Gelar Pahlawan Nasional
Pemberian Gelar Pahlawan Nasional bagi Soeharto Dinilai Jadi Skandal Era Reformasi
Pemberian status pahlawan nasional untuk Soeharto dinilai merupakan skandal politik terbesar era reformasi.
Ringkasan Berita:
- PVRI menyebut penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto sebagai skandal politik terbesar era reformasi.
- Keputusan tersebut dinilai sebagai bentuk pengkultusan elite yang mengabaikan nilai moral, pengetahuan ilmiah, dan ingatan publik atas penyimpangan kekuasaan.
- Direktur Eksekutif PVRI, Muhammad Naziful Haq, menyatakan bahwa Soeharto bertanggung jawab atas pelanggaran HAM dan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) secara sistemik.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga kajian dan aktivisme demokrasi Public Virtue Research Institute (PVRI) menilai pemberian status pahlawan nasional untuk Soeharto merupakan skandal politik terbesar era reformasi.
Direktur Eksekutif PVRI Muhammad Naziful Haq menilai, keputusan tersebut adalah pengkultusan elite yang menihilkan nilai-nilai moral, pengetahuan ilmiah dan ingatan rakyat atas penyimpangan kekuasaan selama 32 tahun.
"Keputusan pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto lebih mirip pencucian dosa sejarah yang dipaksakan terang-terangan," kata Nazif dalam keterangannya, Senin (10/11/2025).
Nazif berpandangan, keputusan ini mengabaikan aspirasi dan penolakan masyarakat sipil termasuk korban pelanggaran HAM yang hingga kini masih menuntut keadilan.
“Para elite mungkin menganggapnya sah administratif, tapi apalah artinya itu dibanding sebelangga fakta ilmiah yang terhampar terang dan dibaca khalayak umum. Jadi keputusan ini pada dasarnya sesat pikir dan logika. Bagaimana mungkin aktor yang bertanggungjawab atas pelanggaran HAM dan KKN secara sistematik dianggap pahlawan?" ucapnya.
Usman Hamid: Bagaimana Bisa?
Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus PVRI, Usman Hamid, mengaku heran atas gelar pahlawan terbesar.
“Bagaimana bisa orang yang paling bertanggungjawab atas salah satu genosida terbesar selama sejarah ketika merebut kekuasaan justru dijadikan pahlawan nasional. Benar-benar absurd,” ucap Usman.
Menurut dia, kajian ilmiah menunjukkan, Soeharto bermasalah sejak awal karena meraih kekuasaan dengan penuh rekayasa berdarah.
Sebagian fakta ini tercermin di karya Benedict Anderson dan Ruth McVey pada tahun 1971 berjudul Preliminary Analysis of the 1 October, 1965 Coup in Indonesia, terbitan Cornell University Press.
Sebagian lagi tercermin dari karya John Roosa pada 2006 berjudul Pretext of Mass Murder: The September 30th Movement and Soeharto’s Coup d’ Etat in Indonesia, terbitan University of Wisconsin Press.
“Rezim Soeharto mengawali kekuasaannya dengan pembasmian gerakan rakyat yang berkemajuan, yang salah satunya adalah gerakan perempuan, seperti yang ditulis di Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia (1999) karya Saskia E. Wieringa. Anti-komunisme juga dinormalisasi lewat film dan sastra yang akhirnya ini menjadi kekerasan budaya setelah 1965. Wijaya Herlambang menuliskannya dengan rinci dalam Kekerasan Budaya Pasca 1965 (2013)," lanjut Usman.
Nazif menyebut, berdirinya rezim Soeharto tidak terlepas dari agenda global Amerika Serikat (AS) menjatuhkan kepemimpinan Soekarno yang kritis pada kekuatan ekonomi politik Barat dan menyediakan karpet merah untuk kapitalisme Amerika di Indonesia.
Ia mengutip karya jurnalis Amerika, Vincent Bevins, Metode Jakarta (2022) bahkan menggambarkannya amat gelap.
Sekitar 500.000 jiwa telah menjadi korban program anti-komunisme bersponsor AS di Indonesia.
"Dunia kampus pun tidak luput dari sasaran. Campus on Fire: Indonesian Universities During the Political Turmoil 1950s-1960s (2018) karya Abdul Wahid melukiskan bagaimana Surat Instruksi No.22/KOTI/1965 yang Soeharto keluarkan pada 15 Oktober memantik screening dan penangkapan para mahasiswa, profesor, dan dosen-dosen di universitas. Mereka kemudian menerima interogasi brutal, siksaan, dan kekerasan seksual di penjara," tegas Nazif.
Menurut pengamatan PVRI, wajar bila cara perolehan kekuasaan yang problematis dan
berdarah itu kemudian diikuti oleh agenda ‘keliling’ negara tetangga.
Karya terbaru Matthias Fibiger berjudul Suharto’s Cold War (2024) mendapati Soeharto memanfaat pergolakan Perang Dingin di kawasan untuk mengamankan dukungan negara tetangga agar kekuasaannya tidak dipertanyakan.
Lalu, Nazif memaparkan bahwa Orde Baru menutup kekuasaannya pada 1998 dengan tragedi kemanusiaan, termasuk pemerkosaan massal terhadap perempuan etnis Tionghoa.
“Pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto tidak saja menegasi nalar, tetapi juga menganggap enteng apa yang seharusnya tidak dimaafkan. Elite menganggap publik tidak membaca dan menelisik ulang sejarah, sehingga seolah tidak bisa membedakan mana yang punya nilai teladan dan seolah semuanya bisa direkonsiliasi," imbuhnya.
Pemberian gelar pahlawan
Diketahui, pemberian gelar Pahlawan Nasional itu diberikan Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).
Sebanyak 10 tokoh yang dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
1. Almarhum K.H. Abdurrahman Wahid (Bidang Perjuangan Politik dan Pendidikan Islam)
2. Almarhum Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto (Bidang Perjuangan Bersenjata dan Politik)
3. Almarhumah Marsinah (Bidang Perjuangan Sosial dan Kemanusiaan)
4. Almarhum Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (Bidang Perjuangan Hukum dan Politik)
5. Almarhumah Hajjah Rahmah El Yunusiyyah (Bidang Perjuangan Pendidikan Islam)
6. Almarhum Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Bidang Perjuangan Bersenjata)
7. Almarhum Sultan Muhammad Salahuddin (Bidang Perjuangan Pendidikan dan Diplomasi)
8. Almarhum Syaikhona Muhammad Kholil (Bidang Perjuangan Pendidikan Islam)
9. Almarhum Tuan Rondahaim Saragih (Bidang Perjuangan Bersenjata)
10. Almarhum Zainal Abidin Syah (Bidang Perjuangan Politik dan Diplomasi)
Gelar Pahlawan Nasional
| Kakak Marsinah Minta Pemerintah Hapus Outsourcing: Itu yang Diperjuangkan Adikku |
|---|
| Fadli Zon Ungkap Alasan Soeharto Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional |
|---|
| Prabowo Umumkan 10 Pahlawan Nasional, Fadli Zon Segera Buat Buku Khusus Pahlawan dari Masa ke Masa |
|---|
| Tolak Gelar Pahlawan ke Soeharto, Jaringan Gusdurian: Pengkhianatan pada Reformasi |
|---|
| Kontroversi Gelar Pahlawan Nasional Soeharto, Fadli Zon Lagi-lagi Tegaskan Tak Ada Kaitan Mei 98 |
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.