Terungkap! Sampah Saset Paling Banyak Cemari Perairan Bali, Produsen Diminta Lakukan Ini
Sungai Watch mengungkap 10 besar perusahaan dengan sampah kemasan yang paling mencemari Pulau Dewata.
Penulis:
Anniza Kemala
Editor:
Bardjan
TRIBUNNEWS.COM - Mengutip World Economic Forum, 16 persen dari sampah plastik yang ditemukan di perairan dan lingkungan Indonesia berasal dari kemasan saset.
Data tersebut kian diperkuat oleh laporan brand audit atas sampah plastik yang telah dilakukan Sungai Watch–lembaga swadaya di bidang lingkungan–di perairan Pulau Bali pada tahun 2021.
Laporan Sungai Watch mengungkapkan sampah plastik sekali pakai, termasuk saset, botol, dan gelas plastik banyak mencemari sungai dan perairan laut di Bali.
Dalam laporan brand audit tersebut, Sungai Watch mengungkap 10 besar perusahaan dengan sampah kemasan yang paling mencemari Pulau Dewata. Kesepuluhnya mencakup brand ternama, antara lain Danone Aqua, Wings Surya, Orang Tua Group, Santos Jaya Abadi, Unilever, Indofood, Mayora Indah, Coca-cola, Garudafood dan Siantar Top.
Tak hanya itu, laporan juga menemukan hampir separuh dari total sampah plastik yang diaudit berupa sampah saset sekali pakai. Tiga besar perusahaan dengan sampah saset terbanyak yang mencemari Bali adalah Santos Jaya Abadi, Unilever, dan Indofood.
Baca juga: Krisis Sampah Plastik, Peran Aktif Korporasi Penting untuk Wujudkan Target Pemerintah
Dari total 67 ribu item sampah saset yang diaudit, 30 persen adalah saset snack, dan persentasenya setara dengan total sampah saset produk kopi dan mie instan.
Selain sampah saset, terdapat 27.486 item atau 12 persen dari total 227.842 item sampah plastik bermerek yang diaudit, paling banyak berasal dari produsen air mineral Danone-Aqua. Rinciannya, sampah gelas plastik sebanyak 14.147 item, dan sampah botol sebanyak 12.352 item.
"Perusahaan yang paling banyak menyampah di Bali adalah Danone Aqua dengan total sampah plastik 27.486 item atau 12 persen dari total sampah plastik yang dianalisa," tulis Sungai Watch.
Brand audit diapresiasi Kemenkomarves
Melansir Kompas, Asisten Deputi Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Rofi Alhanif, mengapresiasi langkah brand audit sampah plastik di perairan Bali oleh Sungai Watch.
"Belum lama ini ada penelitian yang di Bali, brand audit atas sampah plastik sehingga ketahuan mana saja produk perusahaan yang berakhir di alam, baik itu di sungai maupun di laut," kata Rofi dalam siaran pers yang dikutip Kompas, Rabu (8/6/2022) lalu.
Rofi bahkan merujuk hasil audit tersebut dalam Dialog Nasional Penanggulangan Sampah Plastik oleh Produsen di Jakarta pada awal Juni lalu.
Ia mengatakan, brand audit sangat bermanfaat untuk mengedukasi produsen agar lebih bertanggung jawab terhadap sampah plastik yang dihasilkan. Produsen dapat menarik kembali produk dan kemasan plastik yang telah menjadi sampah.
Namun, Rofi mengakui bahwa menarik kembali produk saset yang permintaannya cenderung tinggi adalah tantangan berat, terutama di daerah yang masyarakat atau ekonominya lemah.
Baca juga: Krisis Sampah Plastik AMDK Kian Mencemaskan, WALHI Ingatkan Tanggung Jawab Besar Industri
DIperlukan solusi yang sejalan dengan Permen LHK no. 75 tahun 2019
Di saat yang bersamaan, diperlukan juga langkah dan solusi nyata dari para produsen yang sampah sasetnya banyak ditemukan di perairan Bali.
Kepala Subdirektorat Tata Laksana Produsen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ujang Solihin Sidik, mengakui adanya dilema peredaran masif produk sekali pakai yang bermasalah dari sisi kemasan (problematic packaging), terutama saset, gelas plastik, dan sedotan plastik.
Menurut Ujang, pemerintah telah mendorong produsen untuk mengadopsi penghentian (phasing-out) produksi produk dan kemasan pangan plastik berukuran mini seperti saset, gelas plastik, dan sedotan plastik, melalui Peraturan Menteri LHK Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen periode 2020-2029.
Dalam peraturan tersebut, sudah tertuang larangan penggunaan kemasan saset dengan ukuran kurang dari 50 ml atau 50 gram oleh produsen berlaku efektif 1 Januari 2030, seperti saset makanan, saset sabun, dan saset sampo.
Salah satu langkahnya adalah menggunakan monolayer untuk kemasan saset, menggunakan bahan 100 persen dapat didaur ulang; menggunakan bahan 50 persen recycled content hasil daur ulang kemasan yang diproduksi; close loop (didaur ulang menjadi kemasan yang sama), open loop (didaur ulang menjadi bahan baku produk jadi/ hilir), dan menggunakan kemasan yang dapat dimanfaatkan kembali.
"Peraturan itu berlaku untuk semua level produsen, baik besar maupun kecil. Namun dalam implementasinya, target utamanya adalah perusahaan-perusahaan besar karena merekalah kontributor terbesar sampah plastik," pungkas Ujang.