Korupsi Bansos Covid di Kemensos
MAKI Nilai Hinaan Masyarakat Harusnya jadi Pemberat Vonis Juliari: Karena Melukai Rasa Keadilan
MAKI menilai hinaan masyarakat harusnya jadi faktor pemberat dari vonis Juliari Batubara yang terbukti melakukan tindak korupsi bansos Covid-19.
Penulis:
Inza Maliana
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman ikut menanggapi terkait putusan 12 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta terhadap mantan Menteri Sosial Juliari Batubara dalam kasus suap dana bansos Covid-19.
Menurut Boyamin, Juliari lebih pantas dihukum lebih berat dari vonis hakim.
Bahkan, Boyamin pun menyoroti banyaknya faktor pemberat yang bisa membuat vonis terhadap Juliari lebih tinggi.
Di antaranya, Juliari tidak mengakui perbuatannya dan tidak mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat dalam korupsi bansos Covid-19.
Baca juga: Inilah Sosok Muhammad Damis, Hakim yang Sebut Juliari Batubara Cukup Menderita Dicaci Masyarakat
"Yang memberatkan itu tidak tergambar secara jelas yang berkaitan dengan ketertutupan dari Juliari Batubara."
"Pertama tidak mengakui perbuatan dan juga tidak mengungkap pihak-pihak lain."
"Mestinya ini jadi faktor pemberat yang bisa melebihi 12 tahun," kata Boyamin, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Rabu (25/8/2021).

Dari berbagai faktor pemberat tersebut, Boyamin berharap Juliari dapat divonis sampai 20 tahun atau seumur hidup.
Boyamin juga menyoroti faktor yang meringankan hukuman Juliari akibat mendapat banyak hinaan dari masyarakat.
Menurutnya, faktor pertimbangan keringanan hukuman dari hakim tersebut tidak masuk akal.
Ia justru menilai, hinaan dari masyarakat bisa menjadi faktor pemberat vonis hakim karena telah melukai rasa keadilan masyarakat.
Baca juga: Hinaan Masyarakat Jadi Hal Meringankan bagi Eks Mensos Juliari Batubara Tuai Sorotan
"Faktor hinaan dari masyarakat, bullying, dan sebagainya harusnya jadi faktor pemberat."
"Artinya kalau dicerca masyarakat itu melukai rasa keadilan masyarakat."
"Mestinya menjadi faktor pemberat, bukan faktor yang meringankan," ungkap Boyamin.
Vonis 12 Tahun Penjara hingga Hal-hal yang Meringankan Hukuman
Diketahui, mantan Menteri Sosial RI, Juliari P Batubara resmi divonis selama 12 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (23/8/2021).
Selain mendapat kurungan pidana, Juliari juga di denda Rp 500 juta dengan subsider enam bulan kurungan penjara.
"Menyatakan terdakwa Juliari P Batubara telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut."
"Dan menjatuhkan pidana penjara selama 12 tahun dan pidana denda sejumlah Rp500 juta rupiah, dengan ketentuan apalabila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata majelis hakim, dikutip dalam tayangan Youtube Kompas TV, Senin (23/8/2021).
Selain itu, Juliari juga dituntut pidana pengganti sebesar Rp 14,5 miliar untuk kerugian negara.

Baca juga: Hakim Bacakan Vonis Hari Ini, KPK Yakin Juliari Dihukum 11 Tahun Penjara
Sekaligus, hak politik dari politisi PDI Perjuangan tersebut dicabut selama 4 tahun.
Adapun, majelis hakim menyebut Juliari terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001.
Vonis 12 tahun penjara ini lebih berat dibanding tuntutan Jaksa KPK, karena sebelumnya Juliari dituntut 11 tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Artinya, vonis majelis hakim pada hari ini membuktikan harapan Juliari agar divonis bebas telah pupus.
Di sisi lain, dalam menjatuhkan vonis terhadap Juliari hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan.
Untuk hal yang memberatkan, perbuatan Juliari dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Hakim juga menilai Juliari berbelit-belit dalam memberikan keterangan dan tidak mengakui perbuatannya.

Perbuatan terdakwa dilakukan pada saat kondisi darurat pandemi Covid-19.
"Perbuatan terdakwa dapat dikualifikasi tidak kesatria, ibaratnya lempar batu sembunyi tangan. Berani berbuat tidak berani bertanggung jawab."
"Bahkan menyangkali perbuatannya," kata hakim ketua Muhammad Damis saat membacakan amar putusan Juliari di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/8/2021), dikutip dari Tribunnews.
Sementara itu, untuk hal meringankan, Juliari disebut belum pernah menjalani hukuman sebelumnya.
Baca juga: KPK Bantah Hukum Juliari 12 Tahun Penjara Karena Tuntutan Jaksa
Hakim menilai Juliari sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dan dihina oleh masyarakat.
Menurut hakim, Juliari telah divonis oleh masyarakat telah bersalah padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Selama persidangan kurang lebih empat bulan terdakwa hadir dengan tertib, tidak pernah bertingkah dengan macam-macam alasan yang akan mengakibatkan persidangan tidak lancar. Padahal selain sidang untuk dirinya sendiri selaku terdakwa, terdakwa juga harus hadir sebagai saksi dalam perkara Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso, " kata hakim Damis.
(Tribunnews.com/Maliana/Theresia Felisiani)