Jumat, 3 Oktober 2025

Pilpres 2024

Makan Siang Ala Jokowi Hanya Basa Basi

Dari pertemuan makan siang itu, Siti Zuhro melihat bahwa justru Ganjar dan Anies yang terlihat sangat cair.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Bakal calon presiden Ganjar Pranowo, bakal calon presiden Prabowo Subianto dan bakal calon presiden Anies Baswedan memberikan keterangan usai makan siang bersama Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/10/2023). Presiden Joko Widodo mengundang ketiga bakal calon presiden untuk makan siang bersama sekaligus melakukan silaturahmi bersama. Tribunnews/IRWAN RISMAWAN 

JAKARTA - Peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak makan siang bersama ketiga bakal Calon Presiden 2024, merupakan hal yang baik guna menurunkan tensi politik menjelang pencoblosan Pilpres 2024.

Di mana, ketiga bakal Capres itu adalah Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

Siti mengatakan, tak bisa dipungkiri bahwa saat ini tengah meningginya tensi politik pascaputusan Mahkamah Konstotusi (MK) soal persyaratan capres-cawapres. Di mana, secara otomatis putusan itu meloloskan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres pendamping Prabowo Subianto.

Baca juga: Komentar Kaesang soal Jokowi Makan Siang Bareng Tiga Capres di Istana: Mereka Bisa Saling Curhat

Hal itu diungkapkan Siti Zuhro saat sesi wawancara dalam program On Focus Tribunnews.com

"Meskipun undangan ketiga-tiganya seperti itu tentu kita juga menyaksikan sisi positifnya oke, paling kurang memberikan relalif, tetapi kan tidak bisa lepas dari motif-motif atau latar belakang politik karena ini tahun politik," kata Siti Zuhro.

"Latar belakang politik tadi tidak sekedar menurunkan sekedar disharmoni di masyarakat, diberikan solusi supaya tidak terlalu tegang, ada colingdown sedikit," sambung dia.

Dari pertemuan makan siang itu, Siti Zuhro melihat bahwa justru Ganjar dan Anies yang terlihat sangat cair.

Dia melihat justu Prabowo yang agak terlihat tidak cair di pertemuan tersebut.

Selain itu, dia juga menyoroti bahwa kehadiran Anies di pertemuan itu justu mencairkan suasana.

Lebih jauh, Siti Zuhro juga menekankan bahwa dipertemuan itu bukan hanya ditangkap sebagai sinyal bahwa Presiden Jokowi akan netral, tapi ingin menggambarkan situasi bahwa ketiga bacapres akan bersama berkontestasi lewat gagasan dan visi-misi.

Meski, tak bisa dipungkiri bahwa Jokowi akan lebih condong ke Bacapres Prabowo Subianto lantaran putranya, Gibran sebagai pendampingnya di Pilpres 2024.

Baca juga: Giliran Maruf Amin Akan Undang 3 Cawapres, usai Jokowi Makan Siang Bareng Capres

Siti tak lupa mengingatkan bahwa suluruh birokrasi dan instrumen negara harus netral di Pilpres 2024. Sebab, hal ini akan menjadi cermin bagaimana pemerintahan ke depan berjalan.

Tak lupa, siti juga menyentil bahwa pertemuan makan siang bersam tiga bacapres hanya dipandang basa-basi jika Jokowi tak bisa menunjukan kenetralannya di Pilpres 2024.

Berikut petikan wawancara dengan Peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro dalam program On Focus Tribunnews :

Bagaimana tanggapan Anda soal makan siang Presiden Jokowi dengan ketiga bakal Capres?

Tentang pertemuan yang baru berlangsung dengan melibatkan tiga bacapres Pemilu 2024, kalau menurut saya, bagus-bagus saja dalam arti tensi politik yang tinggi seperti ini, tensi yang tinggi ini bukan karena kontestasi yang biasa, tetapi karena ada kondisi kontestasi yang dinilai oleh publik, khususnya akademis, publik akademis melihat bagaimana keputusan MK yang seperti itu dan internal MK juga seru, apa adanya mereka membuka ke publik yang kenimbulkan keresahan masyarakat apalagi terkait dengan paslon, dengan calon wakil presiden yang notabennya adalah memang putra Pak Presiden Jokowi.

Ini akhirnya menimbulkan kontroversi-kontroversi tidak hanya di tengah masyarakat tetapi juga kontroversi itu melibatkan partai yang saling berhadapan. Ini yang mestinya mungkin dipahami seksama oleh Pak Jokowi sehingga mengirimkan udangan kepada ketiga-tiganya.

Meskipun undangan ketiga-tiganya seperti itu tentu kita juga menyaksikan sisi positifnya oke, paling kurang memberikan relalif, tetapi kan tidak bisa lepas dari motif2 atau latar belakang politik karena ini tahun politik.

Latar belakang politik tadi tidak sekedar menurunkan sekedar disharmoni di masyarakat, diberikan solusi supaya tidak terlalu tegang, ada colingdown sedikit, tapi juga kita melihat bagaimana tidak cairnya.

Jadi meskipun dicair-cairkan antar tiga Bacapres, kelihatan tapinya ewuh pekewuh diantara mereka itu kelihatan. Dalam hal ini, Anies ada di tengah, seperti itu. Tentu bagi kubu Anies bisa diterjemahkan lain, maka juga ada pemahaman dari Bacapres Anies dalam hal ini.

Bagi Mas Ganjar tentunya ini juga bukan hal yang mudah, menghadiri undangan seperti itu, meskipun saya yakin yang bersangkutan amat legowo melakukan itu.

Jadi memang diantara 3 bacapres memang ada semacam kekakuan, tidak cair dalam arti sebenarnya. Mungkin diantara Mas Ganjar dan Mas Anies keliatannya biasa saja, tidak ada ketegangan. Tetapi kita menyaksikan seperti pulang saja, yang tertinggal masih dua, keduanya masih relatif cair. Itu yang kita lihat.

Lalu apa maknanya, itu tadi sebenarnya bagaimana upaya atau iqtiar dari Pak Jokowi dalam dalam hal ini untuk memberikan clue atau tanda kepada publik luas, masyarakat Indonesia, bahwa kompetisi kontestasi ini berlangsung oke.

Jadi tidak ada semacam tensi politik yang tinggi yang mengarah kepada negatif, semacam konflik, ketegangan yang berakhir dengan konflik, bahkan yang lebih seru lagi karena mungkin publik distras yang tinggi kepada pemerintah, maka akan terjadi kerusuhan karena resistensi terhadap masyarakat luas terhadap keputusan yang diambil belakangan ini terhadap Bacawapres dari porosnya Pak Prabowo yang menempatkan MK yang melibatkan keluarga Pak Jokowi, sehingga muncul argumentasi dan perdebatan di masyarakat mengenai dinasti politik.

Jadi maknanya itu ya Bu?

Kita bisa maknai itu, tidak mungkin ujuk-ujuk mengundang, biasanya yang diundang hanya Pak Prabowo, tapi kali ini yang diundang ada Mas Ganjar dan Mas Anies, kenapa gerangan tentu ingin meredam kecenderungan eskalasi politik yang mulai tinggi.

Sebetulnya kompetisi kontestasi jamak saja dalam Pemilu, karena tidak mungkin Pemilu tanpa kontestasi. Jadi jamak saja. Tapi kalau Pemilunya diiktuti tahapan-tahapan yang benar. Jadi kompetisinya lain, kompetisinya beradu argumen, beradu visi, misi dan program siapa yang biasa menunjukan program yang oke, itu hal yang biasa di kompetisi, tetapi ini karena ada aturan yang dilanggar, aturan yang mendadak di tengah jalan di ciptakan.

Mengubah peraturan yang sebelumnya sudah disepakati ketika sebelum pemilu. Ketika tahapan Pemilu maka berulang kali kita menyaksikan apapun itu di judicial reviewkan, nah kalu ini kita menyaksikan usulan JC yang bukan sebetulnya otoritas MK. Nah itu yang dipersoalkan masyarakat luas.

Mengapa, MK harus menempatkan atau urusan yang bukan otoritasnya yang dipermasalahkan oleh pakar humum termasuk oleh Pak Menkopolhukam dan pakar hukum dari berbagai kampus menyatakan hal yang sama.

Lalu, kesimpulannya kalau sudah seperti itu bissanya keputusan MK itu legal bainding, jadi absah dan harus dilaksanakan. Lah justru itu yang menimbulkan resistensi. Karena apa, dianggap tidak benar.

Nah itu yang harus memang di kelola dengan baik eleh pemerintah, lah Pak Jokowi dalam hal ini melaksanakan sistem presidential, beliau ini punya Otoritas tertinggi dalam hal eksekutif, jadi kekuasannya besar sekali.l untuk urusan terkait eksekutif.

Maka memang seharunya peran penting yang ditunjukan oleh Pak Jokowi dan dilaksanakan oleh Pak Jokowi adalah memasrikan menjamin bahwa semua tahapan-tahapan pemilu sukses, jadi bukan cawe-cawenya untuk paslon-paslon. Kalaupun cawe-cawe seperti Partai Demokrat di Amerika yang demokrasinya sudah eksablis itu memang busa dilakukan tapi khusus untuk internal partai bukan lintas partai.

Nah di Indonesia ini agak aneh, cawe-cawe tapi lintas partai. Maka ini yang menimbulkan silang sengkarut tentunya karena tentunya ada kader yang kutu loncat, meloncat begitu saja di tengah-tengah pemilu yang sedang kita langkahi dan laksanakan ini.

Kita sudah tau sekarang kenapa ada ketegangan politik yang mendadak eskalasinya agak tinggi. Karena ada yang dilanggar. Jadi pemilu ini, tidak boleh menjadi Pemilu yang disfortif, pemilu yang banyak melanggar peraturan dan etika bahkan.

Anda sempat menyebut, pertemuan ini untuk meredam ketegangan di masyarakat soal bacawapres ini, yang disebut menyebrang dari partainya. Nah yang diundang hanya capresnya saja, kenapa Presiden tidak mengundang cawapresnya yang notabennya menjadi cikal bakal ketegangan di masyarakat di tahun politik ini?

Ya tadi kita sudah mendengarkan juga dari peryataan mas Ganjar Pranowo, bahwa nanti bacawapres akan diundang oleh Wapres RI. Jadi yang bacapres diundang Presiden, bacawapres diundang oleh Wapres.

Publik pasti bertanya kenapa tidak satu paket, ya mungkin ada ketidak ewuh pekewuh, ketika harus mengundang yang dateng salah satu bacawapres anaknya sendiri. Mungkin ewuh pekewuh maka diserahkan kepada wapres untuk mengundang saja para bacawapres, jadi agak aneh begitu karena dalam kontitusi kita, paslon itu adalah capres dan cawapres. Mestinya satu paket dwitunggal.

Pertemuan ini apa bentuk Jokowi memberikan pesan kepada publik dalam posisi netral di Pilpres 2024?

Ya itu yang diucapkan, itu yang diucapkan akan netral dan yang dikerja tentunya oleh bacapres yang merasa khawatir sekali dalam hal ini atas nama mungkin pertemuan-pertemuan bacapres ini dengan masyarakat luas, tolong aparat negara, birokrasi ini dijamin netralisltasnya. Itu kan yang diminta.

Tentunya apa, karena salah satu pasangan calon kental dengan Istana. Istana ini kan artinya eksekutif, kalau kita ngomong blak-blakan saja, itu yang disampaikan kemarin lalu, ya memang ada kebutuhan seperti itu agar nanti pada Pemilu birokrasi kita, aparat negara kita, ASN dan PNS ini juga harusnya profesional, harusnya netral tidak lalu menjadi timses tertentu atau menjadi pendukung.

Kalau sudah seperti itu, birokrasi kita akan rusak kalau menjadi ditarik-tarik politik praktis tertentu.

Tadi Ibu menyinggung posisi duduk dari para Bacapres. Prabowo dan Ganjar disebalah kiri dan kanan Jokowi. Sedangkan Anies dihadapan Jokowi. Apa maknanya?

Sebetulnya dalam hati kecilnya, Mas Ganjar pernah didukung secara emplisit, bukan itu tetapi secara eksplisit, rambut putih kan.

Menang mendapatkan endosmen yang sangat luar biasa, meskipun dalam perjalannya belok tanpa memberikan sen, lalu belok mendukung Pak Prabowo dalam hal ini.

Bahkan tidak hanya Pak Prabowo, bahkan memberikan anaknya untuk menjadi bacapres. Menurut saya itu sangat serius sekali. Dalam duduk, saya tidak ahli menerjemahkan duduk seseorang, tapi paling kurang menunjukan bahwa sebelah kanan orang yang pernah dekat dengan dirinya, sebelah kirinya capres yang didukung, tapi tidak bisa lah kita mengatakan dukungan itu kepada tiga paslon sulit untuk kita terima secara logika dan rasional. Karena bagaimana pun juga tidak jadi presiden mendukung penuh anaknya, kan itu wajar.

Tapi yang dipersoalkan masyarakat adalah bukan mendukung anaknya atau tidak, tapi mekanisme pendukungan itu yang dianggap tidak tepat, itu yang disayangkan sebetulnya.

Sementara mungkin bagi Pak Jokowi mas Ganjar ini adalah masa lalunya, jadi masa yang akan datang adalah milik Prabowo-Gibran ini.

Sementara Anies dipososikan memang berhadapan. Jadi Anies hadir ini sebetulnya menggenapkan saja sebagai sosok yang bisa memberikan penyeimbang dalam pertemuan itu. Kita bisa bayangkan kalau yang dateng hanya Mas Ganjar dan Pak Prabowo, akan seperti apa. Katakan Anies tidak mau karena merasa di katakan akan dijegal dan sebagainya, maka bisa saja yang bersangkutan tidak mau datang, tapi datang teryata.

Jadi menurut saya Mas Anies sudah menyelamatkan pertemuan itu, kalau secara hubungan antar manusia. Sementara yang pakewuh ini kan antara kedua, saya melihat itu. Jadi peran Mas Anies bagaimana bisa pertemuan itu bisa lebih cair.

Pencair suasana, jadi bagus dia masih mau datang jadi kelihatan.

Saya terus terang belum percaya betul bahwa birokrasi kita betul-betul netral, karena sudah punya sejarah panjang dan sejarahnya pait sekali, biroksasi senantiasa digunakan dalam Pemilu dan Pilkada kita. Dan dari waktu ke waktu.

Di daerah kita tahu birokrasi ini hancur, banyak banget karena terkotak-kotak. Jadi birokrasi terkotak-kotak karena terintrusi di intervensi oleh kekuatan politik. Ya dijadikan macem-macem, PNS nya, kalau tidak di non-job kan itu PNSnya.

Di pemilu lalu kita juga menyaksikan bagaimana kemeterian tertentu, lembaga tertentu, sangat apa adanya terang-terangan menyampaikan dukungannya capres. Nah yang akan datang tidak sepatutnya, birokrasi di libat-libatkan dalam politik praktis kali ini, kita akan rugi nanti.

Birokrasi harus menjadi rol model pembangunan, siapapun yang menjadi presiden disitu sebetulnya birokrasi berjalan baik dan profesional. Bukan karena pemilu lalu birokrasi di acak-acak terus.

Kita harapkan ada komitemen yang tinggi dari Pak Jokowi kali ini untuk mengantatkan Pemilu 2024 suskes dan berhasil. Karena Presiden-presiden sebelumnya itu kalau kita lihat pasca orde baru, pemilu pertama tahun 1999 seperti apa, dari Gus Dur ke Bu Megawati. Dari Bu Mega ke Pak SBY, dari Pak SBY ke Pak Jokowi.

Kita mencatat dengan baik, birokrasi ini diperlakukan apa sebetulnya oleh masing-masing presiden ini. Kita mencatat.

Jadi terekam baik birokrasi kita ditempatkan tidak layak, dalam posisoning dan peran pentingnya dalam politik.

Dan sekarang ini, civil sociality kita ini untuk ikut mengawal pemilu kita untuk tidak disimpangkan sangat jauh, karena khawatir kalau disinpangkan sangat jauh pemilunya disfortif, maka akan terjadi sengketa pemilu, kalau sudah sengketa pemilu kaitannya akan terjadi konflik Pilpres ini kalau tidak dikelola dengan baik maka jadi kerusuhan.

Kita kalau mengalami kerusuhan yang serius maka yang terjsdi kita akan setback sebagai negara, ekonomi, ataupun demokrasi.

Pak Jokowi ingin memberi pesan agar tidak ada ketegangan di publik soal Pilpres 2024. Tentu berkaitan agar tidak terjadi kerusuhan, dengan pertemuan ini seberapa yakin Ibu hal ini bisa meredam tensi yang tinggi di publik saat ini?

Kayanya tidak bisa hanya pertemuan seperti itu, lalu menjadimin sampai coblosan Februari 2024 itu tidak akan praktek-praktek yang kotor, praktek yang negatif yang menyimpangkan, bahkan tidak ada hoaks, tidak ada fitnah dan kampanye hitam.

Tidak ada jaminan sama sekali, kecuali ada satu atau bukan tutur kata lagi tapi kebijakan yang sangat gamblang dari pemerintah menunjukan arah itu, menunjukan kebijakan itu berkomitmen tinggi, tidak hanya politica will, tapi juga political komitmen, law enforcement, ada tiga hal. Itu yang harus ditunjukan oleh Pak Jokowi, untuk memastikan dan menjamin pemilu sungguh-sungguh diharapkan sukses dan membuat Indonesia naik kelas. Kalau tidak hanya basa-basi saja apa yang dilakukan hari ini.

Saya belum sampai pada kesimpulan bahwa ini bisa menjamin, itu hanya merespons konteks yang kekinian serius sekali, dia disurati para budayawan, yang langsung podcash yang sangat prihatin, menyurati terbuka ke presiden.

Ini kegundahan tentunya para tokoh dari berbagau bidang ilmu yang menunjukan Indonesia sednag tifak baik-baik saja. (Tribun Network/ Yuda).

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved