Bursa Capres
Pengamat Sarankan Megawati Lakukan Tiga Langkah Ini untuk Redam Gejolak Dewan Kolonel-Dewan Kopral
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri perlu melakukan tiga langkah ini untuk meredam gejolak terkait dengan kehadiran Dewan Kolonel dan Dewan Kopral.
Penulis:
Naufal Lanten
Editor:
Wahyu Aji
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS) Agung Baskoro pembentukan Dewan Kolonel yang diisi kader PDI Perjuangan di DPR RI.
Dewan Kolonel diisi tim sukses yang mendorong Puan Maharani (Puan) sebagai Capres.
Sementara Dewan Kopral dibentuk relawan Ganjar Pranowo untuk mengimbangi manuver sebagian elit DPR dari PDIP tersebut.
Agung mengatakan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri perlu melakukan tiga langkah ini untuk meredam gejolak terkait dengan kehadiran Dewan Kolonel dan Dewan Kopral tersebut.
“Pertama, segera memutuskan siapa capres yang dipilih oleh PDIP,” kata Agung Baskoro, Kamis (22/9/2022).
Menurut Agung, dengan memutuskan sosok capres PDIP akan meminimalisir gejolak di internal maupun di eksternal partai. Pasalnya, ia menilai dinamika tersebut dapat mempengaruhi raihan elektoral PDIP dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) maupun Pemilihan Presiden (Pilpres) mendatang.
“Baik Ganjar atau Puan sesungguhnya sama-sama memiliki keunggulan dan keterbatasan. Namun dalam konteks Puan, pekerjaan rumah lebih banyak dan paling sulit adalah soal meningkatkan elektabilitasnya,” kata Agung.
Di sisi lain, Agung memahami PDIP punya ciri khas mengumumkan capres saat menjelang waktu penentuan. Namun, kata dia, jika hal itu masih dilakukan maka partai berlambang banteng itu akan semakin sulit berkoalisi dengan partai lain yang kini sudah mulai mengerucut.
Sejumlah koalisi itu di antaranya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Koalisi Indonesia Raya (KIR), dan Poros Gondangdia (PG).
Dan poros-poros tadi sudah pula memiliki jagoannya masing-masing, baik capres maupun cawapres.
Baca juga: Pengamat Politik Sebut Dewan Kolonel dan Dewan Kopral Berpotensi Membelah Suara PDI Perjuangan
“Realitas politik ini terjadi karena memang hanya PDIP yang mampu secara mandiri memajukan paket capres-cawapres sesuai ketentuan presidential threshold. Sementara partai-partai lainnya, mesti berkoalisi dengan 1 atau 2 partai agar dapat masuk ke arena Pilpres,” katanya.
Kemudian yang kedua, perbedaan ini penting untuk segera diadaptasi oleh PDIP. Sebab , lanjut Agung, strategi politik PDIP mesti terintegrasi jika ingin menang tiga kali berturut turut dalam Pileg dan Pilpres.
Artinya strategi coatail effect yang dimiliki Ganjar perlu segera dieksekusi bila ia capresnya. Sebaliknya, jika Puan yang dimajukan, maka perlu rekayasa politik (political engineering) untuk menyederhanakan koalisi yang ada, sehingga capres-cawapres yang muncul bisa diatasi saat berkontestasi.
“Jangan sampai Pemilu 1999 terulang kembali di mana saat itu PDIP menang Pileg, namun kalah Pilpres karena Presiden yang terpilih saat itu adalah Abdurrahman Wahid (Gus Dur),” tuturnya.
Selanjutnya yang ketiga, Megawati Soekarnoputri perlu bersikap tegas menertibkan beragam manuver yang terjadi menjelang Pilpres, sebelum keputusannya memilih Capres PDIP telah bulat.
“Karena bila muncul standar ganda dalam merespon manuver relawan politik Puan atau Ganjar, maka dampaknya bisa semakin dalam membelah partai baik secara eksternal dan internal,” kata Agung.
Agung Baskoro sebelumnya mengatakan bahwa kehadiran Dewan Kolonel yang disambut Dewan Kopral berpotensi memicu konflik di internal PDIP hingga bisa membelah suara partai.
“Khususnya dalam konteks pencapresan, karena lambat-laun bisa membelah suara partai yang sampai sekarang berdasarkan beragam temuan lembaga survei kredibel, masih menempatkan PDIP jauh mengungguli partai-partai lain,” kata Agung Baskoro, Kamis (22/9/2022).
Baca juga: Pembentukan Dewan Kolonel Dinilai Pengamat Upaya Jegal Ganjar Pranowo Maju Capres dari PDIP
Kondisi ini diperburuk dengan tantangan di eksternal PDIP, setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang merupakan kader partai berlambang banteng itu memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Padahal, ‘partai wong cilik’ itu sedari dulu tegas menolak kenaikan harga BBM. Namun kini hanya bisa menerima saja.
Apalagi, sambung Agung, Partai Demokrat bersama PKS sebagai oposisi mulai getol mengkritisi dan melawan rasionalisasi yang disampaikan pemerintah bahwa selama ini subsidi yang diberikan tidak tepat sasaran.