Rabu, 10 September 2025

Kemendagri - LKPP Dorong Proses Pengadaan Barang dan Jasa yang Lebih Transparan

Pengadaan barang dan jasa yang transparan sebagaimana isi SE tersebut juga diharapkan mendorong daya saing produk dalam negeri

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Eko Sutriyanto
Istimewa
Mendagri Tito Karnavian dalam konferensi pers di Gedung LKPP, Jakarta, Senin (31/5/2021). 

Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong proses pengadaan barang dan jasa yang lebih transparan.

Komitmen itu dituangkan dalam Surat Edaran (SE) antara Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian bersama Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Roni Dwi Susanto, bernomor 027/2929/SJ dan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Percepatan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dalam Pengelolaan Keuangan Daerah. 

“Jadi kita menandatangani surat edaran bersama yang ditandatangani 11 Mei yang lalu (11/5/2021), ada 6 area yang kita sepakati untuk menjadi arahan atau pegangan terutama bagi pemerintah daerah,” kata Mendagri dalam konferensi persnya di Gedung LKPP, Jakarta, Senin (31/5/2021). 

Mendagri memandang, Surat Edaran itu menjadi sangat penting sebagai landasan dan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan pengadaan barang dan jasa, sehingga diharapkan pengadaan barang dan jasa dilakukan dengan prinsip good governance yang sehat, sehingga APBD yang diperoleh dari rakyat dapat digunakan tepat sasaran dalam rangka mendorong pembangunan yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat. 

“Kita melihat bahwa 6 area ini cukup detail dan rinci untuk mengatur mulai dari organisasi, kemudian transparansi, digitalisasi, dll, karena pengadaan barang dan jasa kita harapkan spiritnya, filosofinya, itu dapat dilaksanakan sesuai norma dan kemudian sesuai dengan aturan,” jelasnya. 

“Dengan demikian diharapkan tepat sasaran dan kemudian terjadi transparansi menghilangkan moral hazard,” tambahnya. 

Baca juga: Kolaborasi LKPP- Bukalapak Hadirkan Program Bela Pengadaan untuk Dongkrak Omset UMKM

Pengadaan barang dan jasa yang transparan sebagaimana isi SE tersebut juga diharapkan mendorong daya saing produk dalam negeri, menguatkan data produksi UMKM, sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo

“Di samping itu juga kita melihat mendukung prinsip, visi dan misi Bapak Presiden, sehingga dengan demikian usaha menengah, kecil, mikro, ultra mikro, itu menjadi terdongkrak, salah satunya dari belanja pemerintah, dari APBD,” tukasnya. 

Dikeluarkannya Surat Edaran bersama Kepala LKPP itu diharapkan dalam pengadaan barang dan jasa, terutama pada saat perencanaan dan eksekusi kian transparan. 

Baca juga: Presiden Jokowi Dorong LKPP Lakukan Perubahan Fundamental dalam Sistem Pengadaan Barang dan Jasa

Namun, Mendagri menekankan, adanya transparansi dan prinsip tepat sasaran tersebut tak lantas menjadikan persoalan menjadi sulit dan berbelit-belit, apalagi sampai menghambat realisasi APBD. 

“Spirit untuk membuat regulasi dan memberikan guidelines agar moral hazard tepat sasaran itu tetap menjadi hal yang utama, tapi kita juga tidak ingin surat edaran ini kemudian menjadi penghambat dalam rangka untuk percepatan belanja pemerintah,” tekan Mendagri Tito. 

Kinerja Pengadaan LKPP

Sementara itu, data Kinerja Pengadaan LKPP Per 17 Mei 2021, anggaran belanja pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP) pemerintah daerah TA 2021 adalah sebesar Rp606,6 serta sebanyak Rp586,1 triliun sudah diumumkan dalam Sistem Rencana Umum Pengadaan (SiRUP).

Ini artinya, 97% total anggaran belanja PBJP Pemda sebenarnya sudah bisa dilihat dan dikompetisikan oleh para pelaku usaha.

Namun dari anggaran tersebut baru terealisir Rp43,8 triliun atau 8% .

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga menyoroti rendahnya realisasi anggaran belanja pemerintah daerah.

Presiden kemudian meminta pemerintah daerah untuk lebih mempercepat belanja agar target pertumbuhan ekonomi 7% pada kuartal II dapat tercapai.

Kepala LKPP Roni Dwi Susanto mengatakan, langkah percepatan pertama yang harus diambil oleh Pemerintah Daerah adalah dengan segera melakukan penyesuaian organisasi pengadaan barang/jasa.

Baca juga: Kemenhan Bantah Rancangan Perpres Pengadaan Alutsista Sebesar Rp 1.785 Triliun

Diantaranya, Pengguna Anggaran (PA) menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

“Apabila tidak ada PPK, maka tugas PPK dapat dirangkap oleh Kuasa Pengguna Anggaran sesuai pendelegasian dari PA.

Selain itu PA dan KPA dapat menugaskan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) untuk melaksanakan tugas PPK.

Baik PPK ataupun PPTK wajib memiliki sertifikat kompetensi PBJ, atau setidaknya memiliki sertifikat PBJ tingkat dasar," kata Roni.

Selanjutnya, dalam rangka memenuhi kewajiban penggunaan PDN (produk dalam negeri), maka Pemda wajib mengalokasikan paling sedikit 40% nilai APBD untuk usaha mikro kecil (UMK), dan koperasi.

Kemudian, perangkat daerah wajib menggunakan produk dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional apabila terdapat produk dalam neeri yang memiliki penjumlahan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40%.

Apabila ada penyedia usaha non kecil atau koperasi yang melaksanakan pekerjaan, maka wajib bekerjasama dengan usaha kecil/koperasi dalam bentuk kemitraan, subkontrak sesuai kemampuan pelaku usaha.

Pemda juga didorong untuk mengutamakan belanja PBJ kepada pedagang yang tergabung dalam marketplace yang terdaftar dalam Program Bela Pengadaan.

Untuk memperlancar transaksi pembayarannya, bendahara di masing-masing SKPD menggunakan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) dari Bank Pembangunan Daerah yang bekerjasama dengan Bank BUMN.

“Selain itu, bendaraha tidak perlu meminta bukti pertanggungjawaban seperti SPK, meterai, cap penyedia, atau bahkan tanda tangan untuk transaksi sampai dengan Rp10 juta maka cukup melampirkan bukti pembelian.“ tegas Roni.

Berikutnya, menyederhanakan bentuk kontrak dan bukti pertanggungjawaban pengadaan. Roni menyatakan dalam SEB disebutkan bahwa untuk pembelian hingga Rp 10 juta, pelaku usaha cukup melampirkan bukti pembayaran, sedangkan untuk pembelian hingga Rp 50 juta maka kewajibannya hanya menggunakan kuitansi.

Selanjutnya, untuk pengadaan barang/jasa Rp 50 juta – Rp 200 juta menggunakan Surat Perintah Kerja.

“Termasuk Jasa konsultansi paling banyak Rp 100 juta dan konstruksi paling banyak Rp 200 juta menggunakan SPK. Untuk pengadaan melalui e-purchasing cukup menggunakan surat pesanan," katanya.

Roni menyatakan, LKPP, Kemendagri dan stakeholder terkait akan melakukan langkah monitoring dan evaluasi secara periodik kinerja pengadaan barang/jasa pemerintah daerah.

Maka untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas tata kelola pengadaan, perangkat daerah diingatkan untuk memanfaatkan sistem pengadaan secara elektronik yang dikembangkan oleh LKPP.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan