Senin, 29 September 2025

Program Makan Bergizi Gratis

Keracunan Terus Terjadi, Anggaran MBG Tembus Rp 335 Triliun, DPR Diminta Buat UU Khusus

Anggaran MBG naik tajam, ribuan siswa keracunan. Pengamat minta DPR segera buat UU agar program tak jadi bumerang.

rahmat kurniawan/tribun jabar
GELOMBANG 2 KERACUNAN - Kondisi siswa yang mengalami keracunan MBG saat dirawat di GOR Kecamatan Cipongkor, Bandung Barat, Rabu 24 September 2025./Rahmat Kurniawan 

Ringkasan Utama

Lonjakan anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) di APBN 2026 mencapai Rp 335 triliun. Namun, ribuan siswa dilaporkan mengalami keracunan akibat makanan MBG, mendorong desakan agar DPR segera membuat undang-undang khusus untuk menjamin pelaksanaan dan pengawasan program berjalan aman dan terukur.

  
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah menetapkan anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebesar Rp 335 triliun dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN) 2026. Namun, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, menilai belum ada regulasi hukum yang mengatur pelaksanaan program secara komprehensif.

“Harusnya DPR mulai menyiapkan undang-undang karena tahun depan itu sudah ditetapkan, dipatok anggaranya Rp 335 triliun,” kata Trubus saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (25/9/2025).

Trubus menekankan bahwa aturan hukum sangat penting untuk memperjelas mekanisme pelaksanaan dan pengawasan program MBG. Ia mencontohkan negara lain yang sudah memiliki kerangka hukum serupa.

“Mengambil contoh di Finlandia. Finlandia itu ada makan siang gratis kayak gini, cuma ada undang-undangnya di sana itu. Kalau kita enggak ada undang-undangnya,” ucapnya.

Kebutuhan regulasi ini semakin mendesak setelah muncul kasus keracunan massal yang dialami ribuan siswa di berbagai daerah. Berdasarkan data terbaru dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), hingga 21 September 2025 tercatat 6.452 siswa mengalami keracunan akibat konsumsi makanan MBG di 18 provinsi.

Jawa Barat menjadi wilayah dengan kasus terbanyak, termasuk 1.035 siswa di Kabupaten Bandung Barat yang membuat pemerintah daerah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB).

“Misalnya, beberapa waktu terakhir terjadi keracunan massal di sejumlah daerah di Indonesia diduga akibat kualitas makanan dari program MBG,” ujar Trubus.

Dalam kondisi tersebut, Trubus memandang Badan Gizi Nasional (BGN) seolah-olah menjadi satu-satunya pihak yang harus bertanggung jawab atas permasalahan tersebut. Padahal, menurutnya, pelaksanaan MBG juga melibatkan banyak pihak lain.

“Harusnya kan di situ tanggung jawab pemerintah daerah. Kalau sekolah itu mestinya Dinas Pendidikan kan terlibat, semua pemerintah daerah ini juga terlibat kan. Jadi harusnya semua menjadi tanggung jawab bersama, tidak saling menyalahkan,” jelasnya.

Baca juga: BGN Tanggapi Keracunan Massal MBG di Bandung Barat, SOP yang Tak Dijalankan Jadi Salah Satu Penyebab

Ia juga mendorong agar pengawasan MBG melibatkan masyarakat sebagai pengawas independen. Kepala sekolah dan pengusaha kantin dinilai lebih memahami kebutuhan gizi lokal dan bisa menjadi mitra pengawasan yang efektif.

“BGN enggak mungkin dong mengawasi semua. Itu makanya BGN kita dorong juga supaya ada pengawasan yang sifatnya independen. Investigasi ya investigasi independen aja,” kata Trubus.

Selain pengawasan, Trubus menilai aturan MBG perlu memuat sanksi bagi pihak yang melanggar mekanisme pelaksanaan.

“Agar program ini efektif, harus ada sanksi yang jelas,” pungkasnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan