Bursa Capres
Pertemuan Jokowi dan Megawati Dinilai untuk Samakan Persepsi Menuju Pemilu 2024
Pengamat nilai kunjungan silaturahmi Jokowi ke Megawati adahal hal positif, mengingat selama ini ada ketegangan antara Jokowi dan Megawati.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani membeberkan isi pembicaraan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat keduanya melakukan pertemuan dalam rangka silaturahmi Lebaran 2022.
Menurutnya, pertemuan kedua tokoh tersebut membahas hal-hal strategis bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menilai, kunjungan tersebut sebagai hal yang positif, mengingat selama ini ada ketegangan antara Jokowi dan Megawati.
Silaturahmi itu juga bisa menjadi kesempatan untuk membahas berbagai isu kebangsaan, dari soal ekonomi hingga ibu kota baru.
"Saya melihat hal yang positif pertemuan itu. Karena selama ini ada ketegangan-ketegangan antara PDIP, Megawati dengan Jokowi," kata Ujang, Selasa (10/5/2022).
Baca juga: Safari ke Elit Parpol, Jalan AHY Cari Dukungan Maju 2024
Pengamat poltik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) itu juga tidak menampik adanya kemungkinan pembicaraan arah politik jelang Pemilihan Umum 2024.
Ujang juga menangkap adanya sinyal perbedaan arah politik dari kedua tokoh.
Menurut Ujang, pertemuan itu bisa jadi untuk menjajaki kemungkinan Jokowi mendukung Puan dalam kontestasi 2024.
Pasalnya, Megawati sudah menangkap gelagat arah dukungan Jokowi yang berbeda.
"Justru pertemuan kemarin ingin menyamakan persepsi. Jadi Megawati sudah terasa kelihatannya arah-arah Jokowi, yang mungkin tidak mau mendukung PDIP atau tidak mendukung Puan. Jadi bisa jadi 'bagaimana Pak Presiden Jokowi, 2024 nanti bisa mendukung kami gak?' begitu lo," kata Ujang.
Baca juga: Silaturahmi Prabowo ke Megawati Dinilai untuk Pencanangan Duet dengan Puan di Pilpres 2024
Baca juga: Anies Ultah, Balaikota DKI Banjir Karangan Bunga, Doa Jadi Presiden hingga PDIP Tagih Janji
Menurut Ujang, Jokowi dan PDIP saling membutuhkan.
Dia juga mempediksi Jokowi tidak akan sehaluan dengan PDIP dalam Pilpres 2024, karena hal itu bisa merugikan Jokowi. Ketika bakal pasangan calon yang diusung menang,
Jokowi akan kehilangan semua kekuatan politik.
"Saya melihat kemungkinan besar juga membahas persoalan di Pilpres 2024. Karena saya mengamati arah politik Jokowi dan arah politik Megawati akan berbeda. Bisa jadi nanti PDIP akan mengusulkan Puan, tetapi Jokowi mengusulkan yang lain. Jadi bisa jadi Jokowi mendukung yang tidak didukung oleh PDIP atau Megawati," ujar Ujang.
Namun, Ujang menilai Puan Maharani sebagai calon dari PDIP di Pilpres 2024 masih kurang mendapat perhatian publik, meski Puan menjabat sebagai ketua DPR.
Jika Puan hendak bersaing di Pilpres 2024, ia harus memperbaiki kinerja untuk meningkatkan nilai tawar dan mendapatkan perhatian publik.
"Mestinya seperti itu dan hari ini sudah mulai dengan mengkritik Jokowi, mengkritik pemerintah, tapi itu tidak terlalu berdampak. Karena isunya isu kecil, bukan isu besar yang menjadi fokus perhatian rakyat," ucapnya.

Silaturahmi
Sementara itu Pengamat politik dari UPN Veteran Danis TS Wahidin menangkap bahwa momen lebaran dimanfaatkan sejumlah elit politik untuk saling berkunjung, bersilaturahmi.
“Para elit ini harus selalu bertemu, baik Pak Jokowi, Ibu Megawati, Pak Prabowo, bertemu untuk untuk kemudian membicarakan persoalan-persoalan kebangsaan. Silaturahmi ini menjadi penting untuk menjaga stabilitas bangsa,” kata Pengamat politik dari UPN Veteran Danis TS Wahidin.
Bukan cuma ‘tiga serangkai’, tersebut, namun elit politik lain dari partai politik yang berbeda namun merupakan mitra strategis pemerintah.
Baca juga: Mohon Maaf Tidak Ada Open House di Rumah Ketua Umum PDIP Megawati
Pertemuan Presiden Joko Widodo dan Megawati, seperti yang disebutkan Puan Maharani dalam unggahan instagramnya, membahas hal-hal yang strategis.
Harapannya, bukan sekedar basa-basi politik, namun pertemuan ini diharapkan bisa membawa kebaikan dalam berbangsa dan bernegara.
“Pak Jokowi lebih memunculkan diri sebagai seorang presiden yang akomodatif dan menyelesaikan permasalahan kebangsaan, ekonomi, misalnya minyak, dan permasalahan yang lainnya.” ujar pria yang juga menjabat sebagai Direktur lembaga survei Indodata ini.
Ditegaskannya, jika pemerintah kompak dengan elit politik, ke depan pemerintah perlu lebih lagi mendengar suara rakyat.
“Memang harus mendengar aspirasi masyarakat, permasalahan yang ada dan menciptakan kebijakan yang akomodatif tidak diskriminatif, lalu fokus pada masalah kita, yaitu, masalah ekonomi, pendidikan, stabilitas, keamanan dan lain sebagainya,“ pungkasnya.