Selasa, 19 Agustus 2025

Perppu Cipta Kerja

Banyak Pihak Tolak Perppu Cipta Kerja, Politikus PDIP: Semua Masukan Pasti Dipertimbangkan

Politisi PDIP, Hendrawan Supratikno, angkat bicara perihal banyak pihak yang menolak Perppu Cipta Kerja.

Tribunnews.com/Seno Tri Sulistiyono
Politikus PDIP Hendrawan Supratikno 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBINNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PDIP, Hendrawan Supratikno, angkat bicara perihal banyak pihak yang menolak Perppu Cipta Kerja.

Diketahui, satu diantaranya yakni Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, yang menuntut Pemerintah agar seharusnya menerbitkan Perppu Pembatalan Omnibus Law, bukan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Menanggapi hal tersebut, Hendrawan menyebut hal itu merupakan masukan yang pasti menjadi bahan pertimbangan DPR RI.

"Semua masukan, apalagi dari Serikat Pekerja yang jelas-jelas nasibnya akan terdampak, pasti dipertimbangkan," kata Hendrawan, saat dihubungi, Selasa (3/1/2023).

Kemudian, politikus senior PDIP itu mengatakan, dalam persoalan terkait pekerja harus dikompromikan.

Dimana melalui kompromi tersebut ditemukan hasil yang saling menguntungkan.

Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara Kritik Perppu Cipta Kerja yang Diterbitkan Jokowi

"Dalam soal pekerja, memang harus dicari kompromi yang saling menguntungkan (win-win)," katanya.

Sebelumnya, Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia menuntut Pemerintah untuk menerbitkan Perppu Pembatalan Omnibus Law Undang Undang (UU) Cipta Kerja.

Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat menilai, Perppu Pembatalan itu yang dibutuhkan rakyat Indonesia saat ini.

"Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia menilai bahwa yang dibutuhkan oleh rakyat Indonesia saat ini adalah Perppu Pembatalan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja," kata Mirah, dalam keterangan pers tertulis, Sabtu (31/12/2022).

Mirah kemudian menjelaskan, ada dua alasan perlunya Perppu Pembatalan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Yakni alasan formil dan materiil.

Terkait alasan formil, Mirah menjelaskan, karena Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021 telah memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dengan kewajiban kepada Pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun.

Selain itu, lanjut Mirah, Mahkamah Konstitusi juga menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.

"Serta larangan menerbitkan peraturan pelaksana baru sebagai turunan UU Cipta Kerja," ujarnya.

Sementara itu terkait alasan materiil, kata Mirah, dampak buruk Omnibus Law UU Cipta Kerja khususnya kluster ketenagakerjaan, telah membuat pekerja Indonesia semakin miskin.

"Hal ini karena Undang Undang Cipta Kerja telah menghilangkan jaminan kepastian kerja, jaminan kepastian upah, dan juga jaminan sosial bagi pekerja Indonesia," katanya.

Lebih lanjut, Mirah menegaskan, jangan karena Pemerintah dan DPR gagal memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi untuk melakukan perbaikan dalam dua tahun, kemudian justru memaksakan pemberlakuan Undang Undang Cipta Kerja melalui Perppu.

Dalih Jokowi Terbitkan Perppu: Kebutuhan Mendesak hingga Dampak Perang Rusia-Ukraina

Sebelumnya, penerbitan Perppu Cipta Kerja diumumkan oleh Menteri Koordinator Perekonomian (Menko Perekonomian), Airlangga Hartarto dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD di Istana Kepresidenan pada Jumat siang.

Airlangga mengungkapkan pertimbangan diterbitkannya Perppu tentang Cipta Kerja lantaran kebutuhan mendesak.

Ketua Umum Golkar itu menjelaskan kebutuhan mendesak yang dimaksud yaitu terkait ekonomi global, inflasi, resesi, hingga konflik antara Rusia-Ukraina.

"Pertimbangannya adalah pertama kebutuhan mendesak. Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global baik yang terkait dengan ekonomi, peningkatan inflasi, ancaman stagflasi, dan juga terkait dengan geopolitik perang Ukraina dan Rusia, serta konflik lainnya yang belum selesai."

"Dan pemerintah menghadapi krisis pangan, keuangan, dan perubahan iklim," kata Airlangga dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden.

Selain itu, Airlangga mengklaim terbitnya Perppu telah sesuai Putusan MK Nomor 38/PUU7/2009, yaitu memenuhi syarat kegentingan yang memaksa.

Airlangga juga mengatakan adanya Perppu ini mengubah sejumlah ketentuan dalam UU Cipta Kerja sesuai putusan MK seperti soal ketenagakerjaan upah minimum tenaga alih daya, harmonisasi peraturan perpajakan, hingga hubungan pemerintah pusat dan daerah.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengungkapkan terbitnya Perppu menggugurkan status inkonstitusional bersyarat UU Cipta Kerja yang diputuskan oleh MK.

"Perppu itu setara dengan undang-undang di peraturan hukum kita. Kalau ada alasan mendesak, bisa," ujarnya.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan