Jumat, 8 Agustus 2025

Pemilu 2024

Catatan DKPP Soal Pemilu dan Pilkada 2024: Bawaslu Tidak Transparan, KPU Tak Profesional

Bawaslu juga masih belum maksimal dalam pengawasan sehingga praktik kecurangan yang dilakukan oleh peserta pemilu banyak terjadi.

Tribun Jateng
PEMILU 2024 - Warga mengikuti pemungutan suara ulang (PSU) Pemilu 2024 di TPS 15 di Desa Susukan, Kecamatan Comal, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI memiliki sejumlah catatan perihal masalah-masalah yang terjadi selama proses Pemilu dan Pilkada 2024. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI memiliki sejumlah catatan perihal masalah-masalah yang terjadi selama proses Pemilu dan Pilkada 2024.

Anggota DKPP RI, Ratna Dewi Pettalolo, membeberkan hal itu dalam kegiatan Forum Group Discussion (FGD) DKPP yang berlangsung daring pada Rabu (11/6/2025).

Baca juga: Pengamat Setuju Ide Jimly Perluas Kewenangan DKPP Bisa Sidang Etik Peserta Pemilu

Catatan pertama berkaitan dengan penanganan pelanggaran yang tidak transparan dan profesional oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.

Kemudian, Bawaslu juga masih belum maksimal dalam pengawasan sehingga praktik kecurangan yang dilakukan oleh peserta pemilu banyak terjadi.

DKPP juga mencatat adanya proses suap peserta kepada penyelennggara pemilu.  

“Penyuapan kepada penyelenggara pemilu yang dilakukan oleh peserta pemilu, khususnya calon anggota legislatif, yang bertujuan untuk mengubah hasil perolehan suara,” ujar Dewi.

Selain itu, DKPP menilai seleksi penyelenggara pemilu di tingkat ad hoc, baik panitia pengawas kecamatan (panwascam) maupun pemilihan kecamatan (PPK).

Ketidakprofesionalan Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga tak lepas dari sorotan DKPP dalam hal verifikasi izajah hingga keterangan status terpidana calon anggota legislatif.

Baca juga: Cerita Ketua DKPP Pertama Jimly Asshiddiqie Hampir Gagal Dilantik SBY

Ada pula masalah yang berkaitan dengan kebijakan KPU yang mengakibatkan suara pemilih tidak sah seperti pada kasus Pilkada di Banjarbaru.

“Beberapa ketidakprofesionalan tersebut adalah dalam verifikasi ijazah calon kepala daerah atau wakil kepala daerah, verifikasi surat keterangan terkait rekam jejak calon kepala daerah atau wakil kepala daerah yang berstatus sebagai terpidana,” jelas Dewi.

“Dan kekeliruan dalam menafsirkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada terkait terpidana dan masa jeda 5 tahun bagi mantan terpidana,” sambungnya.

 

 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan