Selasa, 19 Agustus 2025

Royalti Musik

Ini Cara Yovie Widianto Menyikapi Royalti Musik

Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi Kreatif Yovie Widianto bicara polemik hak royalti di industri musik.

Penulis: willy Widianto
Editor: Wahyu Aji
KOMPAS.com/Kristian Erdianto
ROYALTI MUSIK - Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi Kreatif Yovie Widianto bicara polemik hak royalti di industri musik. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah polemik hak royalti di industri musik, musisi sekaligus komposer legendaris Yovie Widianto memilih untuk melihatnya dari sudut pandang berbeda.

Baginya, musik bukan sekadar tuntutan hak, melainkan jembatan rezeki dan berkah bagi banyak orang.

Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi Kreatif ini mengaku bersyukur jika karyanya bisa dinikmati dan dibawakan banyak musisi.

"Saya, sebagai komposer, semakin lagu saya bermanfaat bagi orang banyak, semakin lagu saya dibawakan oleh para pianis dan penyanyi, ini pribadi saja, saya merasa ada berkah yang besar, bahwa saya bisa berbagi penghasilan dengan teman-teman disana," ujar Yovie Widianto dalam keterangannya, Kamis (14/8/2025).

Selama empat dekade berkarya, Yovie merasa perjalanan panjangnya di dunia musik adalah anugerah besar. Ia bahkan tak pernah membayangkan bisa terus mencetak lagu-lagu hits.

"Bayangkan, saya 40 tahun berkarya, 10 tahun jadi hitsmaker aja, itu sudah rezeki besar sekali. Itu bukan masalah saya pintar, jago, atau maestro, enggak, itu karena saya pencipta lagu atas karya-karya saya," tuturnya.

Dia mengakui kesuksesannya tak lepas dari campur tangan Tuhan dan dukungan orang-orang di sekitarnya.

"Saya enggak membayangkan jadi hits terus. Itu pasti dari kasih sayang dan doa banyak orang di sekitar saya," jelas Yovie.

Harapan untuk Pengelolaan Royalti yang Adil

Meski berpikir positif, Yovie tetap berharap adanya sistem pengelolaan royalti yang adil dan transparan di masa depan.

"Pada suatu saat nanti, kalau hitungannya benar, saya nggak perlu ngapa-ngapain dari royalti itu. Tapi sekarang belum. Enggak apa-apa. Saya senang kalau setiap momen ada lagu saya. Dinyanyikan semua lapisan masyarakat tanpa batas gap. Itu kan ajaib," ungkap Yovie.

Bagi Yovie, ada nilai yang tak ternilai dari uang: momen magis ketika ribuan penonton di festival menyanyikan karyanya.

"Di festival, puluhan ribu orang menyanyikan lagu saya itu kadang membuat saya merinding, bahwa ada kebesaran Allah yang diberikan kepada saya sebagai pencipta lagu," ucapnya.

Kolaborasi, Bukan Pertikaian

Yovie menegaskan pentingnya kolaborasi antara penyanyi dan pencipta lagu.

"Saya ingin bersama sahabat saya, penyanyi dan komposer, punya nasib yang baik bagi kehidupannya. Tadi benar, lagu itu punya keunikan. Kenapa saya ingin penyanyi dan pencipta itu saling bersama dan enggak tuntut menuntut, karena lagu itu nggak akan ngetop kalau tanpa kerja sama semua itu," ujar Yovie.

Ia pun mengingatkan, kesuksesan lagu adalah hasil simbiosis mutualisme.

"Jadi saya nggak boleh arogan, bahwa kalau nggak ada saya (komposer), nggak sukses, kan enggak juga. Kalau nggak ada dia (penyanyi) mungkin lagu ciptaan saya nggak akan ngetop. Jadi harus imbang dalam melihat itu. Dua-duanya simbiosis mutualisme," ujarnya.

Tentang Kewajiban MembayarRoyalti Lagu, Berlaku Pada Siapa Saja?

Menurut pasal 40 ayat (1) huruf d UU Hak Cipta, lagu diakui sebagai ciptaan.

Oleh karenanya lagu dilindungi dengan hak cipta.

Perlindungan tersebut berlaku selama hidup si pencipta dan selama 70 tahun setelah si pencipta meninggal dunia (dialihkan ke ahli waris), seperti tertuang pada pasal 58 ayat (1) huruf d UU Hak Cipta.

Mengenai siapa saja yang wajib membayar hak cipta lagu, adalah setiap pihak yang ingin menggunakan hak ekonomi atas suatu lagu yang memiliki hak cipta.

Mereka bahkan wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari pencipta atau pemegang hak cipta, seperti termaktub dalam pasal 9 ayat (2) UU Hak Cipta.

Aturan tersebut merupakan bentuk penghormatan dan perlindungan atas hak yang dimiliki oleh si pencipta lagu.

Sementara itu, pasal 3 ayat (1) PP No.56/2021 menyebut setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta,
dan/atau pemilik Hak Terkait melalui LMKN.

Pada pasal 3 ayat (2) PP No.56/2021 disebutkan secara detail bentuk layanan publik bersifat komersial, meliputi:

  • seminar dan konferensi komersial;
  • restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek;
  • konser musik;
  • pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut;
  • pameran dan bazar
  • bioskop;
  • nada tunggu telepon;
  • bank dan kantor;
  • pertokoan;
  • pusat rekreasi;
  • lembaga penyiaran televisi;
  • lembaga penyiaran radio;
  • hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel; danĀ usaha karaoke.
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan