Kasus Minyak Goreng
Dirjen Kemendag Jadi Tersangka Kasus Minyak Goreng, Muhaimin Iskandar: Bukti Negara Punya Kekuatan
Wakil Ketua DPR RI, Muhaimin Iskandar menanggapi soal penetapan tersangka Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, KALIMANTAN TIMUR - Wakil Ketua DPR RI, Muhaimin Iskandar menanggapi soal penetapan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana sebagai tersangka kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak goreng.
"Inilah bukti bahwa negara tidak boleh kalah, pemerintah tak boleh didikte oleh pasar, pemerintah harus punya kebijakan dan keputusan," kata Cak Imin, sapaan karibnya, di Titik Nol IKN Nusantara, Penajam Paser Utara, Rabu (20/4/2022).
Dengan peristiwa tersebut, Cak Imin mengatakan bahwa negara punya kekuatan.
Lebih lanjut, Cak Imin juga menekankan pemerintah harus berani menindak siapa pun yang menghalangi program pemerintah, walaupun ia seorang direktur jenderal di kementerian.
"Ya siapapunlah yang menghalangi langkah pemerintah ya harus tunduk pada pemerintah meskipun raksasa manapun," kata Cak Imin.
Diberitakan sebelumnya, teka-teki dalang yang bermain di balik mafia minyak goreng akhirnya terungkap. Setidaknya ada empat orang yang ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut.
"Tersangka ditetapkan 4 orang," ujar Jaksa Agung RI ST Burhanuddin di Kejaksaam Agung RI, Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2022).
Keempat tersangka itu adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI Indrasari Wisnu Wardhana dan Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group.
Lalu, Togar Sitanggang General Manager PT Musim Mas dan Komisaris Wilmar Nabati Indonesia Parulian Tumanggor. Menurut Burhanuddin, penetapan tersangka itu setelah penyidik menemukan dua bukti permulaan yang cukup.
"Bukti permulaan cukup 19 saksi, 596 dokumen dan surat terkait lainnya serta keterangan ahli. Dengan telah ditemukannya alat bukti cukup yaitu 2 alat bukti," ungkap Burhanuddin.
Dalam kasus ini, Burhanuddin menuturkan para tersangka diduga melakukan pemufakatan antara pemohon dan pemberi izin penerbitan ekspor. Lalu, kongkalikong dikeluarkannya perizinan ekspor meski tidak memenuhi syarat.
"Dikeluarkannya perizinan ekspor yang seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat, telah mendistribuskan Crude palm oil (CPO) tidak sesuai dengan Domestic Price Obligation (DPO) dan tidak mendistribusikan CPO/RBD sesuai Domestic Market Obligation (DMO) yaitu 20 persen," jelasnya.
Lebih lanjut, Burhanuddin menuturkan ketiga tersangka yang berasal dari swasta tersebut berkomunikasi dengan Indasari agar mendapatkan persetujuan ekspor.
"Ketiga tersangka telah berkomunikasi dengan tersangka IWW, sehingga perusahaan itu untuk dapatkan persetujuan ekspor padahal nggak berhak dapat, karena sebagai perusahaan yang telah mendistribusikan tidak sesuai DPO dan DMO. Yang bukan berasal dari perkebunan intri," beber dia.