Jumat, 5 September 2025

Dihantam Ombak Saat Operasi Pasien, Kisah Pengabdian Relawan RS Kapal di Papua Barat Daya

Mereka bukan hanya tenaga profesional, tapi juga relawan yang memilih meninggalkan kenyamanan kota demi menyentuh kehidupan di pelosok nusantara.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
Tribunnews.com
TENAGA MEDIS - DI atas gelombang yang tak pernah diam, para tenaga medis dari RS Kapal Nusa Waluya II terus bekerja. Mereka bukan hanya tenaga profesional, tapi juga relawan yang memilih meninggalkan kenyamanan kota demi menyentuh kehidupan di pelosok nusantara. 

TRIBUNNEWS.COM, PAPUA - Di atas gelombang yang tak pernah diam, para tenaga medis dari RS Kapal Nusa Waluya II terus bekerja.

Mereka bukan hanya tenaga profesional, tapi juga relawan yang memilih meninggalkan kenyamanan kota demi menyentuh kehidupan di pelosok nusantara.

Salah satunya adalah Josepha (28), seorang perawat yang telah dua tahun terakhir mengabdi di atas rumah sakit terapung milik organisasi kemanusiaan doctorshare.

Kapal ini kini tengah berlabuh di Waigeo Utara, Papua Barat Daya, memberikan layanan kesehatan gratis selama dua bulan penuh.

Baca juga: Menlu RI Sugiono Minta Negara Asia Jangan Diam Saksikan Kekejaman Israel Incar Tenaga Medis di Gaza

“Selama tiga minggu kami terus dihantam ombak. Bagi awak kapal ini biasa, tapi bagi kami yang sedang mendampingi operasi, ini tantangan besar,” ujar Josepha dalam keterangan seperti dikutip, Selasa (16/6/2025).

Di ruang bedah yang tak pernah benar-benar stabil, Josepha mendampingi pasien-pasien dari berbagai pelosok.

Banyak dari mereka datang tanpa pendamping, menempuh perjalanan jauh hanya untuk mendapat pelayanan medis dasar yang tak tersedia di tempat tinggal mereka.

Salah satu kisah yang tak terlupakan baginya adalah merawat seorang pasien lansia tanpa keluarga yang datang seorang diri dan kesulitan bernapas.

Dengan dedikasi penuh, Josepha dan tim medis menanganinya hingga sang pasien akhirnya pulih.

Mengabdi Bukan Soal Profesi, Tapi Hati

Cerita pengabdian juga datang dari Parlin (28), seorang apoteker muda asal Jember. 

Meski merasa perannya tak sebesar dokter atau perawat, Parlin tetap menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati.

“Pasien di sini banyak yang kesulitan berbahasa Indonesia. Jadi kami harus sabar menjelaskan cara minum obat, efek samping, dan langkah lanjutan pengobatannya,” katanya.

Ketulusan Parlin dan timnya pun dibalas dengan cara yang sederhana namun penuh makna: buah-buahan dan hasil bumi dari pasien.

“Ini apresiasi yang tak pernah saya dapatkan di kota. Rasanya luar biasa.”

Tradisi ini menjadi bentuk terima kasih dari masyarakat yang tidak dibebani biaya pengobatan. Banyak pasien datang kembali ke kapal hanya untuk menyerahkan hasil kebun mereka kepada para relawan yang telah merawat mereka dengan ikhlas.

Mimpi yang Dibawa Ombak

Pengabdian juga menjadi jalan hidup Gavriel Gregorio Singgih (26), seorang dokter muda asal Jakarta. Ia mengaku telah menaruh hati pada program RS Kapal sejak masih koas pada 2019.

“Melihat kapal ini menjangkau daerah-daerah terpencil menjadi pemicu saya untuk bergabung. Prinsipnya sederhana: to reach the unreachable,” katanya.

Kini Gavriel mewujudkan mimpinya melayani masyarakat di daerah yang nyaris tak tersentuh fasilitas kesehatan. Bersama Josepha, Parlin, dan 32 relawan lainnya, ia menjadi bagian dari barisan tenaga medis yang menjadikan laut sebagai jalan pengabdian.

Sinergi untuk Negeri

Kehadiran RS Kapal Nusa Waluya II di Waigeo tak lepas dari kolaborasi antara doctorSHARE dan PT Pertamina International Shipping (PIS), melalui program CSR bertajuk “BerSEAnergi untuk Laut.”

“Kami percaya setiap warga negara, di manapun ia berada, berhak atas layanan kesehatan yang layak,” ujar Corporate Secretary PIS, Muhammad Baron.

Program ini dirancang untuk melayani hingga 10.000 warga dari tujuh distrik, tanpa memungut biaya. Bagi PIS, keberadaan kapal ini bukan hanya tentang pelayaran logistik dan ekonomi, tapi juga membawa energi kebaikan ke wilayah-wilayah yang sulit dijangkau.

Pengabdian di Atas Ombak

Di tengah debur ombak dan angin laut, para relawan ini belajar arti sebenarnya dari profesi mereka. 

Bahwa menjadi tenaga medis bukan sekadar soal keterampilan teknis, tetapi juga tentang empati, kesabaran, dan keberanian untuk hadir di tempat yang paling membutuhkan.

Di atas RS Kapal Nusa Waluya II, mereka tidak hanya menyembuhkan luka fisik, tetapi juga menyentuh hati dan membangkitkan harapan. Karena kadang, pelayanan terbaik tidak datang dari ruang rumah sakit berfasilitas lengkap—melainkan dari sebuah kapal yang berlayar dengan cinta dan kemanusiaan.

 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan