
"Kini Pemerintah akan menagih dan memburu aset-aset karena hutang perdata terkait BLBI yang jumlahnya lebih dari Rp108 Triliun," tutur Mahfud dalam akun Twitternya @mohmahfudmd, Kamis (8/4/2021).
Mahfud menyinggung mengenai terbitnya Keppres Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI.
"Di dalam Keppres tersebut ada 5 menteri ditambah Jaksa Agung dan Kapolri yang ditugasi mengarahkan Satgas untuk melakukan penagihan dan pemrosesan semua jaminan agar segera jadi aset negara," kata Mahfud.
Baca artikel lain terkait Kasus BLBI
(Tribunnews.com/Shella/Gita Irawan)