Jumat, 3 Oktober 2025

Calon Dokter Spesialis Meninggal

Tak Hanya Dibully, dr Aulia Diduga Juga Dipalak Senior Rp40 Juta per Bulan hingga Akhirnya Depresi

Babak baru kasus tewasnya dr Aulia, Kemenkes temukan dugaan senior minta pungutan Rp40 juta per bulan.

Penulis: Jayanti TriUtami
Tribun Jateng/Fajar Bahruddin A
Karangan bunga di rumah duka dokter muda Aulia Risma Lestari. 

TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkap hasil investigasi terbaru terkait kasus tewasnya dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

Hasil investigasi Kemenkes mengungkap adanya pungutan Rp20 hingga 40 juta per bulan oleh senior.

Pungutan di luar biaya akademik itu diduga menjadi awal mula dr Aulia depresi hingga akhirnya tewas di kamar kosnya pada 12 Agustus 2024 lalu.

Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril mengatakan oknum-oknum senior PPDS Anestesi Undip diduga meminta bayaran di luar biaya pendidikan resmi kepada dr Aulia.

"Permintaan uang ini berkisar antara Rp20 juta hingga Rp40 juta per bulan," terang Syahril, Minggu (1/9/2024).

Syahril menjelaskan, sejumlah saksi menyebut korban diharuskan membayar pungutan liar tersebut sejak duduk di semester 1 PPDS Anestesi atau tepatnya sejak Juli hingga November 2022.

Adapun dr Aulia selama ini ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas mengumpulkan pungutan dari rekan seangkatan.

Uang hasil pungutan itu kemudian digunakan untuk berbagai kebutuhan non akademik. Mulai dari membiayai penulis lepas untuk membuat naskah akademik senior, menggaji office boy (OB), hingga membayar kebutuhan pribadi seniornya.

Diduga, pungutan hingga Rp40 juta per bulan inilah yang menjadi awal mula depresi yang dialami dr Aulia.

Sebab, dr Aulia menempuh PPDS dengan bantuan beasiswa yang diberikan Kemenkes RI.

Pungutan tersebut dinilai berat untuk dr Aulia dan keluarga.

Baca juga: Bukti Baru Dugaan Bully di PPDS Undip, Kemenkes: Dokter Aulia Diminta Setor Rp40 Juta Pada Senior

"Pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga."

"Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran karena tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu," kata Syahril.

Saat ini, bukti dan kesaksian tentang adanya pungutan liar itu sudah diserahkan ke pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut.

Syahril memastikan investigasi terkait dugaan bullying ini masih akan terus dilanjutkan oleh Kemenkes bersama pihak kepolisian.

Ia juga menjelaskan alasan Kemenkes memberhentikan sementara PPDS Anestesi Undip di RSUP dr Kariadi Semarang.

Syahri mengatakan, ada dugaan upaya perintangan dari oknum-oknum tertentu terhadap proses investigasi Kemenkes.

Sebagai informasi, dr Aulia diduga mengakhiri hidupnya karena tak kuat mengalami perundungan atau bullying oleh seniornya di PPDS Anestesti Undip Semarang.

Viral Isi Rekaman Suara dr Aulia

Sebelumnya, sebuah rekaman suara dr Aulia saat menjalani PPDS Anestesi Undip beredar luas di media sosial.

Rekaman tersebut awalnya dikirimkan dr Aulia kepada ayahnya, Mohamad Fakhruri, melalui pesan WhatsApp.

Dalam rekaman suara, terdengar tangis dr Aulia yang mengaku tak kuat lagi menjalani PPDS.

Baca juga: Kemenkes Temukan Adanya Dugaan Permintaan Uang pada Dokter Aulia, Diminta Setor Rp 40 Juta Per Bulan

Berikut rekaman suara yang diduga dikirimkan dokter Aulia ke ayahnya:

"Enggak pah. Tiap aku bangun tidur itu pah, badannya sakit semua. Punggungnya sakit semua. Bangun harus pelan-pelan.

Kalau enggak pelan-pelan, aku enggak bisa bangun. Aku aja tadi mau minum itu susah. Di bangsal minum enggak bisa.

Terus akhirnya aku minta tolong CS (Customer Service) aku kasih uang Rp 50 ribu.

Aku minta nitip minum buat dia belikan minum.

Karena aku nggak boleh ke kantin ke minimarket sama sekali pah.

Pah, bener-bener yah pah, di sini tuh programmnya kacau kacau pah. Aku tanya teman yang di UNS itu nggak 24 jam pah, Aku enggak tahu aku bisa atau enggak pah."

Disclaimer:

Berita di atas tidak bertujuan menginspirasi siapa pun melakukan tindakan serupa.

Bunuh diri bisa terjadi di saat seseorang mengalami depresi dan tak ada orang yang membantu.

Jika Anda memiliki permasalahan yang sama, jangan menyerah dan memutuskan mengakhiri hidup.

Anda tidak sendiri, layanan konseling bisa menjadi pilihan Anda untuk meringankan keresahan yang ada.

Berbagai saluran telah tersedia bagi pembaca untuk menghindari tindakan itu.

Pembaca bisa menghubungi Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes (021-500-454) atau LSM Jangan Bunuh Diri (021 9696 9293) atau melalui email janganbunuhdiri@yahoo.com.

(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Aisyah Nursyamsi/Faisal Mohay)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved