HUT Bhayangkara 2025
Catatan Bamsoet Terkait HUT Ke-79 Bhayangkara: Polisi Bukan Untuk Menakut-nakuti, Tapi Pengayom
Bambang Soesatyo atau Bamsoet, mengingatkan Polri agar tidak menjadi sumber ketakutan, melainkan kekuatan yang mengayomi dan melindungi masyarakat.
Penulis:
Fersianus Waku
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo atau Bamsoet, mengingatkan Polri agar tidak menjadi sumber ketakutan, melainkan kekuatan yang mengayomi dan melindungi masyarakat.
Peringatan Hari Bhayangkara ke-79, menurut Bamsoet, harus menjadi momen refleksi untuk memperkuat jati diri Polri sebagai pelayan publik, bukan alat kekuasaan.
“Peringatan Hari Bhayangkara lebih dari sekadar pengingat sejarah. Peringatan ini adalah panggilan moral bahwa Polri ada bukan untuk kekuasaan, tapi untuk masyarakat. Bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk mengayomi dan melindungi," kata Bamsoet dalam siaran persnya, Selasa (1/7/2025).
Bamsoet menegaskan, tema HUT Bhayangkara ke-79, yaitu “Polri untuk Masyarakat,” sejatinya adalah tantangan sekaligus janji.
Tantangan, kata dia, untuk melepaskan ego sektoral dan membuka ruang partisipasi publik dalam proses penegakan hukum.
Baca juga: 5 Fakta HUT Bhayangkara, Robot Polri Curi Perhatian hingga Prabowo Minta Irjen Dadang Menghadapnya
Sementara janji, yaitu Polri akan lebih adaptif terhadap aspirasi masyarakat sipil, khususnya generasi muda yang semakin kritis terhadap kekuasaan.
"Karena keberhasilan Polri sesungguhnya adalah ketika masyarakat merasa aman, diperlakukan adil, dan percaya bahwa kehadiran polisi adalah bagian dari solusi, bukan sumber ketakutan," ujar Bamsoet.
Bamsoet menyoroti langkah transformasi Polri melalui program Presisi yang mengedepankan prinsip prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan.
Baca juga: HUT ke-79 Bhayangkara, Martin Tumbelaka: Jadilah Polisi Rakyat Seperti Amanat Presiden Prabowo
Kemudian, inovasi pelayanan publik seperti pengaduan digital, e-tilang, serta aplikasi Polri SuperApp dinilai sebagai langkah maju dalam membangun institusi yang lebih terbuka dan akuntabel.
Menurut data Polri, sepanjang 2024 terdapat penurunan angka kriminalitas sebesar 8 persen. Namun, tantangan kejahatan digital meningkat hingga 15 persen.
Di sisi lain, lebih dari 5.000 kasus kejahatan berhasil diungkap, termasuk narkotika dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
"Capaian tersebut patut diapresiasi. Namun kepercayaan publik tidak dibangun hanya dengan angka. Ia tumbuh dari interaksi sehari-hari antara warga dan aparat. Dari sikap ramah seorang Bhabinkamtibmas yang hadir di tengah masyarakat. Dari keberanian petugas lalu lintas menindak pelanggar tanpa pandang bulu. Serta, dari ketegasan penyidik dalam memberantas kejahatan tanpa tebang pilih," ucap Bamsoet.
Dia juga menyoroti peran strategis Polri dalam menjaga stabilitas nasional, mulai dari operasi penanggulangan radikalisme di Poso, pengamanan KTT ASEAN, hingga pengungkapan jaringan narkoba internasional.
Namun demikian, Bamsoet mengingatkan bahwa Polri masih menghadapi pekerjaan rumah serius di internal institusi. Kasus penyalahgunaan kekuasaan, arogansi aparat, dan praktik suap, menurutnya, menjadi noda yang mencoreng pengabdian banyak polisi yang bekerja dengan hati.
"Di era digital saat ini, dinamika sosial dan kriminalitas tidak lagi berbentuk tunggal. Kejahatan siber, penyebaran hoaks, pencucian uang lintas negara, peretasan data, hingga kejahatan berbasis artificial intelligence telah menjadi tantangan nyata," ucapnya.
"Masyarakat bukan hanya membutuhkan polisi yang kuat secara fisik, tetapi juga cerdas secara digital dan sensitif terhadap nilai-nilai keadilan sosial. Artinya, reformasi Polri belum boleh berhenti. Apalagi berpuas diri," ujar Bamsoet.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.