Mencari Model Pengelolaan Sampah Berbasis Perilaku: Tak Cukup Hanya dengan Teknologi
Persoalan sampah masih menjadi momok yang belum terselesaikan di berbagai kota besar Indonesia.
Penulis:
Hasiolan Eko P Gultom
Editor:
Wahyu Aji
Hasiolan EP/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persoalan sampah masih menjadi momok yang belum terselesaikan di berbagai kota besar Indonesia.
Alih-alih mengalami penurunan, volume sampah terus meningkat, memunculkan keresahan warga akibat dampak sosial, lingkungan, dan kesehatan yang ditimbulkannya.
Situasi ini mencerminkan bahwa masalah sampah bukan semata soal teknis, melainkan cerminan perilaku masyarakat dan negara.
Hal itu mengemuka dalam diskusi publik yang digelar oleh Kelompok Relawan Kawan 98 bersama Perbanusa, Masyarakat Penjaga Alam Indonesia, dan para pegiat pengelolaan sampah dari berbagai kawasan Jakarta.
Dalam pertemuan ini, para peserta mengungkapkan beragam tantangan yang dihadapi dalam upaya menciptakan lingkungan yang bersih dan berkelanjutan.
“Permasalahan sampah seharusnya didekati melalui perubahan cara pandang. Dari sana, akan tumbuh budaya baru yang lebih sehat dalam masyarakat,” ujar Profesor Rosari Saleh, anggota Dewan Pakar Perhimpunan Agenda 45, dalam diskusi yang berlangsung di Tebet, Jakarta Selatan, dikutip Minggu (22/6/2025).
Pernyataan tersebut merespons kegelisahan salah satu peserta yang menyoroti minimnya keterlibatan ilmuwan dalam penanganan sampah di Jakarta.
Prof. Rosari, yang juga merupakan ahli fisika material dan dosen di Fakultas MIPA Universitas Indonesia, menyebut bahwa teknologi untuk mengatasi sampah sejatinya sudah tersedia.
Namun, pemanfaatannya kerap tersendat karena minimnya informasi, pelatihan, dan pendampingan teknis di tingkat masyarakat.
“Bila peran ilmuwan diharapkan lebih besar, saya justru melihat tugas penting itu berada pada para antropolog. Mereka dapat menjelaskan bagaimana masyarakat memaknai dan bersikap terhadap sampah,” imbuhnya.
Perubahan perilaku menjadi kunci utama.
Para pengambil kebijakan juga perlu meninjau kembali pendekatan bantuan sosial yang selama ini diberikan.
Sering kali, bantuan alat pengolah sampah justru mubazir karena tidak diikuti edukasi memadai.
Di sisi lain, para penggerak Bank Sampah dan relawan lingkungan justru jarang mendapat insentif atau dukungan berkelanjutan.
Menurut Kelik Ismunanto, Koordinator Kawan 98, penyelesaian persoalan sampah di Jakarta dan Indonesia secara umum tidak cukup hanya bertumpu pada investasi teknologi.
Ia menekankan pentingnya investasi sosial dan budaya—khususnya di tingkat rumah tangga dan komunitas.
“Peran warga adalah kunci utama. Solusi bukan hanya datang dari mesin atau sistem, tetapi dari cara kita semua memandang dan memperlakukan sampah. Sampah adalah cermin budaya, refleksi dari cara hidup kita,” kata Kelik.
Ia berharap diskusi lanjutan atau FGD tahap kedua nanti dapat menghadirkan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dan Wakil Gubernur Rano Karno.
Baca juga: 56 Juta Ton Sampah Menumpuk, Eddy Soeparno Serukan Perubahan UU Pengelolaan Sampah
Tujuannya untuk membuka ruang dialog langsung antara masyarakat dengan pemerintah demi merumuskan langkah bersama dalam mengurai persoalan yang semakin kompleks ini.
Chen EXO Bikin Baper di KOSTCON Jakarta, Janji Comeback Bawa Album Baru |
![]() |
---|
SPMB Mandiri Jalur Khusus UIN Jakarta Dibuka hingga 7 Agustus 2025: Syarat dan Cara Daftar |
![]() |
---|
Tom Lembong Nikmati Tidur Bersama Keluarga Setelah Bebas Dari Rutan Cipinang |
![]() |
---|
ABK di Muara Baru Jakarta Utara Tikam Rekannya Setelah Tak Terima Diejek 'Ngambekan' |
![]() |
---|
Tom Lembong Bebas, Anies Apresiasi Niat Baik Prabowo tapi Soroti Ketidakadilan Sistem Hukum |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.