Selasa, 9 September 2025

Hadapi Pelaku Kejahatan, Bagaimana Cara Membela Diri yang Dibenarkan Hukum?

Simak aturan pembelaan diri yang diperbolehkan hukum saat menjadi korban aksi kejahatan.

Penulis: Shella Latifa A
Editor: Sri Juliati
Pixabay.com
Ilustrasi hukum - Simak aturan pembelaan diri yang diperbolehkan hukum saat menjadi korban aksi kejahatan. 

TRIBUNNEWS.COM -  Kasus seorang korban aksi begal asal Medan, Sumatera Utara menjadi tersangka mendapat sorotan masyarakat.

Korban berinisial D ditetapkan sebagai tersangka, setelah diduga menikam pelaku aksi begal hingga tewas demi membela diri.

Dari kasus itu, sebagian publik menjadi khawatir untuk membela diri saat terjadi tindak kejahatan lantaran bisa berpotensi menjadi tersangka.

Lantas, bagaimana kategori pembelaan diri yang dibenarkan hukum?

Baca juga: Bisakah Pelaku Rudapaksa Anak Diputus Hukuman Mati? Ini Tanggapan Advokat

Ketua Young Lawyers Comitte DPC Peradi Samarinda, Hendrik Kusnianto menjelaskan kategori pembelaan diri yang dibenarkan hukum tertuang dalam pasal 49 KUHP ayat 1 dan 2.

Termasuk, ketika korban yang melawan pelaku kejahatan hingga membuat tewas demi membela dirinya bisa tidak dipidana.

Tindakan korban itu dinamakan pembelaan terpaksa atau darurat.

"Disebut sebagai alasan pemaaf ketika seseorang melakukan tindak pidana tetapi dengan dasar pembelaan terpaksa," kata Hendrik dalam program Kacamata Hukum Tribunnews.com, Senin (3/1/2022).

"Namun perlu digaris bawahi ada aturan main sehingga sutau perbuatan bisa dikatakan sebagai pembelaan terpaksa," imbuh dia.

Ketua Young Lawyers Comitte DPC Peradi Samarinda, Hendrik Kusnianto dalam tayangan Kacamata Hukum dengan tema 'Korban Begal Jadi Tersangka', Senin (3/1/2022).
Ketua Young Lawyers Comitte DPC Peradi Samarinda, Hendrik Kusnianto dalam tayangan Kacamata Hukum dengan tema 'Korban Begal Jadi Tersangka', Senin (3/1/2022). (Tangkapan Layar Youtube Tribunnews)

Baca juga: Siapa Pemegang Hak Asuh Anak jika Kedua Orang Tuanya Sudah Meninggal? Ini Kata Advokat

Menurut buku karya R. Soesilo berjudul KUHP serta Komentar-Komentar lengkap Pasal Demi Pasal, Hendrik menyebut ada beberapa batasan pembelaan diri yang diperbolehkan.

Pertama, korban melakukan pembelaan diri karena terpaksa dan dilakukan sangat amat perlu.

Kemudian, perbuatan pembelaan diri jugalah harus seimbang.

"Boleh dikatakan tidak ada jalan lain. Perbuatan yang dilakukan harus proporsional, harus seimbang tidak boleh serta merta full power," jelas Hendrik.

Hendrik pun memberi contoh yang dimaksud dari proposional.

Baca juga: Istri Marahi Suami Berujung Tuntutan Penjara, Ini Tanggapan Advokat

Misalnya dalam kasus tindakan pencurian, pelaku tidak membawa senjata tajam (sajam), korban tidak boleh balik mengambil sajam untuk melakukan pembelaan.

Syarat kedua, pembelaan korban dilakukan hanya terhadap kepentingan untuk membela badan, harta, kehormatan barang sendiri maupun orang lain.

Kemudian, syarat ketiga, pembelaan dilakukan karena ada serangan dari pelaku yang melawan hak dan mengancam pada saat itu juga.

"Perbuatan itu harus seketika dilakukan, bukan dalam konteks berpikir-pikir dulu baru dilakukan," tambahnya.

Baca juga: Cara Menuntut Ganti Rugi Akibat Kecelakaan, Ini Langkah Hukum yang Bisa Ditempuh

Hendrik menjelaskan, perbuatan tindak pidana demi membela diri merupakan opsi terakhir.

Artinya, dalam hal ini korban diusahakan sebisa mungkin dapat menghindar dari pelaku kejahatan.

"Itu diperbolehkan apabila memang sudah tidak ada jalan lain dan memang harus melawan, melakukan pembelaan darurat," jelas dia.

Advokat asal Samarinda itu menekankan, melakukan pembelaan diri saat menjadi korban kriminal tetap boleh dilakukan.

Sebab, hal itu termasuk hak setiap warga negara.

Baca juga: Jadi Korban Kecelakaan, Ini Jenis-jenis Kerugian yang Bisa Dituntut Ganti Rugi

Tetapi kembali lagi, sebagai negara hukum, Indonesia memiliki aturan sendiri agar cara pembelaan diri tidak dilakukan semena-semena.

Terlebih pelaku tindakan kejahatan juga memiliki hak untuk mempertahankan hidup.

"Kita boleh mempertahankan diri kita dari tindakan kejahatan, tetapi harus mengikuti aturna main yang ada di KUHP."

"Kita tidak bisa semena mena dengan bahasa 'pembelaan' untuk melakukan tindak pidana yang justru akhirnya melanggar hak asasi manusia," tandasnya.

(Tribunnews.com/Shella Latifa)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan