Minggu, 10 Agustus 2025

Eks Dirjen Prasetyo Boeditjahjono Divonis 7,5 Tahun Bui Dalam Korupsi Jalur Kereta Besitang-Langsa

Eks Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahjono divonis 7,5 tahun penjara dalam kasus korupsi proyek jalur kereta api.

Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
KORUPSI JALUR KA - Sidang putusan terdakwa eks Dirjen Perkeretaapian Prasetyo Boeditjahjono terkait kasus dugaan korupsi proyek jalur kereta api Besitang-Langsa tahun 2017-2023, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/7/2025). Terdakwa Prasetyo divonis 7,5 tahun penjara. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boeditjahjono, divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara proyek jalur kereta api Besitang-Langsa tahun 2017-2023.

Prasetyo menjabat sebagai Dirjen Perkertaapian Kemenhub periode 2016-2017. Ia dicopot dari jabatan Dirjen dan dipindahkan menjadi Staf Ahli Bidang Teknologi, Lingkungan, dan Energi Kementerian Perhubungan pada 2017. 

"Mengadili menyatakan terdakwa Prasetyo Boeditjahjono terbukti sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata Ketua Majelis Hakim Syofia Marlianti Tambunan dalam amar putusannya di PN Tipikor Jakarta, Senin (21/7/2025).

Atas perbuatannya itu majelis hakim menghukum terdakwa Prasetyo Boeditjahjono dengan hukuman 7,5 tahun penjara.

Baca juga: Eksepsi Tak Diterima, Sidang 2 Terdakwa Korupsi Jalur Kereta Api Besitang-Langsa Lanjut Pemeriksaan

"Menghukum terdakwa Prasetyo Boeditjahjono dengan pidana 7 tahun dan enam bulan penjara," ucap Hakim Syofia.

Pada perkara tersebut Prasetyo Boeditjahjono juga dihukum membayar denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan penjara serta membayar uang pengganti Rp 2,6 miliar subsider 2 tahun dan 8 bulan penjara.

5 Pertimbangan Hakim Vonis  Prasetyo Boeditjahjono 7,5 Tahun Penjara

Majelis hakim mengungkap pertimbangan yang membuat Prasetyo Boeditjahjono divonis 7,5 tahun.

Pertama, perbuatan Prasetyo Boeditjahjono bertentangan dengan upaya Pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi.

Kedua, perbuatan Prasetyo Boeditjahjono telah menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan dalam hal ini Balai Teknik Perkerataapian (BTP) Sumatera Utara khususnya dan Direktorat Jenderal Perkerataapian (DJKA) pada Kementerian Perhubungan pada umumnya.

Baca juga: Kasus Korupsi Jalur Kereta Api Besitang-Langsa, Jaksa: BPK Kecipratan Rp 10,25 Miliar

Ketiga, Prasetyo Boeditjahjono menerima hasil dari perbuatan korupsinya.

Untuk hal meringankan, pertama, Prasetyo Boeditjahjono bersikap sopan di persidangan.

Ketiga, Prasetyo Boeditjahjono mempunyai tanggungan keluarga dan terdakwa berusia lanjut.

Vonis hakim terhadap Prasetyo Boeditjahjono lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum.

Dalam tuntutannya, jaksa menuntut Prasetyo Boeditjahjono dengan hukum 9 tahun penjara dan merugikan negara Rp 1,1 miliar dalam kasus korupsi pembangunan jalur KA Besitang-Langsa periode 2017-2023.

Konstruksi Kasus Korupsi yang Jerat Prasetyo Boeditjahjono

Kasus bermula saat Prasetyo selaku Dirjen Perkeretaapian memerintahkan Nur Setiawan Sidik selaku Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara untuk mengusulkan proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa.

Pembiayaan proyek tersebut rencananya akan melalui penerbitan SBSN-PBS TA 2017 ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Menindaklanjuti permintaan Prasetyo, Nur Setiawan kemudian membagi proyek pembangunan itu menjadi 11 paket pengerjaan.

Masing-masing paket pengerjaan nilai proyeknya di bawah Rp 100 miliar. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari ketentuan yang berlaku.

Nur Setiawan kemudian memerintahkan anak buahnya, Rieki Meidi Yuwana, untuk melakukan pelelangan menggunakan metode penilaian pasca kualifikasi.

Nur Setiawan cs selanjutnya mulai membuka tender pengadaan proyek tersebut.

Akan tetapi sejatinya dalam prosesnya masih terdapat persyaratan yang belum terpenuhi, diantaranya belum adanya dokumen AMDAL hingga belum dilakukannya pembebasan lahan.

Tak hanya itu, Prasetyo juga diduga melakukan pengaturan pemenang tender pengadaan proyek tersebut.

Dimana satu caranya dilakukan dengan menggelar pertemuan bersama para calon pemenang.

Nur Setiawan Sidik cs lantas mengatur pemenang tender pekerjaan supervisi pembangunan jalur KA Besitang-Langsa itu.

Namun nyatanya, pemenang pekerjaan supervisi itu tidak melaksanakan tugasnya, bahkan ada praktik pinjam perusahaan yang mengeluarkan biaya.

Dalam pelaksanaan proyek tersebut, Prasetyo diduga telah menerima uang, barang, dan fasilitas, dari para pelaksana pekerjaan proyek itu sebagai bentuk komitmen fee atas pemenangan mereka.

Prasetyo diduga memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, sebesar Rp 2.600.000.000.

Atas perbuatannya, Prasetyo dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan