PBB Apresiasi Kesiapsiagaan Indonesia dan ASEAN dalam Mitigasi Dampak Perubahan Iklim
Kesiapsiagaan yang lebih baik telah membuahkan hasil yang positif di sebagian besar wilayah Asia Tenggara. Meskipun jumlah bencana di negara-negara AS
Editor:
Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Dalam menghadapi bencana alam, Indonesia telah menunjukkan pendekatan yang efektif dan dapat dijadikan contoh bagi negara-negara lain, baik di kawasan Asia maupun di belahan dunia lainnya.
Pejabat tinggi PBB, Reena Ghelani, turut mengapresiasi upaya Indonesia dalam menghadapi dalam penanggulangan bencana, terutama dalam menghadapi dampak perubahan iklim seperti El Niño dan La Niña. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan Indonesia dinilai efektif dan dapat dijadikan model bagi negara lain dalam menghadapi krisis serupa.
“Kepemimpinan pemerintah dan kemitraan dengan PBB serta pendekatan Indonesia dalam penanggulangan bencana dengan memberdayakan masyarakat dan organisasi lokal harus menjadi pelajaran bagi dunia,” ujar Asisten Sekretaris Jenderal PBB dan Koordinator Krisis Iklim untuk El Nino/La Niña, Reena Ghelani, dalam kunjungannya ke Jakarta, belum lama ini.
“Di seluruh dunia, kekeringan, banjir, dan peristiwa cuaca ekstrem lainnya menjadi lebih sering dan intens karena perubahan iklim, sehingga membutuhkan langkah-langkah adaptasi yang lebih kuat dan pembangunan ketahanan,” tambahnya.
Kesiapan dan sistem peringatan dini dinilai menjadi kunci meminimalkan dampak bencana. Hal ini terlihat dari bagaimana prakiraan awal tentang musim kemarau panjang pada tahun 2023, yang dipicu oleh fenomena El Niño, membantu pemerintah dan masyarakat mengambil langkah antisipatif.
Dengan adanya informasi sejak dini, berbagai pihak dapat merencanakan strategi mitigasi, seperti pengelolaan sumber daya udara, pencegahan kebakaran hutan, serta perlindungan bagi sektor pertanian dan kesehatan masyarakat, sehingga risiko yang ditimbulkan dapat ditekan.
“Peringatan dini yang diberikan pada bulan Februari 2023 oleh BMKG dan tindakan yang diambil pemerintah berdasarkan peringatan dini tersebut, telah memberikan dampak nyata dalam memitigasi dampak El Nino, terutama dalam melindungi segmen masyarakat yang paling rentan,” ujar Ghelani setelah bertemu dengan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di kantor BMKG.
Dalam kunjungannya, Ghelani juga menerima pengarahan mengenai program Sekolah Lapang Iklim, yang diprakarsai oleh BMKG dan diimplementasikan oleh Kementerian Pertanian dan yang sekarang bernama Badan Pangan Nasional, bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat dan dengan dukungan dari Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO).
Di Indonesia, El Niño menyebabkan musim kemarau yang lebih panjang dan curah hujan yang lebih rendah, sehingga menyulitkan masyarakat untuk mengakses air bersih.
Baru-baru ini, dampak El Nino menjadi lebih parah akibat perubahan iklim, yang menyebabkan kekeringan yang lebih ekstrim, risiko kekurangan air yang lebih tinggi, dan tantangan yang lebih besar bagi masyarakat yang rentan.
Baca juga: Melangkah Bersama United Nations di Indonesia, Upaya Lokal Asri Capai Tujuan Berkelanjutan
Menghadapi Kekeringan
Kesiapsiagaan yang baik dapat membantu suatu daerah mengatasi dampak bencana, dalam hal ini akibat kekeringan El Niño. Kabupaten Bekasi, yang termasuk dalam wilayah dengan risiko tinggi terhadap kekeringan, berhasil mempertahankan ketersediaan air bersih selama musim kemarau panjang karena langkah antisipatif yang telah dilakukan sebelumnya.
Kesaksian dari pejabat dan warga setempat menunjukkan bahwa meskipun kondisi kekeringan lebih ekstrem dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, kesiapan masyarakat yang matang memungkinkan untuk tetap bertahan tanpa mengalami krisis udara.
Menurut Indeks Risiko Bencana Indonesia 2023 dari BNPB, Kabupaten Bekasi termasuk di antara 371 dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia yang sangat rentan terhadap kekeringan,
“Meskipun kekeringan berlangsung lebih lama dan lebih parah, kami sudah siap dan tidak menderita,” kata Amah, seorang warga Desa Sirnajaya.
Kesiapsiagaan yang dilakukan termasuk mengerahkan alat berat untuk menormalisasi sungai dan saluran sekunder, menanam pohon, membersihkan sampah, mendistribusikan pompa air kepada petani dan mendistribusikan air bersih ke desa-desa yang terancam kekurangan air.
Sekretaris PMI Kabupaten Bekasi, Ucu Surya Jingga, menjelaskan bahwa Palang Merah Indonesia (PMI) menggunakan alat dan mesin khusus untuk memeriksa sumber air di lokasi galian pasir yang digunakan untuk pembangunan di sekitar daerah yang terkena dampak.
“Mereka menguji beberapa lokasi dan mengidentifikasi air di sebuah lokasi di Sirnajaya sebagai sumber air terbaik karena kualitasnya, yang dikonfirmasi oleh tes laboratorium,” jelasnya.
Lanjut Ucu, air tersebut kemudian diolah untuk memastikan air tersebut aman untuk diminum dan didistribusikan kepada warga melalui tangki air dan galon. Lokasi tersebut kini menghasilkan lebih dari 6.000 liter air bersih dan lebih dari 1.000 liter air minum per hari, yang didistribusikan secara gratis kepada warga.
Ghelani menilai, koordinasi yang efektif dalam tanggap darurat kemanusiaan bergantung pada kepemimpinan yang kuat dan efektif di lapangan. Kolaborasi yang kuat yang dipimpin oleh pemerintah dengan sektor swasta dan LSM, seperti di Kabupaten Bekasi, merupakan contoh yang baik untuk saling mendukung, dimana sektor swasta dan sukarelawan turun tangan untuk mengisi kekosongan yang ada pada saat dibutuhkan.
Kesiapsiagaan yang lebih baik telah membuahkan hasil yang positif di sebagian besar wilayah Asia Tenggara. Meskipun jumlah bencana di negara-negara ASEAN meningkat pada periode 2018-2023, jumlah korban jiwa dan kerugian yang diakibatkan oleh bencana-bencana tersebut menurun.
“Kemajuan ini disebabkan oleh beberapa faktor - yang paling utama adalah peningkatan kesadaran dan adaptasi bencana serta tindakan dini dan data yang kuat dari para ahli meteorologi,” tutur Ghelani.
Kantor UNOCHA di Indonesia bekerja sama dengan AHA Centre dalam membangun kapasitas kantor-kantor penanggulangan bencana nasional di negara-negara anggota ASEAN. Kerja sama ini, dengan fokus pada penanganan dampak perubahan iklim yang semakin meningkat dan respons lokal, akan semakin diperkuat di bawah rencana jangka menengah AHA Centre tahun 2026-2030.
“UNOCHA akan terus menjembatani kemampuan AHA Centre sebagai pusat pengetahuan penanggulangan bencana, termasuk dengan memberikan pelajaran kepada kawasan lain termasuk Pasifik, dan Uni Afrika dan juga akan memanfaatkan pertukaran antar sesama dengan Uni Eropa. PBB akan terus mendukung ASEAN dalam implementasi ASEAN Agreement on Disaster Management (AADMER),” imbuh Ghelani.
Baca juga: Indonesia Pimpin Kemitraan Pelatihan Regional untuk Memperkuat Pemeliharaan Perdamaian
Artikel ini merupakan hasil kerja sama United Nations Indonesia dengan Tribunnews. Untuk informasi lengkap, kunjungi laman resmi UN Indonesia.
Artikel ini merupakan bagian dari inisiatif Lokal Asri yang berfokus pada lokalisasi nilai-nilai tujuan pembangunan berkelanjutan. Pelajari selengkapnya!
Rayakan Kemerdekaan Indonesia, Pasar Murah Sembako Nasional Hadir di Kupang |
![]() |
---|
Berbagai Keseruan Acara 17 Agustus di Malang, Yuk Bergerak Serentak Rayakan Kemerdekaan! |
![]() |
---|
Gerindra Belum Mau Beri Sanksi untuk Bupati Pati Sudewo |
![]() |
---|
Jaga Alam Indonesia sambil Liburan, Ini 5 Tips Glamping untuk Pemula! |
![]() |
---|
Kakek 83 Tahun di Cirebon Resah Tagihan PBB Jadi Rp65 Juta: Saya Mampu Bayar Tapi Tidak Bisa Makan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.