Kamis, 13 November 2025

Gelar Pahlawan Soeharto

Soal Pemberian Gelar Pahlawan Nasional, GPA: Jasa Besar Seorang Tokoh Tidak Boleh Dihapus

Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Al Washliyah bicara soal gelar pahlawan untuk mantan Presiden Republik Indonesia, H. M. Soeharto.

Editor: Wahyu Aji
istimewa
GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Al Washliyah (PP GPA), Aminullah Siagian. Aminullah Siagian menyatakan dukungannya terhadap langkah pemerintah yang memberikan penghormatan kepada sejumlah tokoh bangsa melalui gelar Pahlawan Nasional. 

Ringkasan Berita:
  • PP GPA menyatakan dukung pemberian gelar Pahlawan Nasional
  • Ada banyak tokoh yang juga diusulkan, termasuk para pendiri bangsa dan tokoh-tokoh dari berbagai bidang
  • Jasa besar seorang tokoh tidak boleh dihapus hanya karena perbedaan politik atau persepsi masa lalu

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Al Washliyah (PP GPA), Aminullah Siagian, menyatakan dukungannya terhadap langkah pemerintah yang memberikan penghormatan kepada sejumlah tokoh bangsa melalui gelar Pahlawan Nasional, termasuk kepada mantan Presiden Republik Indonesia, H. M. Soeharto.

Gerakan Pemuda Al-Washliyah (GPA) adalah organisasi kepemudaan yang berafiliasi dengan Al-Washliyah, sebuah organisasi Islam yang berdiri sejak 1930 di Medan, Sumatera Utara. 

GPA berperan aktif dalam pembinaan generasi muda Indonesia, khususnya dalam bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan kebangsaan.

Selain Soeharto, tokoh nasional yang diusulkan untuk menerima gelar pahlawan adalah Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), aktivis buruh Marsinah, Jenderal (Purn) M. Jusuf, Ali Sadikin, Syaikhona Kholil Bangkalan, dan KH Bisri Syansuri.

Ada banyak tokoh lain yang juga diusulkan, termasuk para pendiri bangsa dan tokoh-tokoh dari berbagai bidang seperti pendidikan, militer, dan agama. 

Aminullah menegaskan, penghargaan terhadap tokoh bangsa seperti Soeharto bukan sekadar simbol, tetapi juga pengakuan atas kontribusi besar dalam membangun pondasi ekonomi, stabilitas nasional, dan kedaulatan negara di masa-masa sulit pasca kemerdekaan.

“Bangsa ini harus belajar jujur terhadap sejarahnya sendiri. Tidak ada manusia yang sempurna, tapi jasa besar seorang tokoh tidak boleh dihapus hanya karena perbedaan politik atau persepsi masa lalu. Presiden Soeharto punya peran besar dalam pembangunan nasional, membangun infrastruktur, kemandirian pangan, dan stabilitas sosial,” kata Aminullah di Jakarta, Kamis (6/11/2025). 

Aminullah juga menyoroti fenomena adanya penolakan dari sebagian kelompok dan unsur partai politik tertentu terhadap usulan pemberian gelar tersebut.

Menurutnya, hal itu menunjukkan masih adanya sisa-sisa mental ideologis yang anti terhadap nilai kebangsaan dan militerisme nasionalis yang dulu menjadi benteng melawan komunisme.

“Kalau hari ini ada yang menolak pengakuan terhadap tokoh bangsa seperti Soeharto, patut kita duga kuat bahwa ada infiltrasi ideologis yang tak suka dengan semangat nasionalisme dan ketegasan militer. Unsur-unsur berpaham kiri yang dulu berusaha menghancurkan NKRI dengan ideologi komunis tampaknya masih berusaha menyusup dalam tubuh politik bangsa,” ujarnya.

Lebih lanjut, Aminullah menambahkan bahwa masyarakat Indonesia hari ini justru merindukan kepemimpinan yang tegas, berpihak pada rakyat kecil, dan fokus pada kedaulatan ekonomi nasional, sebagaimana pernah dicontohkan di masa pemerintahan Presiden Soeharto.

“Lihat saja ungkapan rakyat yang viral — ‘Enak jamanku, toh?’ itu bukan sekadar nostalgia, tapi ekspresi kerinduan rakyat terhadap masa ketika harga sembako stabil, petani diperhatikan, nelayan diangkat martabatnya, dan pembangunan berjalan sampai ke pelosok desa,” tutur Aminullah.

Ia menambahkan, Gerakan Pemuda Al Washliyah (GPA) berdiri di garda depan untuk meneguhkan nilai-nilai kebangsaan, menolak lupa terhadap sejarah, dan menolak upaya pengaburan jasa para tokoh bangsa. 

Dalam pandangannya, penghargaan terhadap Soeharto dan tokoh-tokoh lain bukan berarti menutup mata terhadap kekurangan mereka, melainkan bentuk kedewasaan bangsa dalam menilai sejarah secara utuh dan adil.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved